webnovel

Bertemu Kirana

Beberapa hari ini Kirana menjaga shift malam di UGD. Dia menggantikan dokter lain yang cuti bersalin. Setidaknya untuk satu bulan terakhir ini dia akan menjadi kelelawar penjaga UGD.

Sejujurnya Kirana tidak keberatan shift malam selama sebulan. Masalahnya Vero tidak akan tinggal diam kalau tahu Kirana harus shift malam nonstop selama itu.

Vero pasti akan mulai cemas lalu mengomel padanya. Kirana sampai takut membayangkan omelan Vero yang tidak putus-putus seperti kereta api.

Ponselnya berdering. Nama Vero muncul di layarnya.

Astaga… Baru saja Kirana memikirkan gadis itu, eh… Vero sudah menelponnya.

"Halo," sapa Kirana.

"Sedang apa kamu di tempat terkutuk itu?" Vero bertanya blak-blakan.

"Hei, UGD bukan tempat terkutuk tau!" Kirana kesal.

Vero mendecakkan lidah. "Itu adalah tempat terkutuk, Kirana. Aku yakin Pak Tanjung sudah menjampi-jampi tempat itu supaya kamu bekerja setiap malam tanpa henti di sana."

"Apaan sih? Lebay deh," sahut Kirana acuh.

"Kapan sih kamu berhenti shift malam? Aku bosan nih. Di rumah kayak jomblo. Sendirian," Vero kesal dan bosan.

"Kan kamu tahu sendiri aku sebulan ini wajib shift malam. Kalau ada dokter lain yang bisa ikutan jaga, baru deh aku gak shift malam lagi," Kirana menjelaskan.

Sebenarnya dia sudah menjelaskan dari beberapa hari lalu. Tapi tetap saja Vero mempertanyakan kenapa Kirana harus shift malam.

"Rasanya aku pengen bawa cowok ke rumah supaya gak kesepian di sini," Vero mulai melantur.

"Ngaco kamu! Awas kalau berani-berani bawa cowok asing ke apartemen kita. Aku bakal langsung pindah!" ancam Kirana.

"Ya ya ya. Tenang aja. Aku masih cewek baik-baik kok."

"Baguslah. Aku tutup dulu teleponnya ya. Bye." Klik telepon terputus.

Entah apa yang sedang merasuki otak Vero. Dia suka banget menelpon Kirana jam 11 malam, jam 3 pagi bahkan jam 5 pagi saat Kirana mulai tertidur di ruang istirahat tenaga medis.

Lalu pintu UGD ada yang mengetuk. Victor masuk ke dalam ruangan sambil membawakan bungkusan besar.

"Victor? Tumben ke sini?" tanya Kirana. Ia kaget melihat Victor mengunjungi UGD pukul 11 malam.

"Hai, Dokter Cantik," sapanya.

Victor meletakkan bungkusan itu di meja Kirana.

"Apa ini?" Kirana bingung. Ia mulai membuka bungkusan yang di bawa Victor.

"Aku dengar dari para perawat kamu shift malam terus jadi aku sengaja bawain kamu buah-buahan sama gingseng. Ini aku beli ginseng impor dari Korea lho. Katanya bisa memulihkan tanaga orang yang kelelahan."

Mata Kirana berbinar-binar melihat buah tangan yang di bawa Victor. Semua buah yang di bawa pria itu adalah kesukaannya. Tunggu dari mana Victor tahu Kirana suka apel, jeruk dan pir?

"Kamu gak perlu repot-repot bawain aku oleh-oleh kayak gini," Kirana merasa tidak enak hati pada Victor.

Victor mengibaskan tangannya. "Santai aja, Dokter Cantik. Aku bawain ini semua supaya aku bisa ngeliat kamu."

"Kamu selalu aja menggoda dan merayu. Apa kamu gak capek, Vic?"

Sejak mengenal Victor, pria itu selalu saja menggoda Kirana. Entah bilang pengen "gak cuman Bastian aja yang bisa berbuat baik" ataupun "mending kita jadi pacar."

Victor tertawa. "Aku udah bertekad untuk terus merayumu sampai kamu jadi pacarku. Gimana?"

"Jangan bercanda deh," balas Kirana.

"Siapa yang bercanda? Aku serius ini," Victor berusaha meyakinkan Kirana.

"Kamu suka sama aku? Mau jadi pacarku?"

Kirana kemudian tertawa.

Victor heran dengan Kirana. Mengapa gadis itu selalu saja menganggap semua perkataannya sebuah candaan? Apakah Victor terlihat sedang bercanda?

Victor memberanikan diri maju selangkah. Ia menarik Kirana hingga wajah mereka hanya berjarak sepuluh senti.

"Apa sekarang aku masih kelihatan bercanda?" Victor menatap mata Kirana lurus-lurus. Ia berharap gadis itu bisa melihat perasaannya.

"Vic, ini rumah sakit. Plis, lepasin aku," kata Kirana lalu membuang muka.

Kirana melepaskan diri dari pelukan Victor.

"Kamu bener-bener membuatku takut,�� ungkap Kirana.

"Kenapa? Kamu takut pada akhirnya akan jatuh cinta sama aku?"

Kirana menghela napas. "Bukan. Aku takut kalau kamu beneran suka sama aku. Nanti kita gak bisa jadi teman lagi gimana?"

"Teman?"

"Iya, teman. Kan kita emang udah jadi teman," alis Kirana terangkat.

Deg.

Victor tidak menyangka kalau bahasan tentang 'teman' akan muncul lagi. Apakah tidak ada kesempatan bagi dirinya untuk menjadi lebih dari sekedar teman Kirana? Apakah kesempatan seperti itu hanya ada untuk Bastian?

"Apa kamu gak pernah berpikir untuk menjadi pacarku sekali saja?" ada nada getir di pertanyaan Victor.

Kirana berpikir sejenak.

Lalu ponselnya berdering. Itu dari Bastian.

"Halo," sapa Kirana.

"Halo, Kirana. Aku lagi ada di depan rumah sakit," kata pria itu.

Kirana kaget. "Oke, oke. Aku akan segera kesana ya."

Klik. Telpon terputus.

"Vic, aku pergi dulu sebentar ya," kata Kirana sambil bergegas meninggalkan UGD.

….

Bastiann baru saja pulang kerja. Dia harus mengurusi beberapa rapat dengan klien dari luar negeri.

Dia baru mendapat kabar dari Adi kalau Kirana harus shift malam di UGD selama sebulan ini. Sejujurnya ia tidak tega melihat Kirana terlalu bekerja keras seperti itu.

Kirana sendiri tipe orang yang terlalu berdedikasi pada pekerjaannya. Dia sudah berusaha menjadi dokter yang baik bahkan sampai membantu menyelesaikan masalah pasiennya.

Andai dirinya menikah dengan gadis itu pasti ia akan membeli Rumah Sakit Amerta supaya Kirana tidak perlu repot-repot shift malam. Kirana cukup menjadi manajer rumah sakit yang kerjanya hanya duduk tenang.

"Bas," Kirana berlari kecil ke arah Bastian.

"Halo, Kir," senyum Bastian mengembang.

"Tumben ke sini?"

Bastian tertawa. "Aku kebetulan lewat sini jadi sekalian mampir untuk melihatmu."

"Wah, akhir-akhir ini kamu sering banget lho mampir," kata Kirana.

"Aku sering mampir karena khawatir kamu bakal berusaha lompat dari gedung lagi," celetuk Bastian.

"Kamu mengejekku?"

Bastian hanya tertawa. Tapi kenyataannya dia memang takut Kirana akan melakukan hal-hal diluar nalar hanya untuk membantu pasien lagi.

….

Victor mencari Kirana. Lalu dia melihat Kirana tengah berdiri di parkiran rumah sakit bersama Bastian, sepupunya.

Dengan mata kepalanya, Victor bisa melihat bagaimana bahagianya Kirana bertemu Bastian. Gadis itu tersenyum, sesekali malu-malu ketika Bastian menggodanya dan … Kirana nampak mengagumi Bastian.

Dua puluh tujuh tahun hidup, Victor sudah berpetualang dalam percintaan. Dia tahu kapan seorang gadis jatuh cinta ataupun sudah membenci pria. Dia sudah melewati fase dicintai hingga dibenci oleh mantan-mantan pacarnya yang terdahulu.

Mata Kirana dan senyumannya pada Bastian menunjukkan bahwa gadis itu sudah jatuh hati pada sepupunya. Sudah memberikan hatinya untuk Bastian.

Dada Victor sesak. Ia seperti kesulitan menghirup oksigen. Melihat Kirana dan Bastian membuat Victor merasa tidak bisa bernapas.

Hatinya juga terasa hampa dan kosong. Seakan hal yang penting dalam hidupnya sudah diambil oleh orang lain.

Tak beberapa lama, sebuah tangan menepuk bahu Victor. Victor menoleh. Miranda berada tepat di sampingnya.

次の章へ