webnovel

Gara-gara Tommy

Saat lift terbuka Tiara langsung melangkahkan kakinya. Dia berjalan sambil mengecek Handphonenya apakah ada pesan masuk dari Jay atau tidak.

"Tiara..." Panggil seseorang. Tiara menoleh lalu memamerkan senyumnya.

"Eh tom.."

"Mau kemana? denger-denger kamu cuti 5 hari. Lama bener.." Tommy ikut berjalan disamping Tiara.

"Iya, ikut pacar aku ke Australia nemuin kembarannya.."

"Wih..pantes mau luar negeri. Seru dong.."

"Iya lumayanlah liburan.."

"Bisa dong bawa oleh-oleh.."

"Pingin apa?kangguru?"

"Ya apa..gitu yang spesial dari sana."

"Iya-iya ntar aku bawain.." Tiara tak banyak lagi berkomentar lalu melihat ke kiri dan ke kanan. Belum ada tanda-tanda kehadiran Jay.

"Nungguin jemputan?"

"Iya.."

"Ya udah aku temenin."

"Ga papa. Kalo mau duluan ga papa kok tom.."

"Kosan aku deket ini, supaya ada temen ngobrol."

"Emang kalo udah kerja, kegiatan di kosan ngapain?"

"Ya kalo langsung pulang, paling istirahat aja.."

"Aku liat kamu sering hangout sama temen-temen. Ga mungkin langsung pulang."

"Ya..daripada bosen. Mau pergi ngapelin juga siapa. Ga ada Ra..."

"Makannya punya temen itu harus seimbang antara pria dan wanita."

"Iya Bu dokter..." Canda Tommy membuat Tiara tertaea kecil.

"Eh...pacar kamu itu cucu yang punya SC kan?"

"Iya, generasi ketiga."

"Enak dong jadi salah satu putra mahkota kerajaan Seazon?"

"Ga tahu tuh, kan pacar aku yang ngerasain ya."

"Kamukan pacarnya pastilah ada sedikit kena efek-efek-nya."

"Pacar aku orangnya biasa aja kok. Ga gimana-gimana walaupun pewaris SC."

"Beda ya sama aku. Pantes ga ada yang bisa nyaingin pacar kamu."

"Maksud kamu?"

"Engga, bukan apa-apa ga usah dipikirin." Tommy segera mencoba menghapus ingatan Tiara tentang ucapannya tadi sementara Tiara Justru masih memikirkannya.

"Aku tuh ga pernah mandang cowok karena kekayaannya." Tiara seolah mengklarifikasi perkataan Tommy tadi.

"Aku bisa kenal Jay karena orang tua kita saling kenal dan ga tahu juga ternyata bakal pacaran."

"Tapi maaf nih ya, aku denger dari anak-anak Jay pernah digosipin..."

"Iya Diana emang pernah sakit tapi dulu.." Tiara langsung memotong pembicaraan Tommy. Sepertinya pria itu pun tak enak untuk mengatakannya.

"Bisa cocok ya sama kamu?mungkin karena kamu psikolog jadi...bisa lebih ngerti."

"Banyak hal yang aku rasa cukup berat dia lalui sendiri jadi aku coba bantuin Dia. Orang tuanya itu keliatan sayang...banget sama Jay jadi setiap kali mereka curhat ke mamah aku sedikit banyaknya denger. Aku ngerasa ga enak aja kalo aku sebagai anak dari sahabatnya mamah tapi ga bantuin toh orang tuanya Jay juga baik banget sama keluarga aku bahkan berkat om Ken papah sama mamah ketemu. Waktu kecil pun aku sama Jay selalu barengan. Ya..masa sama temen sendiri ga care."

"Oh...jadi saling bantu." Tommy sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

"Tiara....apa itu artinya kamu ga suka sama Jay?Kamu iba kan sama Jay?kamu cuman mau nolong Jay?"

"Hem?" Tiara terkejut dengan pertanyaan Tommy. Wanita itu kini menggantungkan jawabannya diudara padahal dulu jelas saja dia bisa menjawab bahwa dia menyukai Jay Karena keunikannya bahkan dengan cepat dia menjawab lamaran Jay tapi kalo dipikir-pikir dari cerita tadi kenapa kesannya dia seperti kasian pada Jay?.

"A..aku suka sama Jay.." Tiara segera menjawabnya. Dia tak mau Tommy salah paham. Sementara di lain tempat Jay terus menggerakkan jari-jarinya diatas setir dan sesekali melihat kearah jamnya. Wah..dia sudah terlambat menjemput Tiara. Kenapa hari ini tampak macet jalanan?kenapa harus hari ini?. Jay kesal sendiri. Dalam kekesalannya dia terkadang tersenyum sendiri. Sudah beberapa bulan ini jemarinya dihiasi dengan cincin pertunangannya dengan Tiara. Ah...rasanya tak sabar untuk menikahi Tiara.

"Aku harus kasih apa ya?" Jay berbicara sendiri. Memikirkan setiap bawaan yang akan diberikannya. Dia bahkan terus mencari dan mengingat-ingat kesukaan Tiara dan apa yang dibutuhkannya. Jay terlalu senang sampai dia tak bisa memilih beberapa. Rasanya dia ingin memberikan semuanya. Jay kini menginjakkan gasnya saat mobil didepannya berjalan mulai berjalan lagi. Kini jalanan kembali lancar walaupun kadang dia berhenti lagi karena lampu merah. Matanya langsung menatap dua orang didepan pintu lobi yang sedang saling memandang dan berbicara. Itu Tiara dengan seseorang yang Jay tak suka. Itu adalah pria yang sama yang merangkul bahu Tiara waktu itu. Kenapa dia ada disana?. Jay segera membunyikan klaksonnya pertanda untuk Tiara. Benar saja wanita itu langsung melihat kearah mobil BMW coklat gelap milik Jay. Beberapa saat Jay melihat Tiara tersenyum sambil melambaikan tangan seakan mengucapkan selamat tinggal. Barulah setelah itu Tiara masuk kedalam mobilnya.

"Maaf lama tadi macet.."

"Iya ga papa.." Tiara memakai safety beltnya sementara Jay mulai melaju lagi. Matanya menatap kearah Tommy yang kini terlihat berjalan seorang diri.

"Temen kamu itu siapa?"

"Oh Tommy, dia satu profesi sama aku.."

"Kenapa jalan kaki?kenapa ga bareng aja tadi?aku bisa anterin."

"Dia kosannya deket kok dari sini, tinggal nyebrang ada komplek masuk situ."

"Kenapa kamu tahu?"

"Aku pernah main.."

"Main?"

"Maksud aku bareng yang lain juga. Ga berdua bang.."

"Oh...iya.." Jay kembali fokus menyetir.

"Abang cemburu?"

"Engga, kenapa harus cemburu?bentar lagi kamu jadi istri aku." Jawab Jay sambil tersenyum. Tiara juga menyambutnya dengan senyuman tapi entah kenapa dia masih kepikiran dengan ucapan Tommy tadi. Perbincangan singkat itu kini hinggap dan menempel dikepalanya. Tiara tentu saja menyayangi Jay. Rasanya kemarin-kemarin dia benar-benar jatuh cinta pada lelaki itu tapi hanya dengan kesimpulan Tommy, Tiara jadi berpikir ulang. Itu jatuh cinta?itu iba?atau itu rasa terima kasihnya atas perlakuan Jesica dan Kenan. Tiara kini terdiam di mobil. Terkurung dengan pemikirannya sendiri. Dia harusnya tak boleh ragu lagi. Diakan mau menikah dengan Jay bahkan pernikahan mereka akan dipercepat. Tiara harusnya sudah tak mempertanyakan hal itu.

"Kamu kenapa?cape ya?" Tanya Jay melihat ekspresi Tiara yang tak biasa.

"Iya, kayanya aku terlalu banyak mikir.."

"Oke. Aku akan bikin kita cepet sampe supaya kamu bisa istirahat."

"Ga usah bang, tenang aja nyetirnya."

"Besok kita pergi kalo kamu sampe sakit aku ga enak."

"Aku ga sakit bang. Aku ga papa."

"Oke." Jay langsung terbungkam. Dia tak ingin bertanya ke lebih banyak lagi karena dari nada bicara Tiara agak sedikit berbeda. Suaranya kecil bukan lembut tapi terkesan sedih. Jay jadi bertanya-tanya. Apa ada masalah dikantornya?apa Tiara sedang memikirkan sesuatu? atau jangan-jangan Tommy telah mengatakan sesuatu tadi?tapi mereka berpisah baik-baik Bahkan dengan senyuman. Rasanya tak ada pertengkaran dalam gerak gerik mereka, jadi...mana mungkin itu gara-gara Tommy. Ah...Jay bingung.

***To Be Continue

次の章へ