webnovel

Chapter 25

Aku terlalu lelah untuk berjalan pulang hari ini jadi aku menggunakan taksi. Yang paling kubutuhkan saat ini hanya segelas susu hangat dan tempat tidurku. Kubayar taksiku saat berhenti di depan gedung apartemenku lalu masuk ke dalam. Lana seharusnya sudah pulang, mungkin Ia sedang menonton Tv bersama Greg saat ini. Kurogoh tasku untuk mencari kunciku sambil menguap, aku mendengar suara tawa samar-samar dari dalam apartemen. Kututup pintu apartemen lalu berjalan ke arah sumber suara di dapur.

Mereka sedang duduk di meja makan sambil mengobrol. Lana, Greg... dan Nick. Ia membalikkan badannya saat mendengarku masuk lalu tersenyum padaku. Nick mengenakan kemeja berwarna biru muda, tanpa dasi dan tanpa jasnya. Kedua matanya memandangku dengan hangat. "Eleanor."

Aku tidak membalas senyumannya, kusembunyikan rasa terkejut dari wajahku lalu mengambil tempat duduk yang tersisa di sebelahnya. Lana tidak memasak malam ini, Ia dan Greg memesan chinese food yang sekarang sudah setengah habis di meja.

"Hey, ada dimsum! Trims, Lana. Aku sangat lapar." Aku tersenyum pada Lana yang sedang tertawa. Greg memandang kami berdua bergantian sambil mengambil sumpitnya, sedangkan Nick... aku tidak tahu apa yang Ia lakukan karena aku tidak menatap ke arahnya. Tapi aku bisa merasakan Ia sedang menatapku saat ini.

"Lana, kau ingat Mr. LeBlanc, managerku?" tanyaku sambil mengambil mie lada hitam yang berada di dalam kotak.

"Tentu saja, kenapa memangnya?" Lana masih memakai pakaian kerjanya, sama sepertiku. Ia mengambil potongan lemon chicken lalu menyuapnya dengan sumpitnya.

Aku mengambil sumpitku lalu mematahkan bagian tengahnya. "Aku memiliki rencana makan siang dengan pacarnya rabu depan, kau mau ikut?"

"Kau makan siang dengan pacar bosmu?" giliran Greg yang bertanya. Lana mungkin ingin menanyakan hal yang sama, tapi mulutnya sedang penuh.

Kuhabiskan mie yang sedang kukunyah sebelum menjawabnya, "Yeah. Mr. LeBlanc memintaku untuk menemaninya makan siang karena Ia tidak bisa. Ellie juga orang yang cukup menyenangkan."

"Okay, aku ikut." Sela Lana sebelum memasukkan potongan chicken lemon ke mulutnya lagi. "Oh, kupikir Mr. LeBlanc akan mengejarmu, Ell. Kau beruntung Nick, jika kau terlambat beberapa minggu mungkin saat ini Ella sudah berkencan dengan bosnya." Kata Lana sambil tertawa kecil. Tapi tidak ada diantara kami yang tertawa. Greg melirik kakaknya sambil mengambil dimsum dengan sumpitnya, sedangkan aku pura-pura sibuk dengan mieku.

"Eleanor tidak pernah memberitahuku." Aku masih bisa merasakan pandanganya padaku saat Ia mengatakannya.

"O-oh." Gumam Lana sambil menatapku dan Nick bergantian. "Ada apa dengan kalian berdua?"

"Tidak ada apa-apa." Jawabku dengan cepat. Kuletakkan sumpitku lalu berdiri dari tempat dudukku. "Aku mau mandi." Tambahku sebelum berjalan keluar dari dapur. Lima langkah keluar dari dapur sebuah tangan menarik lenganku. Kujatuhkan tasku ke lantai lalu memutar badanku sedikit untuk menghadapnya.

"Ada apa denganmu?" Nick memandangku dengan kening berkerut.

Kulepaskan tangannya dari lenganku lalu mundur selangkah. "Oh. Aku tidak tahu kau ada disini." Gumamku.

"Apa maksudmu, Eleanor?"

Aku mendengus marah saat mendengar pertanyaannya lalu berbalik untuk mengambil tasku.

"Aku belum selesai bicara." Katanya dari belakangku.

"Aku sudah selesai mendengarkan." Balasku sambil berjalan menuju kamarku. Aku tahu Ia mengikutiku tapi sebelum aku memprotes Nick mendorong punggungku lalu menutup pintu kamarku di belakangnya. Kuhela nafasku sambil melipat kedua tanganku di dada. "Apa yang kau inginkan?"

Ia mengerutkan keningnya dengan sedikit ekspresi marah. "Aku datang 2000 mil jauhnya untukmu, dan kau mengabaikanku?"

Kedua mataku berkedip sekilas saat menatapnya, "Well, yeah."

Nick hanya menatapku selama beberapa saat dengan ekspresi seakan-akan Ia sedang berusaha memecahkan puzzle. "Apa yang kulakukan?"

"Apa?"

"Apa yang kulakukan hingga membuatmu marah?" ulangnya. Aku tidak menyukai nada suaranya.

Kutarik kedua sudut mulutku ke bawah, "Kau bahkan tidak menyadarinya, jadi untuk apa aku memberitahumu?"

"Eleanor, aku tidak sedang ingin bermain-main denganmu. Katakan padaku apa yang membuatmu marah agar aku bisa menjelaskannya."

Aku benar-benar tidak menyukai nada suaranya yang bossy. Kubalikkan badanku lalu menuju lemari di ujung kamarku, "Bisa kita membicarakannya nanti? Aku ingin mandi."

"Aku sudah memperingatkanmu."

Kubalikkan badanku lagi untuk memandangnya.

"Aku tidak akan pernah melepaskanmu, walaupun kau memohon sekalipun." Ia terlihat sangat serius hingga membuatku ingin tertawa.

Kugigit bibirku lalu menggeleng. "Nick... kau berpikir aku ingin pergi?"

Ia tidak menjawabku.

"Aku tidak akan pergi, okay? Aku hanya marah karena... karena kau tidak menghubungiku."

Nick terdiam beberapa saat sebelum bertanya, "Greg tidak memberitahumu?"

Oh Greg sialan. "Tidak. Apa yang seharusnya Ia beritahu padaku?" Kuucapkan setiap kata dengan perlahan. Rasa marahku berpindah dari Nick ke Greg dalam sekejap.

Nick berjalan mendekatiku lalu berhenti satu langkah di depanku, wajahnya kembali serius. "Saat ini hanya sedikit yang tahu tentang hubungan kita. Hanya Greg, Lana, Eric, dan Alice. Aku tidak bisa mengambil resiko sebelum aku bisa membunuh perempuan itu, Eleanor."

"Aku hanya memintamu menghubungiku..." gumamku.

"Aku tidak ingin mengambil resiko." Jawabnya sambil menaikkan kedua alis matanya. Kadang aku melupakan sisi lain Nick yang bossy dan menyebalkan. Belum lagi sifat curiga dan waspadanya yang berlebihan.

"Okay, aku mengerti." Perlahan kurasakan senyuman kecil di wajahku. Seluruh rasa lelahku hari ini sudah menghilang. Kuulurkan tanganku untuk meraih pinggangnya lalu memeluknya. Nick membalas pelukanku dan meletakkan dagunya di puncak kepalaku.

Ia menarik nafasnya dalam-dalam lalu menggumam, "Tiga jam penerbangan tidak terasa jika aku bisa memelukmu seperti ini." Kubenamkan wajahku di dadanya lalu tertawa kecil. Nick memelukku lebih erat, seluruh badannya terasa lebih hangat dariku.

Kudorong sedikit tubuhnya agar aku bisa mendongak, "Jadi kapan aku bisa meneleponmu dengan normal?"

"Aku belum tahu. Alice masih melacak wanita itu, Ia berpikir perempuan itu masih berada di Inggris. Setidaknya kami sudah menemukan sedikit jejaknya."

"Alice?" aku memandangnya dengan bingung. "Ia Volder juga?"

"Bukan. Alice berbeda dariku." Nick hanya memandang wajahku selama beberapa saat sebelum melanjutkan, "Alice adalah Valkyrie."

"Valkyrie?" Aku merasa pernah mendengar nama itu. Kulepaskan pelukanku darinya, Nick kelihatan enggan saat melepasku.

"Mungkin kau pernah mendengar namanya di dalam mitologi Norse, Valkyrie adalah dewi perang. Hanya ada 16 Valkyrie di dunia ini dan Alice adalah salah satunya."

Aku masih belum mengerti. "Jadi Ia adalah... dewi?"

Nick tertawa kecil lalu menggeleng, "Itu hanya anggapan manusia. Seperti Vampire dan Volder, mereka hanya mitos."

"Aku tidak mengerti."

"Aku tidak bisa menjelaskan apa Valkyrie sebenarnya, tapi kami biasa menyebut mereka malaikat kematian karena selalu ada kematian di sekitar Valkyrie. Alice bisa membunuh lebih banyak dariku dan Greg dengan mudah. Mereka memiliki kekuatan yang tidak... normal, aku bersyukur mereka hanya ada 16 di dunia ini karena membunuh Valkyrie sangat sulit. Tidak ada yang bisa membunuh satu pun Valkyrie selama 500 tahun terakhir ini."

"Kalau begitu mengapa ada yang ingin membunuhnya?" Aku mulai tertarik dengan pembicaraan ini. Kusandarkan punggungku di pintu lemariku.

"Selain karena mereka sangat berbahaya? Valkyrie akan mewariskan kekuatannya pada pembunuhnya. Mereka bisa terluka tapi tidak akan mati. Hanya ada satu kelemahan yang dimiliki setiap Valkyrie, dan semuanya berbeda-beda. Kurasa Alice adalah salah satu Valkyrie yang memiliki kelemahan paling sulit."

Aku tidak bisa membayangkan Alice membunuh siapapun. Ia tidak terlihat seperti pembunuh. Ingatanku tentangnya kembali lagi ke dalam kepalaku, rambut pirangnya dan kedua matanya yang berwarna abu-abu kebiruan. Aku belum pernah melihat warna mata yang seperti itu sebelumnya. "Apa kelemahannya?"

"Setiap Valkyrie memiliki nama lahir, walaupun akhirnya mereka akan menggantinya. Nama Valkyrie Alice adalah Prungva. Belum ada yang bisa memecahkan artinya dengan tepat, tapi rumor mengatakan Ia akan mati saat jatuh cinta." sebuah senyuman geli menghiasi wajah tampannya.

"Ia akan apa?" ulangku dengan tidak percaya.

"Alice akan mati jika Ia jatuh cinta." senyuman Nick melebar saat melihat ekspresi di wajahku saat ini. "Karena itulah tidak ada yang bisa membunuh Alice selama 500 tahun belakangan ini."

"Maksudmu Ia tidak pernah... jatuh cinta?" Rasanya sulit membayangkan hidup selama itu dan tidak pernah merasakan jatuh cinta padahal Alice memiliki segalanya, kekuatan, kecantikan, keabadian... tapi tidak dengan cinta. Aku tidak bisa membayangkan rasa kesepiannya selama ini.

"Itu hanya rumor, Eleanor." Nick melangkah ke depanku lalu meraih salah satu tanganku yang kubalas dengan genggaman erat.

"Bagaimana kau bisa mengenalnya?"

"Greg bertemu dengannya 185 tahun yang lalu, saat kami masih cukup muda." Nick menghela nafasnya lalu menambahkan, "Greg juga pernah memburu Valkyrie untuk mengambil kekuatan mereka, lalu setelah bertemu Alice Ia berhenti. Lebih tepatnya... setelah Alice hampir membunuhnya."

"Oh." Pikiranku masih dipenuhi dengan Volder dan Valkyrie saat Nick berbicara lagi. "Eleanor, apa kau sudah selesai bertanya?"

Aku mendongak menatap kedua mata birunya yang sangat kusukai. "Apa?"

"Kini giliranku untuk bertanya. Siapa pria yang dimaksud Miss Morrel?" Nick menatapku dengan serius, lengkap dengan kerutan kecil di keningnya.

"Maksudmu Mr. LeBlanc? Ia adalah manager baruku." Jari-jariku menyentuh kerutan di keningnya, berusaha meluruskannya lagi. "Ia bukan siapa-siapa, Nick."

"Lalu kenapa Miss Morrel menganggapku beruntung karena aku bertemu lebih dulu denganmu?" suaranya terdengar semakin berat dan rendah.

Jantungku berdebar sedikit lebih cepat dari sebelumnya. "Lana hanya bercanda." Bisikku saat tangan kanannya mengangkat daguku perlahan.

Nick menundukkan kepalanya hingga wajah kami hanya berjarak beberapa senti. "Tapi Miss Morrel benar." Bisiknya, nafasnya yang hangat mengelus pipiku. Aku bisa mencium sedikit bau mint dan Wine darinya, perlahan kupejamkan kedua mataku. "Aku memang beruntung."

***

Ps. Mitologi Norse (Viking) tentang Valkyrie emang beneran ada, Prungva itu kalo di google punya arti 'she who pines for lost love'. Mungkin kalo di bahasa Indonesia in jadi; dia yang merana karena cinta yang hilang? pokoknya kira-kira gitulah hehe. Tapi disini diceritain 'Alice bakalan mati kalo jatuh cinta' itu cuma fiksi aja kok, kalo menurut mitologi yang sebenarnya justru Prungva ini benci banget sama cinta-cintaan.

次の章へ