Ding... dong...
Daehyun segera membuka pintu. Ia cukup kaget saat melihat siapa yang datang. Ditambah dengan dinginnya angin malam yang menambah kesan mengerikan kepada pria asing itu.
Kejadian itu membuat Daehyun mendapatkan pelajaran baru yaitu, jangan membuka pintu secepat mungki sebab orang yang berada disana tidak pasti orang yang berada dipikiranmu.
"Senyumnya... menyeramkan," batin Daehyun lalu menelan air liurnya berat.
"Maaf... keluargaku tidak ada di rumah. Mungkin akan kembali beberapa hari kedepan," kata Daehyun sambil mencoba tidak membuat suaranya terdengar gemetaran di hadapan pria tinggi menggunakan jas lengkap. Untung saja pria itu tidak botak dan berwajah datar.
Menurut Daehyun, pria itu cukup mengerikan jadi dia mencoba menutup kembali pintu, tapi tidak berhasil. Ia tidak menyangka akan menggunakan ilmu bela dirinya.
Pria itu menahan pintu dan menatap cukup lama Daehyun, dari bawah sampai atas. Melihatnya cukup lama membuat pria itu tidak dapat menahan rasa iba karena anak di depannya harus terlibat dengan kasus besar dan sangat berbahaya.
"Kim Daehyun, ada yang ingin kukatakan kepadamu," kata pria itu yang akhirnya buka suara sambil menahan pintu dengan satu tangan.
"Ma-maaf, datanglah lain kali saat keluargaku ada."
Daehyun mendorong pintu sekuat tenaga tapi pria itu menahannya dengan sangat mudah. Pria itu mendorong pintu sampai Daehyun harus menahan dirinya yang hampir terjatuh. Merasa dirinya terancam, Daehyun segera berlari menuju kamarnya, ia menyesal telah meninggalkan ponselnya dikasur. Tanpa berpikir lama, pria itu langsung menagkap dan mengangkat Daehyun menuju ruang keluarga.
Daehyun yang tiba-tiba diangkat tentu saja sangat kaget.
"Turunkan aku! Aku sama sekali tidak mengenalmu," seru Daehyun sambil mencoba melepaskan dirinya dari pria itu.
"Tapi aku mengenalmu," sahut pria itu.
Pria itu memperbaiki posisi duduk Daehyun agar Daehyun menghadap ke meja, tapi tetap dalam pangkuannya agar Daehyun tidak kabur lagi. Ia lalu mengeluarkan beberapa berkas.
"A-apa ini?" tanya Daehyun sambil menerima berkas itu.
"Kau lihat saja sendiri, apa yang dititipkan orang yang selama ini kau panggil 'keluarga'."
Daehyun sempat ragu, tapi mau tidak mau, ia harus membukanya.
"50 juta won... kenapa bisa sebanyak ini? Hei, jangan menipuku. Aku bisa memanggil polisi," kata Daehyun tidak percaya saat melihat lembaran yang tertuliskan uang pinjaman sebesar 50 juta won.
Pria itu memberikan bukti yang membuat Daehyun tidak dapat mengatakan apa pun.
"Mereka meminjam uang padaku, tapi mereka berani-beraninya kabur entah ke mana."
"Kabur?"
Pria itu tersenyum.
"Mereka kabur dan meninggalkan nominal yang sangat besar kepada seseorang yang sangat ia percaya."
Pria itu membuka lembaran paling terakhir.
"Tanda tangan," lanjut pria itu sambil memberikan Daehyun pulpen.
Daehyun hanya terdiam tidak percaya setelah melihat bahwa namanya tercantum di kolom peminjam.
"Mereka meninggalkanku dengan utang yang sangat besar... apa yang harus kulakukan? Sekarang aku hanya memiliki 1.9 juta won. Seharusnya tadi aku tidak belanja sebanyak itu," batin Daehyun menyesal.
"Apa kau juga mau kabur?"
Intonasi pria itu membuat lamunan Daehyun langsung buyar, begitu juga dengan nyalinya yang menciut. Takut.
"Aku tahu semua tentangmu. Coba saja kabur dariku, maka aku akan memberimu pelajaran. Apa kau mengerti?"
Daehyun mengangguk kecil. "Aku sama sekali tidak tahu harus melakukan apa. Apa yang bisa kau harapkan dariku? Umurku saja masih 12 tahun."
"Yang aku harapkan adalah kau mendatangani perjanjian ini dan membayarnya."
Pria itu menaruh pulpen di tangan Daehyun lalu menariknya ke kolom tanda tangan.
"Aku hanya memiliki kurang lebih 1.9 juta won... hanya itu."
"Apa urusannya denganku? Berikan saja kepadaku 1.5 juta won itu. Hei, aku telah meringankan bebanmu. Tunggu, apa kau pikir mereka meninggalkan uang itu untuk kau gunakan bersenang-senang?"
Daehyun hanya menggeleng.
"Aku telah meringankan bebanmu, ingat itu," sahut pria itu dengan suara dingin.
Dengan hati yang berat, Daehyun menandatanganinya.
"Bagaimana aku membayarnya? Apa ada orang yang ingin memperkerjakanku?" batin Daehyun yang mengingat dirinya masih berumur 12 tahun.
Walau ia tahu pemrograman dan dapat mendapatkan uang secara ilegal, ia sama sekali tidak punya pikiran untuk melakukan itu.
"Aku tahu kau pasti berpikir akan kerja di mana. Makanya aku menyiapkan ini." Pria itu mengeluarkan selembar surat pegawai baru, sebuah Restoran plus cafe yang tidak jauh dari rumah Daehyun, hanya membutuhkan 10 menit saja jika naik sepeda untuk menuju tempat itu.
"Datanglah ke tempat ini jam 9 pagi. Apa kau mengerti?"
"Iya."
"Bagus."
Pria itu menurunkan Daehyun lalu memberikannya sebuah kartu nama bertuliskan 'Lee Dongwook'.
"Perlihatkan kepada manager tempat itu. Jangan sampai hilang," kata Dongwook lalu keluar dari rumah Daehyun.
Setelah mendengar suara pintu yang tertutup, Daehyun segera mengunci pintu rumah dan duduk membelakangi pintu itu sambil menatap berkas yang ia dapat.
"Apa yang harus kulakukan? Gaji seorang pelayan tidaklah cukup untuk membayarnya. Pasti membutuhkan waktu yang lama."
Daehyun menghela nafas panjang.
"Apa ini yang balasan yang kudapatkan karena berbohong?"
***
Sesampainya di mobil, Dongwook langsung mengambil ponselnya.
"Dia akan datang besok sesuai waktu yang kalian tentukan. Beri tahu juga kepada yang lain."
"Baiklah, aku akan menyampaikannya."
"Kim Seokjin-sshi."
"Apa?"
"Apa mereka benar-benar mengincarnya?"
Seokjin tidak langsung merespon.
"Jika bukan karena dia, kami tidak akan masuk dalam misi kalian."
"Baiklah, aku mengerti. Terima kasih telah berpartisipasi."
Tuut...
***
Keesokan harinya, Daehyun terlambat bangun karena semalaman dia memikirkan utang-utangnya dan pria menyeramkan itu. Dengan waktu hanya 30 menit sebelum jarum jam menunjukkan angka 9 tepat. Ia dengan cepat mandi, berpakaian, dan meminum satu bungkus susu coklat tanpa memakan apa pun. Daehyun mengayun sepedanya dengan kecepatan penuh menuju tempat kerjanya itu, yaitu Resto&Cafe. Perpaduan antara dinding berwarna putih dan beratap biru. Restoran itu memiliki pekarangan kecil.
Sedangkan, lima pria yang telah lama menunggu kehadiran Daehyun akhirnya lega saat melihat Daehyun memarkirkan sepedanya di depan Resto&Cafe. Mereka memilih untuk bersembunyi dulu ruang ganti dan membiarkan Hyung tertua menanganinya.
"Maaf, apa restoran ini milik Tuan Lee Dongwook?" tanya Daehyun saat melihat seorang pria.
"Ya, itu benar. Masuklah," jawab Seokjin.
Seokjin mempersilahkan Daehyun duduk di meja ujung restoran. Setelah memperhatikannya beberapa saat, Seokjin akhirnya tahu kenapa Daehyun terlambat hanya dari mata Daehyun yang terlihat lumayan lelah karena kurang tidur.
"Eh... Tuan Lee menyuruhku memberikanmu kartu dan juga lembaran ini," kata Daehyun sambil memberikan Seokjin kartu nama Dongwook dan lembaran pegawai baru.
Seokjin menerimanya dan pura-pura membacanya, karena ia tahu siapa yang berada di depannya.
"Baiklah, kau di terima."
"Hah?"
"Kenapa?"
"Tidak... aku hanya bingung kenapa kau bisa langsung menerimaku."
"Karena aku yang bertanggung jawab dalam menerima pegawai baru dan juga kau terlihat seperti anak yang akan melakukan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh. Apa kau bisa kerja hari ini?"
"Tentu saja. Teri-"
Growl...
Sejenak keheningan menemani mereka hingga Seokjin memulai percakapan kembali.
"Apa kau belum makan?"
"Maaf, tadi aku terlambat bangun. Jadi aku hanya minum susu saja. Kalau boleh, apakah aku bisa pergi ke minimarket?"
"Tidak."
Mendengar penolakan tersebut, Daehyun hanya dapat murung.
"Karena aku ingin kau mencicipi masakanku. Tunggulah sebentar, aku akan membuatnya."
Seokjin meninggalkan Daehyun yang masih kebingungan. Menggunakan kesempatan itu, dua orang pria yang sudah ridak sabar lagi segera mendekatinya. Pria dengan senyum kotaknya datang dengan segelas Hot Chocolate.
"Aku di sini tidak untuk memesan apa-apa, Hyung," kata Daehyun saat hor choco itu telah berada di depannya.
"Anggap saja sebagai hadiah selamat datang," sahutnya.
"Itu benar. Sekarang kau juga pekerja disini," kata pria yang memiliki gigi kelinci dan langsung mengambil berkas itu dari Daehyun. Betapa lengkapnya Daehyun mengisi formulir itu
"Taehyung, Jungkook, kembalilah ke tempat kalian," kata pria berkulit seputih susu.
"Aish. Kami hanya ingin bermain dengannya sebentar, Yoongi Hyung" gerutu Taehyung.
Yoongi hanya diam dan menatap mereka berdua.
"Nanti kita bermain lagi, Daehyun," kata Taehyung dan Jungkook lalu dengan cepat pergi sebelum tatapan tajam Yoongi menyerang mental mereka.
Daehyun hanya mengangguk bingung karena keakraban mereka yang tiba-tiba. Yoongi segera duduk di kursi depan Daehyun.
"Mereka berdua adalah Taehyung dan Jungkook, jika mereka mengusikmu jangan sungkan untuk memberitahuku. Apa kau mengerti?"
"Ya, aku mengerti. Tapi aku tidak masalah dengan perlakuan mereka, karena menurutku mereka baik dan menyenangkan."
"Dan juga familiar..." lanjut Daehyun dalam benaknya, ia benar-benar merasa familiar didekat mereka semua. Kepalanya juga tiba-tiba sakit setelah melihat mereka semua, tapi ia segera menahannya dan tidak memikirkannya karena ia kesini untuk bekerja.
Yoongi hanya tersenyum.
"Namaku Yoongi, penanggung jawab Cafe. Walau aku bukan bagian dari restoran, aku sangat pandai dalam urusan membuat steak. Aku akan membuatkannya untukmu jika kau mau sekarang."
"Terima kasih, tapi mungkin lain kali saja karena Hyung yang bertanggung jawab mengurus restoran telah membuatkanku makanan."
Daehyun baru ingat, pria yang menerimanya tadi tidak mengatakan namanya. Begitu juga dengan Seokjin yang lupa memperkenalkan dirinya.
"Begitu ya... apa ada yang ingin kau tanyakan?"
Daehyun mengangguk.
"Siapa Hyung yang membuatkanku makanan sekarang?"
"Dia tidak mengatakannya?"
Daehyun mengangguk.
"Namanya Seokjin. Apa masih ada yang lain?"
"Apa tugasku?"
"Tugasmu... eh, isi ulang semua bahan-bahan kebutuhan restoran dan cafe seperti sirup atau apalah itu. Lakukan setelah kau habiskan makanan dan minumanmu, tidak perlu terburu-buru. Aku ke ruang kerjaku dulu," kata Yoongi lalu kembali ke ruang kerjanya.
Saat Daehyun menikmati minumannya, datang seorang pria lagi menaruh kue Tiramisu di depannya.
"Aku Jimin, bekerja di dapur sebagai baker. Apa kau bisa mencicipi kue buatanku?" tanya Jimin.
Daehyun hanya mengangguk dan langsung mengambil sesuap kue.
"Woah~ ini sangat enak, Hyung," puji Daehyun.
"Tentu saja. Datang saja ke dapur dan aku akan memberikanmu kudapan yang kau ma- ouch! Kenapa kau memukulku, Hyung?" gerutu Jimin ke Yoongi karena ia tiba-tiba di pukul tanpa sebab di kepala.
Yoongi keluar dari ruangannya lagi karena melihat Jimin memberikan kue kepada Daehyun.
"Jimin! Kau memberikannya kue sedangkan kau tahu Seokjin Hyung telah membuatkannya makanan, dan juga jangan memberikannya terlalu banyak makanan manis. Itu tidak baik untuk kesehatan," sahut Yoongi.
"Aku tahu itu," gerutu Jimin kembali lalu menatap Daehyun. "Datang saja ke dapur, ok?" Lalu meninggalkan Yoongi dan Daehyun.
"Kenapa mereka sangat susah diatur?" gerutu Yoongi.
Yoongi sekali lagi duduk di bangku depan Daehyun.
"Apa itu sangat enak?"
"Iya. Apa kau mencobanya, Hyung?"
"Tidak, aku tidak tahan makanan manis. Lebih baik aku minum Ice Americano."
"Itu sangat pahit."
"Pahit, tapi nikmat. Aku akan kembali ke ruanganku. Segera panggil aku jika mereka mengusikmu sekali lagi."
Daehyun mengangguk lalu segera memakan kuenya sampai habis.
"Daehyun, apa kau baru saja makan kue dan minum hot chocolate? Siapa yang memberikanmu?" tanya Seokjin dengan nampan yang berada ditangannya. Ia datang dengan membawa sepiring nasi putih yang diatasnya terdapat telur yang menggembung, menurut Daehyun.
"Iya, aku mendapatkannya dari Jimin Hyung dan Taehyung Hyung. Kudapan di sini sangat enak."
Seokjin meletakkannya di depan Daehyun dan segera membelah telur itu.
"Waah, ternyata ada isinya," kata Daehyun saat melihat cincangan daging dan tomat ikut keluar bersama sisa telur yang masih setengah masak.
"Syukurlah kau menyukainya. Tapi kuharap lain kali makanlah makanan berat sebelum makanan ringan. Makanlah dengan lahap," sahut Seokjin sambil menaruh segelas air putih di samping piring Daehyun dan susu segar untuknya.
"Apa kau menyukainya?"
"Iya, ini sangat enak, Manager."
"Kenapa kau memanggilku manager sedangkan yang lain kau panggil Hyung? Panggil aku juga dengan sebutan 'Hyung' juga."
"Baiklah, Seokjin Hyung."
"Oh, dari mana kau tahu namaku? Seingatku, aku tadi lupa memperkenalkan diriku sendiri."
"Yoongi Hyung tadi mengatakan namamu. Dan juga, apa ada resep khusus untuk telur ini?"
"Resep khusus? Tidak ada. Aku membuatnya seperti biasa. Apa kau mau membuatnya di rumah?"
"Tidak. Hanya saja rasanya seperti bekal milik kenalanku, dia seorang dokter."
"Rasanya?"
"Ya sangat mirip."
Daehyun sangat yakin bahwa rasa makanan yang berada didepannya itu sama persis seperti milik bekal Hoseok. Tapi sekali lagi, ia hanya menghiraukannya karena perutnya masih membutuhkan makanan untuk dicerna.
TBC:)