Adel masih saja cemberut saat melihat yang sama sekali tidak merasa bersalah dengan perbuatannya. Risa sudah berani menjawab panggilan bunda Anita membuat Adel benar – benar kesal. Apalagi wanita lembut yang akan menjadi mertuanya itu sedang dalam perjalanan menuju butik ini padahal Adel belum siap bertemu dengan beliau.
"Del, kenapa gaunnya sudah kamu lepas? 'Kan sebentar lagi bunda bang Yusuf datang kemari?" Tanya Risa saat melihat Adel sudah melepas gaun pengantin yang tadi melekat ditubuhnya.
"Memangnya mau ngapain? Sudah selesai juga," Jawab Adel malas.
Rusa memutar bola matanya, gadis di depannya ini benar – benar berniat membuat hatinya bergemuruh panas. "Memangnya kamu tidak mau kalau pakaian pengantin milik kamu diluhat oleh calon mertua? Kasihan 'kan jauh – jauh datang ke sini tidak melihat gaun indah itu?"
"Ibu Anita sudah melihatnya Mbak, sebelum Mbak calon pengantin datang ke sini untuk fitting pakaian," Sahut pelayan butik dengan ramah.
"Nah... sudah mendengarnya bukan? Tidak mungkin kalau belum melihat," Tambah Adel merasa ada yang membelanya.
"Benar – benar keras kepala, sekarang aku sudah membuktikan sendiri keras kepala yang kamu miliki ini."
"Kepala kalau tidak keras namanya kue, bisa dimakan."
"Assalamualaikum...."
Semua menoleh ke arah sumber suara, semuanya terkejut saat melihat wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usianya.
"Waalaikum salam," Jawab Adel sambil mengulurkan tangannya untuk memberi salam kepada bunda Anita.
"Bunda sendirian?" Tanya Adel kembali sambil melihat ke arah belakang bunda Anita.
"Iya, bunda sendirian. Kebetulan ayah sedang ada keperluan tadi di kampus," Jawab bunda Anita dengan tersenyum. "Sudah selesai fittingnya?"
"Sudah, Bun. Bunda ada keperluan apa datang ke butik? Fitting juga?" Tanya Adel penasaran.
"Tidak, bunda sudah dua hari yang lalu. Bunda datang kesini untuk menjemput kamu, kita ke toko perhiasan dan membeli cincin untuk pernikahan kalian nanti," Jawab bunda Anita.
"Cincin? Bukannya kalau cincin itu berdua ya? Kenapa harus Bunda yang datang ke toko perhiasan?" Tanya Adel dengan nada suara yang sedikit kesal.
Bunda Anita tersenyum, beliau tahu apa yang ada di dalam pikiran Adel saat ini. Pernikahan yang bisa dikatakan mendadak dan dengan calon mempelai pria yang tidak menunjukkan batang hidungnya, membuat Adel marah. "Dia pasti datang saat hari H, kamu tenang saja."
"Tapi Bun... dia yang mau menikah kenapa Bunda yang repot?" Keluh Adel tidak suka.
"Bukan begitu, Sayang. Dia sedang bekerja dan pekerjaannya tidak bisa ditinggalkan begitu saja," Jawab bunda Anita menjelaskan.
Satu ini, hal sensitif satu ini yang menjadi masalah bagi Adel. Kenapa Yusuf tidak mengatakan yang sebenarnya kalau dia adalah seorang tentara? Kenapa Adel harus tahu dari seragam yang dipakainya saat terakhir kali mereka bertemu? Semua yang terjadi ini bisa dikatakan sebagai pembohongan publik bagi Adel, dan Adel memerlukan penjelasan dari semua itu.
"Percayalah kepada bunda, dia tidak akan membuat kesalahan yang fatal. Biar Yusuf sendiri yang menjelaskan tentang semua alasan dari kenapa dia menyembunyikan pekerjaannya selama ini karena bunda tidak ada hak untuk berbicara disini. Bukannya percuma kalau bunda bicara tetapi kamu juga sedang mengharapkan Yusuf yang menjelaskannya?"
Adel mendongak, darimana bunda Anita tahu isi dari hatinya? Dia memang sedang mengharapkan Yusuf yang datang dan bukan bundanya yang ada disini.
"Bunda tahu apa yang kamu inginkan, Sayang. Jangan khawatir dengan semua yang ada di dalam pikiran kamu saat ini, Yusuf pasti mengatakan semuanya. Sekarang, kamu sudah selesai?" Tanya bunda Anita sambil melihat Adel dari atas sampai bawah, dan Adel kembali mengangguk. Diatidak berani menjawab pertanyaan bunda Anita karena takut suaranya akan bergetar dan menangis.
"Baiklah kalau kamu sudah selesai, sekarang kita pergi ke toko perhiasan. Mana teman kamu tadi,, yang berbicara dengan bunda?"
Adel tidak menjawab tapi menunjuk Risa dengan jari telunjuknya. Menunjuk Risa yang tengah meringis melihat kearah Adel dan juga bunda Anita.
"Ah... ini gadis ceria yang menjawab panggilan dari bunda tadi? Kamu teman kuliah Adel, Sayang?" Sapa bunda Anita ramah.
Rusa berjalan mendekat ke arah kedua wanita yng ada di depannya dan mengangguk sopan, memberi salam kepada bunda Anita saat dia sudah berada di dekatnya.
"Cantik sekali...," Puji bunda Anita tulus.
Risa tersipu malu, mendengar apa yang dikatakan bunda Anita membuat Risa merasa senang. Dia seperti mendapatkan sosok ibu yang dia inginkan.
"Kamu mahasiswa prof. Burhan juga?" Tanya bunda Anita sekali lagi.
"Iya, saya mahasiswa prof. Burhan, Bu." Jawab Risa sopan. Adel sampai terperangah melihat respon yang diberikan Risa kepada bunda Anita.
"Jangan memanggil Bu, panggil bunda saja sama seperti Adel."
"Baik, Bunda."
"Sekarang kita pergi ke toko perhiasan, kita cari cincin yang cocok untuk kamu nanti saat menikah."
Adel kembali lesu, dia sama sekali tidak bersemangat saat mendengar ajakan bunda Anita karena yang Adel inginkan adalah membeli cincin dan menyiapkan semua pernikahan ini dengan Yusuf dan bukan dengan keluarganya.
"Calon manten nggak boleh sedih, harus senyum dong!" Ucap Risa sambil menggandeng tangan Adel keluar.
Bunda Anita tersenyum melihat polah Risa yang membuat suasana menjadi ceria, Adel yang cemberut dan terlihat jelas di wajahnya.
Bunda Anita menekan remote mobilnya sehingga Risa bisa membuka pintu dan mendorong tubuh Adel masuk. Risa menyusul di kursi belakang karena dia sudah berjanji akan menemani Adel untuk mempersiapkan pernikahan yang katanya tidak dia inginkan.
"Sudah siap?" Tanya bunda Anita setelah masuk ke dalam mobil.
"Sudah, Bunda! Kita bisa berangkat," Jawab Risa dengan suara ceria sedangkan Adel tetap diam dan pikirannya kembali melayang kemana – mana memikirkan Yusuf dan penjelasannya.
"Bun, kenapa bang Yusuf membohongi Adel ya?" Tanya Adel tiba – tiba membuat bunda Anita dan Risa melihat ke arahnya.
"Membohongi apa?" Tanya Risa membeo.
"Bukan membohongi, Sayang. Kalau membohongi, Yusuf tidak akan berani meminta kamu langsung kepada ayah kamu yang notabene adalah atasannya. Percayalah, Yusuf memiliki alasan tersendiri dengan semua ini," Jawab bunda Anita dengan lembut.
Apa yang terjadi saat ini memang sudah membuat Adel bingung, Yusuf yang pergi dan tanpa kabar lalu pria itu datang dengan seragam yang membungkus badan tegapnya, dan juga pernikahan yang diadakan secara dadakan. Adel membutuhkan Yusuf saat ini, setidaknya jika memang mereka mau menikah, semua urusan pernikahan diurus oleh mereka bukan orang lain dan orang tua mereka.
"Jangan terlalu jauh berpikir, nanti ada penyesalan jika seperti itu." Suara Risa menasehati Adel.
Adel menoleh ke arah Risa, dia ingin menangis saat ini. Adel ingin memeluk tubuh Risa dan menangis di dalam pelukannya seperti yang mereka lakukan saat mereka saling menguatkan.
"Tenanglah, aku yakin kalau pilihan kamu ini benar. Allah tidak akan membuat kamu menderita dengan jawaban dari pertanyaan yang pernah kamu minta, percayalah semua itu. Kamu harus bisa membuat pikiran kamu untuk tetap berpikir lurus jangan ada yang aneh – aneh sehingga membuat kamu ragu," Ucap Risa menenangkan.
Melihat wajah Adel, Risa sudah tahu kalau sahabatnya membutuhkan dukungan. Dukungan yang bisa membuat hatinya tenang dan damai karena Adel sedang dilingkupi perasaan ragu yang luar biasa.
"Ini dinamakan sindrom bridezilla."
"Sindrom bridezilla? Apa itu Bunda?"