webnovel

Peri Bunga 2

Alita mendongakkan kepalanya ke atas, kelopak bunga berjatuhan dari atap, beberapa anak kecil melemparnya dari keranjang yang terbuat dari anyaman bambu dari balkon lantai dua rumah mereka, anak-anak itu memakai baju putih polos dan memasang wajah riang gembira.

"Kesini." Iris menarik tangan si gadis vampir itu menuju naungan pohon yang tajuknya lebar ke bawah.

Di bawah tempat ini adalah satu-satunya tempat yang tidak ada bunganya, bersih. Seolah tidak pernah tersentuh sama sekali.

Iris mendongak, ia memicingkan matanya ketika melihat sesosok wanita dengan tubuh ramping duduk di atas dahan pohon, rambutnya berwarna pirang keemasan, dipenuhi dengan bunga yang penuh warna, bajunya terlihat seperti kelopak bunga lili yang terbalik, kulitnya kuning langsat dengan bibir merah ceri.

"Peri bunga," ucap Iris dengan kening berkerut tidak suka.

"Namaku Rilie," sahut si peri dengan cepat, telinganya yang lancip itu bergerak-gerak.

Dari semua ras yang pernah Iris temui ia paling tidak suka dengan peri bunga, mereka memang cantik, tubuhnya molek dan rupawan, tapi kebanyakan dari hati mereka licik.

Kekuatan mereka mampu mengendalikan kesadaran manusia dengan aroma bunga yang mereka ciptakan, kuat dan memikat, menjadikan manusia sebagai budaknya.

Biasanya peri bunga memperbudak manusia sebagai pasangannya, sangat jarang ia memperbudak manusia dalam jumlah banyak, apalagi satu desa seperti ini.

"Apa tujuanmu?" Tanya Iris dengan mata yang tak pernah lepas memandang Rilie.

Rilie tidak menunjukkan emosi apa pun di wajahnya, datar dan dingin, sangat kontras dengan wajahnya yang cantik.

"Aku hanya mengerjakan perintah dari Yang Mulia Ratu." Rilie mengayunkan kakinya, sebuah batang bunga muncul dari tanah, membuatnya jadi pijakan si peri.

"Dan kalau ada pengganggu," kata Rilie sambil menunjuk Iris dan Alita, sebuah bunga matahari besar muncul di belakang mereka berdua, melahap Alita dalam sekejap. "Kami diperintahkan untuk memakannya."

Iris menghindar, tangannya mengeluarkan kabut merah dan menghancurkan bunga matahari yang melahap Alita, gadis vampir itu langsung melesat terbang ke udara dengan sayap hitamnya,

"Untuk apa wanita itu memerintahkan kalian? Apa tujuannya?" Alita berteriak sambil terbang rendah di belakang Iris.

Manusia yang ada di sekitar mereka seolah tidak punya mata untuk melihat mereka, seolah buta. Tidak ada satupun yang melirik atau menyadari keberadaan Alita dan Iris, mereka tetap beraktifitas, bernyanyi dan saling melempar bunga di setiap sudut desa.

"Aku tidak tahu." Rilie mengangkat tangannya, ratusan sulur bunga kertas yang berduri-duri muncul menyerang ke arah Iris.

"Itu bukan urusanku," lanjutnya lagi.

Iris mengepalkan kedua tangannya, ia bisa tahan dengan keangkuhan Alita, tapi ia tidak bisa tanah melihat keangkuhan yang dimiliki oleh Rilie, rasanya ingin mengacak-acak bunga yang ada di kepalanya itu.

Iris tidak ingin menghancurkan satu tempat lagi, sudah cukup ia menghancurkan setengah pantai kemarin, ia tidak ingin menghancurkan seisi desa karena kekuatannya.

"Kami hanya lewat, tidak ingin berurusan denganmu," kata Iris dengan suara tenang. Alita menoleh ke arah penyihir itu dengan pandangan terkejut, ia pikir Iris akan bertarung dengan Rilie.

"Kami mencari teman kami."

Rilie menguap lebar, seakan bosan mendengarkan kata yang keluar dari mulut Iris, ia mengedipkan matanya.

Alita mengerutkan keningnya, ia tidak paham dengan jalan pikiran Iris, Rilie sama sekali bukan terlihat seperti orang yang bisa diajak bicara, sang peri bunga itu melambaikan tangannya, kaktus yang berduri-duri muncul dan mengarah kepada mereka berdua.

"Iris! Dia tidak akan mendengarkan kita!" Alita berteriak sambil mengepakkan sayapnya yang lebar, terbang ke atas, menghindari serangan itu. "Mungkin saja Morgan dan Thomas sudah dilahap bunga itu!"

Iris menatap bunga matahari yang sedang kuncup di belakang pohon yang ditempati Rilie, tidak hanya ada satu di sana, tetapi hampir sepuluh, kuncupnya menggembung dan besar, seperti sedang mengandung sesuatu.

"Heh." Rilie mendecih, kakinya yang telanjang itu berjalan di atas kaktus tanpa terluka, ia memandang Iris dengan mata penuh ejekan.

Iris memejamkan matanya, ia tidak ingin membuat keributan yang tidak perlu saat ini, tapi mengingat keadaan desa ini sudah sepenuhnya dikendalikan oleh Rilie, sepertinya mengeluarkan kekuatannya tidak akan menimbulkan efek apapun.

Iris menarik napas dalam, ia sebenarnya cukup gugup untuk menggunakan kekuatan aslinya, kedua tangannya mengeluarkan kabut asap merah, udara di sekitar mereka mulai terasa panas.

Rilie menyipitkan matanya melihat perubahan Iris, ia terlihat terkejut sesaat, namun wajahnya kembali datar seperti semula.

"Penyihir merah ternyata bukan sekedar legenda, ya." Rilie mengangkat tangannya ke langit, bunga kertas seperti air yang menyembur dengan cepat menyerang Iris.

Iris diam di posisinya, asap merah di tangannya membesar dan dengan cepat membakar sulur-sulur bunga itu.

Alita masih melayang di udara, ia sepenuhnya diabaikan oleh dua wanita itu, ia mendengus.

Rilie terus menyerangnya dari kejauhan dan Iris selalu membalasnya dengan membakar sulur-sulur dengan asap merahnya.

"Ini tidak akan ada habisnya," gumam Alita, matanya mengikuti gerak-gerik Iris.

Mungkin saja Rilie sengaja, jika mereka seperti ini terus Iris akan kehabisan tenaga, entah apa yang direncanakan oleh peri bunga itu.

Alita melirik ke arah manusia yang masih berpesta merayakan festival bunga, mereka seperti robot yang disetel ulang, melakukan hal yang sama berulang-ulang, melempar bunga di tempat yang sama hingga menggunung.

Alita tidak mengerti keinginan ibuna menggunakan peri bunga, ibunya bisa saja menyuruh ras Orc agar mengintimidasi manusia, membuatnya tunduk ketakutan, itu adalah hal yang paling sering digunakan ibunya.

Tapi mengapa harus menggunakan peri bunga? Alita tidak mengerti.

Matanya tiba-tiba melirik ke arah kumpulan bunga matahari yang sedang kuncup, ia menebak-nebak manusia seperti apakah yang terkurung di sana.

Alita mengendap-endap di balik pertarungan Iris dan Rilie menuju kumpulan bunga itu, ia melubangi sedikit demi sedikit bunga itu dengan kukunya yang memanjang, sesekali matanya melirik ke arah Rilie, memastikan kalau peri bunga itu tidak menyadari dirinya.

Sedikit demi sedikit kelopak bunga matahari itu jatuh ke tanah, Alita melihat seutas rambut ikal berwarna hitam panjang, ia makin membukanya dengan paksa dan menemukan seorang wanita tengah tertidur di sana.

"Manusia? Benar-benar manusia!" Alita setengah berbisik, ia menarik wanita itu dengan susah payah, mereka berdua jatuh ke tanah.

Alita mengaduh, mengusap punggungnya yang sakit, ia melirik wanita berambut ikal yang merintih, tangannya mengucek matanya dengan pelan.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Alita dengan khawatir.

Wanita itu terlihat bingung, ia melirik ke sekeliling dengan mata yang linglung, mereka berdua diam beberapa saat.

Suara pertarungan Iris dengan Rilie terdengar dari kejauhan, wanita itu menoleh.

Alita mengikuti arah pandang wanita itu, ia terkekeh samar, wajar jika manusia terkejut melihat pertarungan antara penyihir dan peri dalam jarak yang sangat dekat.

"Iris?"

Namun kata yang keluar dari mulut wanita itu membuat Alita tercengang. Wanita itu terlihat mengenali Iris.

次の章へ