"Hamzah...." lirih ibunya pelan sekali sambil menitikkan air mata.
Aku dan Rizwan saling memandang sekilas.
Dia seperti memberi isyarat kepadaku untuk mendatanginya.
Aku mengangguk lantas duduk di depan ibu Hamzah.
"Apa yang ibu lakukan saat ini belum terlambat. Hamzah masih menyayangi ibu dan akan tetap seperti itu. Dia menganggap ibu adalah sosok utama dalam setiap langkahnya. Dia merasa hampa karena meskipun ia sukses, ia tak pernah merasa didoakan oleh ibu dan ayah kandungnya."
"Benar, reine." sahutnya, "ibu belum pernah mendoakan kebaikan untuk Hamzah. Malah..., selama berpuluh-puluh tahun ibu selalu membencinya. Dan ibu-" suaranya tercekat.
"Kenapa, bu?"
"Ibu merasa tak pantas menjadi ibunya. Ibu tak pantas bersanding dengannya lagi. Seharusnya dia tak mengharapkan kehadiran ibu. Karena ibu yakin dia pasti tak akan pernah memaafkan ibu."
webnovel.com で好きな作者や翻訳者を応援してください