"Bagaimana jika kamu yang kalah?" tanya Mo Qing dengan senyum licik pada bibirnya. Dirinya sudah terpikir akan hadiah apa yang diinginkannya jika memenangkan taruhan tersebut. Tentu saja Gu Xiaoran tidak mungkin berpikir jika perkataannya barusan adalah semata-mata menguntungkan pihak gadis itu saja.
"Apa yang kamu inginkan?" sahut Gu Xiaoran. Dia sebenarnya sudah tahu sebelumnya jika Mo Qing pasti telah memiliki maksud terselubung dibalik ajakan taruhan tersebut. Pria yang merupakan pebisnis handal tersebut tidak akan mungkin mengajaknya bertaruh tanpa pemikiran matang-matang sebelumnya. Apalagi menjanjikan seluruh hidupnya untuk menjadi budaknya, sangat mustahil rasanya.
"Jika kamu kalah, kamu harus mengabulkan satu permintaanku," ucap Mo Qing dengan santai.
Walaupun Mo Qing mengucapkannya dengan santai dan tanpa beban, namun Gu Xiaoran juga bukan orang yang bodoh untuk berpikir bahwa permintaan pria itu adalah permintaan sederhana. Terutama setelah pria itu mempertaruhkan seluruh sisa hidupnya bagi dirinya.
"Oke kalau begitu. Aku sudah bisa pergi kan sekarang?" sahut Gu Xiaoran dengan datar tanpa berniat untuk mengetahui apa yang Mo Qing inginkan darinya. Dia merasa dia tidak perlu untuk bertanya, karena apa pun yang terjadi, dia yakin dirinya tidak akan kalah dari pertaruhan ini.
Melihat reaksi tidak peduli dari Gu Xiaoran, membuat ujung bibir Mo Qing terangkat. Sebuah senyum masam tersungging pada wajah tampannya, dia kemudian mendekatkan tubuhnya pada tubuh gadis itu.
Wajah Gu Xiaoran terlihat terkejut mendapat perlakuan yang tiba-tiba seperti itu. Tangannya dengan cepat mendorong dada Mo Qing untuk mencegahnya mendekat. "Bukannya kamu bilang akan membiarkanku pergi?" tanyanya dengan ketus.
Mo Qing mulai tidak sabar dengan sikap Gu Xiaoran. Dia meraih tangan gadis itu dan membalikkan tubuhnya, lalu berkata dengan suara datar, "Setelah ini selesai, aku akan melepaskanmu pergi."
"Berapa lama lagi kamu dapat menyelesaikannya? Aku harus segera pergi mengikuti ujian," ujar Gu Xiaoran lagi-lagi dengan ketus. Dia terlihat cemas dan tidak dapat menunggu lagi karena bisa terlambat jika Mo Qing terus menahannya seperti ini.
Mo Qing benar-benar kesal melihat sikap yang ditunjukkan oleh Gu Xiaoran. Dia tidak lagi menyahuti perkataannya dan hanya meliriknya sekilas, lalu terlihat kembali menundukkan badannya dan mulai sibuk dengan pekerjaannya.
"Kenapa diam saja? Jangan bicara setengah-setengah," cecar Gu Xiaoran pada pria yang terlihat mengabaikannya itu.
"Kamu tidak akan melewatkan ujianmu," jawab Mo Qing dengan singkat dan nada bicara yang terdengar ketus. Tampaknya dia kesal dengan cecaran pertanyaan dari gadis itu.
Sekujur tubuh Gu Xiaoran terasa nyeri. Setiap sentuhan dari Mo Qing seolah mampu membuat tulang-tulangnya patah satu per satu. Tepat ketika tidak kuat lagi menahan sakit yang dia rasakan, pria itu telah selesai dengan pekerjaannya.
Mo Qing tampak sangat puas melihat hasil pekerjaannya yang begitu rapi dan indah. Jari-jari tangannya yang ramping dengan penuh kasih sayang menyeka keringat yang menetes di pipi Gu Xiaoran. Dia tidak sadar telah menatap matanya dengan tatapan yang sangat lembut dan tulus.
Namun di sisi lain, Gu Xiaoran telah panik setengah mati. Dia terus-terusan memandangi jam yang ada di tangannya dengan wajah yang sudah terlihat sangat cemas seperti hendak menangis. Mo Qing memang mengatakan bahwa dia tidak akan ketinggalan ujian, namun menunggunya menyelesaikan pekerjaannya, ujung-ujungnya menghabiskan waktu hampir tiga jam. Saat ini, tepat menunjukkan 20 menit sebelum ujian, sementara dari tempat ini sampai ke sekolah kira-kira membutuhkan waktu 40 menit dengan mobil. Jika demikian, bagaimana mungkin dia tetap dapat mengikuti ujian tepat waktu.
Tiba-tiba, Mo Qing mengambil ponselnya, lalu terlihat sibuk menghubungi seseorang. "Yizhi, siapkan helikopter," ucapnya singkat pada orang di seberang telepon. Setelah menutup teleponnya, dia kembali terlihat sibuk membersihkan bekas darah yang ada pada kaki dan tangan Gu Xiaoran dengan lembut dan bersih.
Hal ini semakin membuat Gu Xiaoran salah tingkah. Mo Qing telah membantunya untuk mengobati lukanya dan kini masih juga membantunya untuk membersihkan bekas-bekas darah yang ada pada kaki dan tangannya. "Biar aku lakukan sendiri," tuturnya yang merasa tidak tahan.
Gu Xiaoran tidak tahan lagi dengan setiap sentuhan tangan pria itu pada tubuhnya dari waktu ke waktu. Ditambah lagi tatapan matanya yang terlihat seolah hendak menerkamnya tiba-tiba. Namun, Mo Qing hanya mengangkat kepalanya sekilas dan memandangnya santai, lalu kembali terlihat sibuk dengan pekerjaannya dan mengabaikan gadis itu. Sementara gadis itu kembali memutar tubuhnya dengan canggung untuk menghindari sentuhan tangan dan pandangan dari pria di hadapannya.
"Jangan coba-coba berani untuk bergerak lagi. Kamu mulai membuatku kehilangan kesabaranku. Kalau kamu tidak menurut, lupakan saja tentang ujian hari ini," tutur Mo Qing dengan dingin.
Mendengar ancaman Mo Qing, Gu Xiaoran sontak membatu pada tempatnya dan tidak berani bergerak sedikit pun. Seluruh tubuhnya terasa lengket dan penuh dengan minyak gosok saat ini.
Mo Qing membersihkan bekas-bekas darah tersebut dengan cepat, namun entah mengapa hal itu terasa bagaikan satu abad bagi Gu Xiaoran. Dia juga tidak melepaskan ikatan tangannya sampai akhirnya dia menyelesaikan pekerjaannya hingga selesai.
Tidak lama kemudian, sebuah helikopter terlihat mendarat dan parkir di depan mobil Mo Qing. Tubuh Gu Xiaoran telah selesai diobati dan dibersihkan dengan baik oleh Mo Qing, akan tetapi entah kenapa wajahnya terlihat sangat merah bagaikan kepiting rebus saat ini. Dia telah berdiri selama kurang lebih tiga jam sambil gemetar menahan setiap sentuhan dari pria itu. Dan entah kenapa di bagian tertentu pada tubuhnya terasa sangat tidak nyaman sejak tadi. Ketika masih duduk di dalam mobil, dia masih dapat menahannya, namun begitu dia turun dari mobil, dia hampir saja memaki karenanya. Setiap kali melangkahkan kakinya, dia merasakan perasaan tersiksa yang tidak dapat digambarkan oleh kata-kata. Hingga akhirnya entah bagaimana, dia tiba-tiba sudah berada di dalam helikopter.
Lin Yizhi terlihat duduk di dalam helikopter sambil membaca dokumen-dokumen penting di tangannya. Ekspresi wajahnya terlihat serius dan berwibawa. Pria itu tampaknya tidak memperhatikan cara berjalannya yang terlihat aneh hari ini. Dia pun menghembuskan napas lega karenanya, diikuti oleh seringai yang muncul di wajah Mo Qing dari kursi belakang helikopter.
Tubuh Gu Xiaoran terdiam bagaikan membeku. Walau tidak menoleh ke belakang, namun dia dapat membayangkan ekspresi menyebalkan yang ada pada wajah Mo Qing. Dia hanya terduduk manis pada kursinya sambil mengumpati pria itu dari dalam hati. Dasar binatang! Bajingan! Umpatnya dengan sepenuh hati.