Kosan Bodas, Bandung, 1999
"Woy, anak kembar! Pasti ngomongin bisnis," sapa Lala saat melewati Uge dan Agi yang sedang ngobrol di teras Kosan Bodas.
"Eh, si cantik, mau kemana malam-malam?" tanya Agi.
"Mau ke BIP, ada yang harus aku beli, anterin atuh, Gi!" pinta Lala.
"Bukannya enggak mau, entar Bang Ucok manyun lagi," jawab Agi
"Idih, emang Bang Ucok siapa?" sahut Lala ketus.
"Hahaha, sori atuh! La. Lihat sendiri nih, gue lagi mengarahkan Uge, jangan sampe proyek trilyunan gue, enggak beres dia pegang," ujar Agi.
"Dasar Giting!" maki Lala sambil tertawa.
"Eh, La. Kalo mau bawa BMW gue, pake aja," kata Agi sambil menunjukkan kunci mobil.
"Bener nih, terus kamu naik apa kalo mau keluar?" tanya Lala.
"Yaelah, showroom mobil banyak, jangan kaya orang susah," sahut Agi.
"Iya deh, si tajir melintir, aku pinjem ya," ujar Lala sambil mengambil kunci mobil dari tangan Agi.
"La! Ssst, lu mau enggak jadi selir gue," tanya Agi pelan.
"Males!" jawab Lala.
"Hehe, ya udah, jadi pacar deh! Nanti cewek gue yang cover girl itu, gue putusin, gimana? Mau ngerasain pacaran di dalem BMW enggak?" rayu Agi sambil mengedipkan sebelah mata.
"Ish! Otak kamu karporitin dulu deh biar bersih! Jadi cowok tuh kaya Uge, bisa bikin cewek bahagia dunia akhirat," ujar Lala sambil melirik Uge.
"Dasar, selera rendah," maki Agi sambil tertawa.
Uge tersenyum. "Bener nih, La? Ada peluang dong?"
"Kelihatannya gimana?" sahut Lala sambil tertawa.
"Ya udah, tinggal ngomong mau dilamar kapan," ujar Uge.
"Ah, kamu mah becanda doang sih. Udah ah, entar kemaleman. Aku jalan dulu ya, makasih Agi," ujar Lala.
"Loh, kok? Gue serius, La?" kata Uge.
"Hahaha, bye anak kembar!" sahut Lala sambil menuju mobil.
Awalnya Lala membawa mobil Agi berjalan agak tersendat-sendat, tetapi akhirnya ia berhasil keluar dari kosan Bodas dan menghilang dari pandangan.
"Gawat nih, Uge diem-diem. Berat juga saingan sama Ustad," ujar Agi.
"Iyalah, makanya lu hijrah, biar lancar semua urusan," sahut Uge.
"Ah, elu aja bujang lapuk! Lupa gue," ledek Agi sambil tertawa.
Uge tersenyum. "Udah! Mending kita lanjutin urusan tadi. Gi, kita harus ke Jakarta, Bandung memang enak, tapi perputaran uang kan adanya di pusat."
"Iya sih, tapi Depok kan bukan Jakarta, Ge."
"Deket, justru karena agak minggir, harga tanahnya jadi enggak semahal di Jakarta."
"Iya, tapi tetep aja butuh duit banyak. Kenapa enggak lu tawarin aja ke Pak Nata?"
"Pak Nata emang pernah nantangin gue untuk ngegarap proyek yang lebih besar, tapi dia lagi sibuk sama urusan kasus yang dia pegang, makanya gue prospek ke elu."
"Sialan lu, Ge! Gue baru sadar, cuna modal ngeyakinin orang, lu jadi punya banyak duit."
"Enak aja modal ngeyakinin doang. Emang arsiteknya sama yang bikin bisnis plan, siapa?"
"Iya sih. Eh, sekali-kali gue juga dilibatin jadi arsiteknya dong, kita kan sama-sama calon arsitek."
"Bukannya gue enggak mau, Gi. Terakhir kali lu yang bikin, kan malah dikira gambar kandang ayam sama Pak Yusuf."
"Hahaha! Rese emang tuh bokap gue. Terus, tugas gue itu cuma nyetor duit bokap ke elu?"
"Lho, justru enak kan? Enggak keringetan, enggak pusing, tapi hasilnya bisa bikin elu beli BMW pake duit sendiri. Suatu saat gue malah harus kaya elu."
"Bisa aja lu! Ya, udah, kasih gue waktu, Ge."
"Pasti, asal jangan kelamaan Gi," balas Uge.
"Siap Bos! Hahaha," sahut Agi.
Agi melihat Bang Ucok berjalan mengendap-endap sambil membawa kamera digital yang baru dibelinya.
"Heh, mau kemana lu, Bang? Nyelonong aja! Sini dulu, fotoin kita," tegur Agi.
Bang Ucok terkejut. "Eh, ada kelen rupanya. Oke, abang foto ya. Uge, kau dekat sikit ke Agi."
Uge menuruti permintaan Bang Ucok.
"Senyum ya, satu, dua ... Paten!"
"Lihat bang," minta Agi.
"Nah, tengoklah, hehehe, memang macam anak kembar kelen," kata Bang Ucok sambil menunjukkan kameranya pada kedua anak itu.
"Kembar apanya? Gantengan gue jauh," kata Agi.
"Apaan? Lu itu cuma menang rajin mandi doang, Gi," sahut Uge.
"Iya deh, berarti gue kalah di daki, ya? Hahaha!" balas Agi.
"Hehe, ribut kali kelen. Dua-dua sama aja, ganteng tapi tak laku, haa?" ledek Bang Ucok.
"Uge kali yang enggak laku. Cewek gue mah banyak, foto model semua lagi. Nanti kalo lagi pada gak sibuk, gue ajak ke sini deh," sesumbar Agi.
"Foto model obat nyamuk cap kingkong? Hey, Giting! Yang lain bisalah kau tipu, hehehe. Pantaslah kau bisa bawak cewek cantik ke pesta nikah kawan kita minggu lalu, rupanya itu SPG rokok yang dibayar purak-purak jadi ceweknya. Memang giting kalilah kau!" kata Bang Ucok sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Uge dan Agi tertawa.
"Waktunya mendadak. Cewek gue yang beneran kan lagi sibuk pemotretan, Bang." kilah Agi.
"Ah! Sukak hatimulah, hehe. Udah ya, abang lagi buru-buru ini. O, iya, kelen jangan kemana-mana ya, nanti abang bawa martabak telor. 5 kotak cukup kan?" tanya Bang Ucok.
"Tumben!" ujar Agi takjub.
"Justru mencurigakan. Udah mendadak wangi, mau bawa martabak lagi," komentar Uge.
"Nah! Mau pacaran, ya? Gue laporin Lala, ya," ancam Agi.
Bang Ucok tersenyum misterius sambil mengedipkan sebelah mata, lalu bergegas pergi.
Uge dan Agi ingin menyudahi pembicaraan mereka, tiba-tiba pager Agi berbunyi. Agi membaca pesan yang masuk, ia tertawa terpingkal-pingkal.
"Kenapa, lu?" tanya Uge.
""Hahaha! Bangke! Enak banget tuh kadal! Nih, lu baca," Agi menunjukkan pagernya.
Lala - Aku kagok bawa BMW, jd terpaksa ajak Bang ucok. Agi kan sibuk sm Uge.
Keduanya tertawa terpingkal-pingkal.
"Bener kan? Wangi, martabak, senyumnya lebar hampir sampe kuping. Pasti ada yang enggak beres," ujar Uge.
"Pantes bawa kamera. Dia mau pamer nunjukin foto dia sama Lala," sahut Agi.
"Wah bahaya. Lu mau terjebak martabak, terus dipaksa dengerin cerita dia semalam suntuk?" tanya Uge.
"Bubar, bubar! Mending ngunpet di kamar," sahut Agi.
*****
Agi dan Uge memang punya banyak kesamaan, sehingga sering dibilang anak kembar, tetapi keduanya tidak layak disebut pinang dibelah dua.
Agi memiliki warna kulit seputih model iklan Tje fuk. Wajahnya licin tanpa perlu dipoles photoshop, tidak ada sedikitpun bekas jerawat, gores, apalagi codet. Rambut gondrong Agi seperti milik gadis iklan shampo, jika disingkap, setiap helai tidak akan saling menempel. Agi gampang bosan, sehingga semua pakaian dan aksesoris mahal yang dipakainya berumur singkat. Dampak positifnya ia selalu menghibahkan benda-benda itu pada anak-anak kosan Bodas, tak heran, teman-temannya di sini jadi ketularan keren.
Uge juga memiliki warna kulit seperti model iklan produk perawatan kulit, tetapi sayangnya untuk versi sebelum pemakaian, karena kulitnya telah gosong terbakar matahari, untungnya warna asli kulit Uge masih terlihat pada garis belang di lengannya. Wajah Uge juga licin, maksudnya licin seperti penggorengan karena berminyak. Itulah sebabnya ia sering merasa minder bila disandingkan dengan Teflon, karena menurut iklan, wajan tersebut bisa menggoreng tanpa minyak. Rambut gondrong Uge saling menempel, bahkan seolah memiliki magnet yang mampu menarik benda-benda mikroskopis yang berterbangan di udara. Model rambutnya juga sangat dipengaruhi tingkat stresnya, saat urusan kuliah dan pekerjaan tidak membebaninya, bentuknya mengikuti sisiran jari, saat terbebani, bentuknya mengikuti remasan jari. Pakaian Uge tentu tidak dinantikan siapapun, karena dari ketajaman warna dan beberapa kecacatan, seharusnya malah sudah turun pangkat jadi kain lap.
Soal sifat tentu tidak perlu diceritakan, karena jelas berbeda. Itulah Uge dan Agi. Mereka memang serupa tetapi tak sama.
*****