webnovel

Making out

Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Khanza bolak balik mengecek ponselnya, tak kunjung ada kabar dari pak Gibran. Sampai akhirnya dia tertidur begitu saja dengan ponsel tetap di genggamannya.

Hingga ia kembali terbangun di kejutkan oleh dering ponselnya. Membuatnya gelagapan dengan langsung memencet tombol ponselnya sembarangan.

"Halo, halo mas. Gimana? Halo.. Halo... Bicara dong, jadi gak sih ketemuannya?" Jawab Khanza berkali-kali mengulang ucapannya namun tak terdengar olehnya suara dari jawaban pak Gibran.

"Aaaarght... Sial, ku pikir telepon. Ternyata hanya pesan singkat. Duh, malunya."

Khanza menutup wajahnya tersipu malu mengingat hal konyol yang Ia lakukan barusan. Kemudian dia membuka pesan singkat yang tak lain dari pak Gibran untuknya yang sejak tadi belum terbaca oleh Khanza.

Kita bertemu di minimarket tempat malam itu kita bertemu.

Mengetahui pesan tersebut Khanza bergegas menuju kamar mandi. Kemudian dia mencari-cari baju yang pantas untuk Ia kenakan agar terlihat cantik di depan pak Gibran. Ia pilih celana levis pendek yang hanya menutupinya sampai di atas lututnya, di padukan dengan kaos ketat berwarna hitam yang berkerah yang sengaja dia buka lebar 3 kancing pengait di bagian dadanya.

Dengan menyemprotkan spay cologne di sekujur tubuh juga bagian lehernya, serta menguncir rambut bak ekor kuda. Khanza bersiap-siap pergi dengan memakai sepatu keluar kamar. Dengan bersamaan Khanza menubruk ibu nya tepat di depan pintu kamarnya.

"Astaga Khanza, kenapa kau ini?" Tanya ibu Khanza dengan ekspresinya yang terkejut karena Khanza menubruknya hingga sedikit terhuyung.

"Maafkan aku bu, aku sedang terburu-buru. Aku keluar sebentar ya, cari angin." Jawab Khanza tergesa-gesa.

"Heeei, tunggu sebentaaar. Dengan wewangian menyerbak begini tidak mungkin hanya pergi untuk mencari angin saja." Dengan gesit ibu Khanza menghentikan langkah Khanza.

"Ehm, jika sudah waktunya aku akan menceritakan pada ibu." Jawabnya kemudian berlalu pergi dengan setengah berlari menaiki sepedanya dengan senyuman centil melambaikan tangan pada ibunya. Sementara ibu nya terpaku akan sikap puteri keduanya itu.

Ah.. Aku sungguh tidak sabar bertemu dengan mas Gibran. Aku rindu, padahal ini belum satu hari berlalu di hari libur.

Sepanjang dia mengayuh sepeda mininya, Khanza mempercepat gerakan kakinya. Hingga tiba kini tepat di depan minimarket tempatnya ingin bertemu dengan pak Gibran, sosok lelaki yang membuatnya menggila.

Tinn !!!

Terdengar suara klakson mobil bersamaan dengan kedatangan Khanza yang memarkir sepeda mininya. Khanza menoleh ke arah darimana klakson mobil terdengar datang.

Terlihat pak Gibran di dalam mobil melambaikan tangan, Khanza tersenyum lalu berlari kemudian memasuki mobil pak Gibran.

"Maafkan aku mas, apa kau sudah lama menungguku?" Ucap Khanza setelah berada di dekat pak Gibran.

"Pfftt..." Pak Gibran menahan tawanya di hadapan Khanza.

"Apaan sih, ada yang lucu dari penampilan ku?" Tanya Khanza dengan mengecek sekujur tubuhnya.

"Tidak, kau.. Sangat berbeda sore ini, aku hanya sedikit geli dan belum terbiasa mendengar panggilan mu itu."

"Hmm... Katakan, apa kau sungguh suka dengan panggilan ku pada mu mas?" Tanya Khanza dengan mengedipkan mata pada pak Gibran.

"Ah, hentikan. Jangan menggodaku begitu, aku malu. Ayo kita jalan saja," Jawab pak Gibran dengan tersipu malu. Ini membuat Khanza semakin bertingkah berani menggodanya.

"Kita mau kemana mas?"

"Ke villa ku." Jawab pak Gibran singkat. Sementara Khanza kembali menatapnya dengan mulut menganga.

"Kenapa? Kau takut?"

"Eh, ti..tidak sama sekali. Justru aku senang, kita bisa puas melewati waktu berdua. Tapi Villa itu..."

"Disana hanya ada penjaga yang membersihkannya sesekali saja."

"Hemm.. Baiklah, itu akan lebih menguntungkan bagi ku." Jawab Khanza dengan riang, kemudian pak Gibran melajukan mobilnya dengan cepat.

Selama dalam perjalanan mereka tak banyak bicara, Khanza pun lebih banyak diam menelusuri jalanan yang di tumbuhi banyak pepohonan. Dalam hatinya sesekali merasakan deguban jantung yang begitu dahsyat hingga terasa ingin membobol hatinya untuk melompat keluar.

Ya ampun, kenapa jantung ku berdegub tidak karuan begini. Ada apa? Bukan kah harusnya aku senang dan gembira ria bisa berduaan saja dengan dia. Uugh, wajahku terasa panas seketika. Ada apa ini?

Beberapa saat kemudian, mobil yang mereka kendarai memasuki sebuah halaman yang begitu menyejukkan terlihat. Berbagai tanaman pohon dan bunga yang sepertinya di kemas rapi untuk menghiasi halaman ini. Membuat mata segar bila memandanginya..

"Waow.." Ucap Khanza menyeru. Pak Gibran tersenyum penuh kehangatan menatap Khanza yang terperangah memandangi sekitar Villa milik pak Gibran.

"Ayo masuk." Ajak pak Gibran. Khanza terhentak dari lamunannya yang terhanyut akan situasi villa yang begitu mengesankan.

Tiba di dalam ruangan villa, kembali Khanza dibuat terperangah. Ruangan yang begitu putih bersih, asri, wangi aroma tumbuhan dan pepohonan begitu menyegarkan menusuk ke dalam lubang-lubang hidungnya.

"Kau suka tempat ini?" Tanya pak Gibran.

"Sangat suka, disini sangat menyejukkan dan damai." Jawab Khanza dengan senyuman lebar disertai mata yang berbinar-binar.

"Seminggu yang lalu aku baru membelinya."

"Apa? Woah, kau pasti orang yang sangat kaya mas. Benar bukan?"

"Hemm, entah lah. Tapi semenjak kehadiranmu, aku tertarik untuk selalu menyendiri di suatu tempat. Maka dari itu aku memutuskan untuk membeli villa ini jika sewaktu-waktu aku membutuhkannya aku bisa membawamu kemari bukan?"

Khanza terdiam sejenak mendengar ucapan pak Gibran, lalu Ia berjalan menghampiri pak Gibran untuk lebih dekat.

"Apakah ini berarti, aku orang pertama yang kau bawa kemari mas? Lalu bagaimana istri dan anak mu?" Tanya Khanza dengan wajah bersalah.

"Suatu hari, aku juga pasti akan membawa mereka kesini."

Khanza tersenyum tipis. Lalu dengan berani merangkul leher pak Gibran, wajah mereka semakin dekat. Membuat pak Gibran sedikit salah tingkah akan sikap Khanza. Kemudian dengan sedikit menjinjit Khanza memagut bibir pak Gibran. Kedua mata pak Gibran terbelalak tanpa perlawanan.

"Bagaimana jika suatu hari aku merasa cemburu dan egois mas?" Tanya Khanza setelah melepas ciumannya dari bibir pak Gibran.

"Kau terlalu berani berbuat di usia mu yang masih terbilang remaja labil Khanza." Jawab pak Gibran.

"Itu salah mu, penampilanmu sore ini juga terlihat berbeda dari biasanya. Pakaian yang kau kenakan ini, tak menunjukkan bahwa kau adalah seorang guru dan laki-laki yang sudah berkeluarga."

"Jangan menggodaku untuk bersikap lebih padamu. Aku masih berusaha menahan diri, karena aku tidak ingin di cap sebagai laki-laki cab*l." Jawab pak Gibran sembari menarik tubuh Khanza semakin dekat dengannya.

"Uhh, aku memang sudah menantinya. Bukan kah kau sudah mendapat izin dan penawaran khusus dari ku?" Khanza kian semakin berani dan liar, menggerakkan tangannya bergerilya di sekujur tubuh pak Gibran.

"Hentikan Khanza. Jangan di teruskan, mari kita lakukan hal yang di lakukan bagaimana sepantasnya sepasang kekasih."

"Hemm.. Lalu bagaimana hal yang sepantasnya itu mas? Aku belum pernah mencobanya. Atau, bagaimana jika kita ganti sebagai pasangan suami istri saja."

Degh !!!

Jantung pak Gibran semakin berdebar mendengar ucapan Khanza yang kian semakin berani saja menggodanya. Dia tidak percaya bahwa gadis seusianya sudah berani liar bertingkah di hadapan laki-laki. Terlebih laki-laki yang sudah berkeluarga.

Kembali Khanza mencium bibir pak Gibran dengan lebih lembut. Kali ini mendapat perlawanan khusus dari pak Gibran. Membuat Khanza semakin kalap dan berani menciumnya lebih intens.

"Khanza, apakah kau sudah memikirkan resiko apa yang akan kamu peroleh dari sikap nakal mu ini hah?"

"Aku tidak peduli mas, kau membuatku buta akan status kita yang sebenarnya."

Tuhan, kali ini maafkan aku akan dosa ini. Ini terlalu indah, ini terlalu manis...

Dalam hati pak Gibran merasakan kekacauan sesaat seraya bergumam dalam hatinya.

"Khanza, apakah kita akan melakukannya diruangan ini?"

"Gendong aku ke kamar mas.." Pinta Khanza dengan manja.

Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!

Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!

Saya sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung saya dengan pujian!

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius

Michella91creators' thoughts
次の章へ