Kemunculan para petarung di depan Kastil Batavia merubah keadaan secara seketika. Namun, puluhan tentara VOC dan keempat pengawal pribadi Pieterzcoon merupakan ancaman yang patut di perhitungkan.
Dengan puluhan tentara yang siap menembakan lagi senjata mereka, Morteas sekali lagi berubah ke wujud serigala hitam tanpa bulunya. Di sisi sebaliknya ketiga pengawal di sisi Pieterzcoon mulai berubah juga.
Salah seorang berubah menjadi serigala putih dengan dengan tiga buah mata dan lima buah ekor, dan segera berlari menghadang para petarung ke sisi barat. Dan seorang lagi berubah menjadi serigala abu-abu dengan tubuh penuh lubang berbentuk prisma pada bagian lengan, ekor dan kakinya yang mengeluarakan asap tiada henti, dan setelah berubah ia berlari menuju sisi timur.
Lalu seorang lagi di samping Pieterzcoon berubah menjadi serigala hijau dengan dua buah sayap dan telinga lebar seperti kelelawar dan mulai mengaum ke udara kosong.
"Lily, bawalah Putri dan Herman pergi dan bersembunyilah kearah hutan. Jangan biarkan mereka menyentuh Putri!"
"Baik Tn. Dekker"
Segera Lily menggendong Anna dan berlari menuju Herman yang entah mengapa hanya berbaring di tanah. Lalu dengan membaringkan Anna di samping Herman ia mulai membuka payungnya sambil mengepulkan ratusan kupu-kupu api mengelilingi mereka, dan dengan kencang membentuk sebuah kubah.
"Mereka ...!! Forcas, jangan biarkan mereka kabur!!"
Mendengar perintah itu sang serigala abu-abu segera menerjang ratusan kupu-kupu api itu. Namun, sebelum sang serigala abu-abu dapat menjangkau mereka, mereka menghilang dalam udara kosong ratusan kupu-kupu api itu.
"Sekarang, bagaimana kalau kita selesaikan urusan kita di sini Tn. gubernur jendral yang terhormat?"
"Tentu saja, mari kita selesaikan semuanya di sini sekarang juga, DEKKER!!!"
§
Mendengar suara jangkrik berkeriapan Anna membuka matanya. Di hadapannya dedaunan bergemerisik, mata airnya menetes.
"Hidup ... aku masih hidup!"
Padahal ia sudah menyerah, padahal ia sudah tak ingin berjuang lagi. Namun udara dingin yang ia rasakan di kulitnya, suara dedaunan yang bergesekan di terpa angin. Ia dapat memastikannya bahwa ini kehidupan.
Lalu dengan perlahan ia mengangkat tubuhnya. Dan menyadari suatu suara lain selain gemerisik dedaunan.
"Herman!! Herman!!"
Suara itu suara Nn. Lily, apa yang dilakukannya di tengah hutan yang gelap ini? Anna mengusap matanya sebari merangkak perlahan ke arah Lily.
Perlahan bersama pengelihatan Anna yang semakin memulih, mulai terlihat sesosok pria yang terkapar pucat di depan Lily. Tunggu dulu, bukankah itu Tn. Herman! Spontan kekhawatiran melingkupi Anna yang bergegas mendekat.
"Tn. Herman?! Nn. Lily apa yang terjadi dengan Tn. Herman?"
Lily tak menjawab, sambil terus melihat sosok Herman ia sedikit menggigit ujung bibirnya selagi meremas roknya dalam genggaman tangan rampingnya. Wajahnya terlihat resah dan seakan menahan sakit, namun kelihatannya bukan karena luka di dahinya yang sudah mulai mengering.
"Lagi – lagi ia memaksakan diri, teknik yang belum sempurna itu!"
"Teknik yang belum sempurna? Apa maksud mu, Nn. Lily?"
"Pacta, teknik untuk mengikatkan otoritas diri pada perjanjian awal, untuk menggunakan otoritas yang lebih dari otoritas yang diberikan, kami ketujuh pitung bertarung dengan membawa perjanjian masing-masing."
"Perjanjian?!"
"Ya Putri, tiap-tiap dari kami memiliki perjanjiannya sendiri dan menerima kekuatan istimewa yang dapat kami gunakan untuk melawan para penjajah itu. Dan kekuatan istimewa itulah yang disebut 'anugrah'. Lalu dengan melafalkan kata 'pacta' otoritas yang diberikan dari perjanjian akan meningkat, dan membuka potensi sejatinya"
"Potensi ... sejati? ..."
§
Akno mengembuskan napasnya melalui sela-sela di helm zirah tulangnya. Di hadapannya sang gubernur jendral dan serigala hijau bersayapkan sayap kelelawar mengaung. Aungan sang serigala hijau itu terdengar membangunkan langit malam tanpa bintang. Dan dengan segera terlihat bayang-bayang hitam mulai berdatangan dari segala penjuru Batavia menutupi langit.
"Akno, biar aku yang berurusan dengan dia. Ada yang harus aku selesaikan berdua dengan gubernur itu! kau uruslah si hitam itu dan biar Daisy mengurus serigala abu-abu disana!"
"Baik, Tn. Dekker!"
"Baik, ayah!"
Setelah mengatur formasi bertempur sang kakek mendorongkursi rodanya ke depan dan Akno berpaling kebelakang. Lalu akar besar segera tumbuh memisahkan mereka, menciptakan empat ruang terpisah dengan tembok akar yang menjulang ke langit.
"Hoi hoi hoi!! Ada apa kakek, sampai membuat tembok setinggi itu! takut terkepung?"
"Bukankah kau juga kakek-kakek Pieter! Aku hanya ingin ruangan yang tenang untuk bisa bicara ..."
"Bicara? Kau pikir aku mau melakukannya? Daripada kau berbicara denganku, LEBIH BAIK KAU BICARA DI DALAM KUBURMU SAJA SANA!!!"
Seraya menjulurkan tangannya ke depan, kegelapan menjalar dari punggung sang gubernur.
"Dasar keras kepala!!!"
§
"TEMBAK-TEMBAK-TEMBAK!!!"
Morteas dengan marahnya memerintahkan pasukannya itu, namun satu peluru pun tak ada yang dapat menembus zirah keras tulang putih Akno.
"Tn. Morteas, pe pe... peluru kami habis!!"
"DASAR TAK BERGUNA!!"
Perlahan memperpendek jarak, Akno berjalan selagi membuat tanah di sekitarnya bergetar.
"He he, ada apa anjing hitam? Kehabisan peluru?? Yah kalau begitu sekarang giliranku!"
Selagi mengambil ancang-ancang Akno mulai berlari seperti seorang pemain rugby yang hendak mendobrak lawannya.
"SIALAN!! Kalau begini biar kulakukan sendiri saja!!"
Lalu dari tanah di bawah Morteas keluar suatu sabit besar berhiaskan tengkorak dengan asap hitam samar yang memancar dari dua lubang mata tengkoraknya. Dan dengan cepat sabit itu ia ayunkan mengelilinginya dan memotong rapi kepala serdadu-serdadu di sampingnya tanpa menyisahkan seorang pun untuk terkejut akan tindakannya.
"Kau pikir hanya kau yang bisa melakukannya hah, tulang berjalan!! ... PACTAAAA!!!!"
Asap hitam segera mengepul dari tanah sekitar mayat-mayat serdadu itu, membumbul ke atas dan menutupi pandangan di sekitar wilayah itu.
§
Valvaro, dengan sosok serigala putih berekor lima dan bermata tiganya merupakan ahli strategi terbaik yang dimiliki Pieterzcoon.
Dengan kemampuan mata ketiganya untuk melihat segala tipu muslihat musuhnya. Valvaro tetap tak pernah memandang keadaan remeh seperti apapun situasinya.
Selagi mengamati musuhnya dengan perlahan ia memperhatikan musuhnya baik dalam pertarunggan skala besar maupun kecil. Dan di hadapannya adalah seorang anak kecil berpakaian gaya eropa dengan topi coklatnya terlihat berdiri diam selagi asik membaca buku.
Apa yang dilakukan bocah itu? tak tahukah ia sedang berhadapan dengan siapa? apa dia meremehkanku? Tidak tidak tidak, ini pasti semacam perangkap! Aku sudah membaca file tentang anak itu, buku di tangannya itu! di dalam file pertarungannya, tertulis ia dapat menggunakan ilusi dengan membuat halaman buku itu terbuka dengan sendirinya selagi melayang di tangannya ..., demikian pikiran Valvaro mengevaluasi keadaan tersebut selagi memperhatikan Pito yang membaca bukunya.
Namun, buku itu belum melayang sama sekali. Apakah itu artinya dia belum mengaktifkan ilusinya sama sekali? Begitukah? Baiklah kalau begitu, mari kita coba.
Kemudian kelima ekornya berdiri tegak dan dari ujung tiap-tiap ekornya tiba-tiba muncul api biru yang membara entah dari mana. Lalu dengan menjulurkan tangannya kedepan, kelima bola api itu melesat terbang menghantam Pito yang masih berdiri diam dengan bukunya.
Blap!
"AKH!! AAHHHHHHHHH!!!!"
Tubuh Pito segera terbakar api biru dan melepuh menjadi ringkih kehitam-hitaman selagi masih sedikit terbakar di beberapa sisi.
"Woahh, terbakar-terbakar!"
" ...!!"
Suara itu! Valvaro segera menolehkan pandangannya ke sebelah kirinya. Dan dilihatnya disana sosok Pito yang seharusnya terbakar di depan matanya itu berdiri membuka bukunya selagi memperhatikan sosoknya yang terbakar sepert asik menonton suatu pertunjukan.
"...Gheck!!"
Terkejut akan hal itu, segera Valvaro melompat kesamping kanannya untuk memperlebar jarak antara dia dan anak itu.
"Ada apa Paman? Kenapa kau terkejut?"
"Tidak ini tak mungkin!! Mulai kapan kau mengaktifkan ilusimu bocah!!!"
"Hmm ..., ilusi?"
Pito memiringkan kepalanya seakan kebingungan dengan kata-kata sang serigala.
"Geh!! Tengik!! Kalau begitu, PACTA!!"
Seraya membuka tangannya lebar-lebar ia menutup ketiga matanya dan perlahan ketiga mata itu bergeser menyatu ketengah, membuatnya menjadi mata tunggal di tengah wajahnya.
"eh?? Apa-apa?? Paman mau melakukan apa?"
Sambil bertanya-tanya layaknya anak kecil yang menemukan sesuatu yang baru, wajah Pito terlihat berseri-seri. Namun Valvaro tidak memperdulikannya dan segera mengaktifkan kemampuan otoritasnya. Dan seketika, satu mata di tengah wajah Valvaro itu terbuka dengan lebar dan menghempaskan hawa putih tipis ke udara. Namun ...
"HAAAAHH, BAGAIMANA BISA BEGINI!! BAGAIMANA BISA KAU BERDIRI DISANA TERBALIK!!!!"
Valvaro yang telah membuka otoritas perjanjiannya terkejut histeris ketika masih melihat sosok Pito yang berpijak terbalik di udara kosong di samping kanannya.
"Terbalik? Aku? Bukannya Paman yang terbalik?"
"Aku yang terbalik?!"
Keringat menetes di sela-sela bulu putihnya selagi ia mememperhatikan pijakannya. Tapi tak ada yang aneh, kakinya masih berpijak. Kakinya masih berpijak di ...
Tiba-tiba kakinya seperti tertarik menjauh dari tanah yang terus pergi seakan meninggalkan dirinya dalam ketinggian. Bulukuduknya berdiri dan perasaan seperti tersengat menyerangkulitnya dengan seketika. Pandangannya kacau, perutnya mual, dan lidahnya kelu untuk berbicara. Dunia dalam pandangannya kacau berputar tak beraturan tanpa henti dan teriaknya pun akan melesat dari mulutnya. Namun, tiba-tiba bocah itu muncul lagi disampingnya.
"Dan juga, tahukah Paman! Sebenarnya anugrahku bukanlah membuat ilusi loh! Tapi lebih tepatnya 'yang mengkaburkan indra' anugrah yang memperbolehkanku untuk mengubah informasi apa saja yang akan diterima kelima indra targetku."
Bersamaan dengan Pito yang terus menjelaskan anugrahnya, sekujur tubuh Valvaro seketika terbakar dan membeku secara bergantian di tengah dunia yang masih terlihat berputar tak beraturan di matanya. Lalu Pito meneruskan penjelasannya sembari terus berpindah-pindah di sekeliling Valvaro.
"Jadi singkatnya semua yang Paman alami sekarang bukanlah ilusi semata. Rasa panas, dingin, sakit, mual, dan pusing, itu semua adalah informasi nyata yang hanya bisa dirasakan kelima indra Paman, dengan kata lain 'realitas pribadi'! Bagaimana, mengerti? Jadi ini bukanlah ilusi melainkan realitas berbeda yang sedang Paman rasakan. Jadi Paman tak perlu bingung karena tak bisa menghapuskan ilusi ini, karena ini benar-benar Paman rasakan, bukan?!"
Mendengar semua penjelasan Pito, mata Valvaro itu bergetar dan pupilnya semakin mengecil. Lalu dengan napas yang tertahan teriakannya melesat.
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"
Valvaro sang serigala putih si ahli strategi, terkapar di tanah dengan mata terbalik dan mulut berbusa.
Berjalan mendekat selagi menutup bukunya. Di sampul bukunya itu tertulis dalam bahasa Inggris 'The Art of War by Sun Tzu'. Pito terdiam selagi memandang sosok Serigala Putih yang terkapar tak berdaya itu di depannya. Lalu berkata sebelum akhirnya berbalik pergi.
"Menakutkan-menakutkan~, informasi sungguh menakutkan ..."