Meleonarch van Pieterzcoon, dia lahir sebagai seorang bangsawan di tanah Belanda dan sejak kecil selalu disanjung tinggi oleh orang-orang di sekitarnya. Ditambah lagi dengan kedudukan ayahnya yang merupakan seorang jendral berpangkat tinggi dalam pasukan tentara Belanda.
Sebagai anak pertama yang akan mewarisi wibawa dari ayahnya, Meleonarch selalu berlatih dengan giat agar ia tak akan pernah kalah dari siapapun dan dapat mempertahankan harga dirinya sebagai bangsawan.
Kemudian saat ia beranjak pada umur 23 tahun, Meleonarch di panggil ke Gereja Besar VOC untuk mendapat suatu mandat dari sang raja. Gereja itu begitu besar dan luas.
Di iringi dengan musik piano raksasa Meleonarch maju selangkah demi selangkah.
Di samping kiri dan kanannya berdiri puluhan jendral dan petinggi-petinggi militer yang datang untuk menyaksikan pemandatannya itu. Hingga sampailah ia di ujung karpet merah yang menyertainya dari depan pintu itu, lalu ia berlutut di depan sang raja yang sudah menunggunya duduk dengan baju kebesarannya.
Di samping kiri sang raja berdiri seorang pelayan kerajaan yang memegang sebuah nampan yang di atasnya terdapat sebuah gulungan kertas yang di penuhi noda merah misterius dan diikat dengan sebuah pita emas yang tersegel dengan simbol kerajaan. Sedangkan di samping kanannya seorang pelayan berdiri dengan sebuah nampan yang di atasnya terdapat sebuah belati bermotif mawar dengan warna hitam arang pada bilah dan genggamannya.
Lalu seketika itu musik di hentikan dan suasana ruangan istana menjadi senyap.
Sang raja pun berikrar.
"Meleonarch van Pieterzcoon, apakah kau akan bersumpah untuk melayani Kerajaan Belanda hingga akhir hayat mu?"
"Saya bersumpah Yang Mulia!"
"Apakah kau juga bersumpah untuk berjuang hingga tetes darahmu yang terakhir?"
"Saya bersumpah Yang Mulia!"
"Dan apakah kau bersumpah untuk memberikan jiwa mu?"
Sang raja menanyakan pertanyaan ketiganya dengan nada yang lebih dalam.
Mendengar pertanyaan raja itu, Meleonarch menjadi terhenti sejenak. Namun ia segera meyakinkan dirinya lagi dan segera menjawab dengan lebih tegas.
"Saya bersumpah Yang Mulia!!"
Kemudian si pelayan di samping sang raja yang memegang nampan berisi belati hitam itu melangkah kedepan bersamaan dengan si pelayan yang membawa nampan berisi gulungan kertas merah. Kemudian sang raja berikrar lagi "Sekarang berikanlah darahmu sebagai bukti pengabdian mu!".
Meski sedikit ragu Meleonarch mengambil belati itu dengan tangan kirinya dengan menghadap ke bawah dan kemudian ia menggenggamkan tangan kanannya pada bilah belati itu dan meneteskan darahnya pada gulungan kertas itu dan membuatnya memiliki noda merah baru yang lebih gelap dari noda lainnya.
Kemudian rasa pusing yang hebat tiba-tiba menyerang kepala Meleonarch tepat setelah iya meneteskan darahnya dan membuatnya menjatuhkan belati hitam di tangan kirinya.
Suara metal yang terbentur pada kerasnya lantai marmer pun menggema sampai ke ujung ruangan, namun anehnya tak ada seorang pun yang terganggu dengan kejadian itu seakan sudah biasa menyaksikan kejadian serupa.
Meleonarch yang berusaha menjaga wibawanya di depan sang raja berusaha kembali berdiri tegap dan mundur perlahan seraya meninggalkan ruangan tersebut.
Klang klong klang klong ...
Terdengar suara lonceng yang menggema keseluruh wilayah itu, menandakan tepat dini hari saat Meleonarch melangkah keluar dari ruangan pemandatannya.
"Tuan Meleonarch, perkenalkan nama saya adalah Shcluzt von Gilliad. Saya akan menjadi nahkoda pada pelayaran anda malam ini menuju Tanah Jawa."
Seorang pria dengan setelan pelaut terlihat di depan pintu menyambut Meleonarch yang baru melangkahkan kakinya keluar ruangan itu.
"Oh jadi begitu ... sebentar! Apa maksudmu dengan 'malam ini', bukannya pelayarannya seharusnya baru di mulai satu minggu lagi?"
"Sebenarnya ada sedikit perubahan mendadak yang mengharuskan anda segera berlayar malam ini. Namun anda tak perlu khawatir karena semua keperluan anda sudah saya persiapkan dengan baik"
Meleonarch yang baru saja mendapat mandatnya berpikir kalau masalah kecil tidak boleh menjadi suatu batu sandungan untuk karirnya. Meskipun sebenarnya segala kejadian hari itu menjadi suatu hal yang sangat mengganggu bagi pikirannya namun karena tekadnya yang sudah bulat dan untuk menjaga posisi yang baru ia dapatkan itu, maka ia segera mengiyakan pelayaran itu dan segera bersiap untuk berangkat malam itu.
§
Pada malam keberangkatan Meleonarch itu, di dalam kabin kamarnya ternyata sudah di ikat tiga orang wanita muda dengan enam buah kerangkeng besi yang melingkar di lengan mereka. Kerangkeng besi itu terhubung ke lantai ruangan bersamaan dengan sebuah surat di atas tempat tidurnya.
Namun Meleonarch yang memiliki harga diri tinggi memandang hal itu sebagai sebuah penghinaan bagi kehormatannya. Tetapi karena ia harus menjaga wibawanya ia menahan rasa marahnya dan mengambil surat itu untuk membukanya.
Dan seperti yang telah ia pikirkan sebelum membukanya, dalam surat itu tertulis demikian :
" Kepada
Yth. Jendral Muda Meleonarch van Pieterzcoon
Sehubungan dengan pelantikan anda maka kami hadiahkan tiga perawan yang kami bawa dari salah satu negeri jajahan.
Silakan anda nikmati ketiga jamuan malam ini.
Shcluzt von Gillian"
Melihat nama dari pengirim surat itu, Meleonarch segera menyadari bahwa si pengirim adalah sang nahkoda dari kapal yang ia kendarai tersebut.
Lalu dengan membawa surat itu di tangannya, Meleonarch menutup pintu kamarnya dan meninggalkan ketiga gadis itu untuk menemui sang nahkoda dan meminta penjelasan.
Namun sesampainya di ruang nahkoda bukanlah seorang nahkoda yang ia temukan. Melainkan seekor monster kelelawar yang dengan lahapnya sedang menyantap mangsanya yang sudah bermandikan darah dari luka-luka gigitan monster itu.
Kaget dengan keadaan itu Meleonarch terhentak beberapa langkah kebelakang namun ia tetap bersikeras untuk tak pergi dari ruangan itu. Sambil menyaksikan keganasan si monster melahap korban-korbannya dalam dinginya ruangan itu ia mulai memberanikan diri untuk berkata-kata.
"Apakah itu kau Shcluzt?"
Sang monster yang mendengar perkataan Meleonarch itu segera memalingkan wajahnya, kemudian menjatuhkan mangsa yang ada di tangannya itu. Sembari melangkah mendekati Meleonarch yang ada di ujung pintu, badan besar dan sayap yang di selimuti kulit gelap itu mulai berubah ke wujud seorang pria yang di panggil Schluzt tersebut.
"Maaf harus menemui anda dalam keadaan seperti ini Tuan Muda, apakah ada yang dapat saya lakukan untuk anda?"
Pria itu mengatakannya sambil membungkukan badannya seperti seorang pelayan. Kemudian dengan sedikit berdahak Meleonarch melanjutkan.
"Tiga orang perawan di kamarku, ..."
"Oh tentang tiga perawan itu!? maafkan kebodohan saya yang lupa menjelaskannya pada Tuan Muda. Anda pasti bingung harus berbuat apa pada ketiga perawan tersebut. Sebenarnya tubuh Tuan sudah berubah sejak pemandatan pagi ini."
"Jadi begitukah!? Sekarang aku paham ... " dengan kepala yang menunduk dan wajah yang muram meskipun semua hal yang dia alami masih terasa sulit untuk dipercaya.
"Kalau begitu Schluzt, bisakah kau menjawab pertanyaanku ini?"
"Apapun yang dapat saya jawab Tuanku"
"Gulungan merah penuh bercak darah itu ... gulungan yang disegel dengan segel kerajaan itu, ... bukan gulungan kertas biasakan?!"
"Tentu saja Tuanku ..."
Seakan sudah memahami semuanya kemudian Meleonarch langsung kembali keruangannya meninggalkan Shcluzt dengan ruangan penuh darah dan mayat itu.
Malam itu, jeritan para perawan itu hanya terdengar beberapa menit dan malam kembali sunyi seiring dengan angin laut yang berembus menemani pelayaran mereka.