Bangun pagi-pagi keesokan harinya, Laelia menatap kosong keadaan di depannya, dan dia mengusap matanya beberapa kali, dan mengedipkan matanya sambil mencubit pipinya berkali-kali seolah ingin memastikan bahwa dia sudah bangun.
Samael dan Atira yang masih tidur dengan tenang, dan itu masih dalam keadaan saling berpelukan....
"Pantas saja terasa sesak kemarin tidur...jadi itu ada tiga orang di kasur?"
Laelia tiba-tiba tersadar, "Tidak, masalahnya bukan ini. Kenapa Samael dan Atira berpelukan? Mmmm....Apakah ini yang dinamakan bermain di belakang punggung?"
"Atira, Atira...Aku bilang, Atira, bisakah kau bangun? Atau jangan-jangan kau pura-pura tidur agar bisa terus berada di pelukan suamiku?" kata Laelia sambil mendorong-dorong tubuh Atira.
"Mmmm..."
Atira mengerang sedikit dan akhirnya bangun, meskipun belum sepenuhnya.
Akhirnya dia menatap wajah Samael, kemudian dia menatap wajah Laelia yang menatapnya dengan bingung.
"Samael? Lia?...."
Setelah beberapa saat, dia akhirnya mengingat kejadian tadi malam yang membuat wajahnya memerah!
Dia ingin menjerit, tapi mulutnya segera di tutup oleh Laelia yang tidak ingin membuat keributan di pagi hari.
Kemudian dia dengan cemberut bertanya, "Kenapa kalian berpelukan? Bukannya aku cemburu atau apa, karena aku tahu itu pasti kesalahan Samael...tapi masalahnya, kenapa kau tidak keluar?"
Atira mencoba untuk mendorong Samael pergi, tapi Laelia menggelengkan kepalanya, "Percuma, orang ini sangat suka tidur sambil memeluk sesuatu. Dia tidak akan pernah melepasnya kecuali dia bangun."
"Lalu, lalu...bangunlan Samael. Itu...ada sesuatu yang besar dan keras menyenggolku sejak tadi..." kata Atira dengan wajah malu dan memerah. Bahkan nada suaranya sangat lemah.
Laelia menoleh kebawah ke arah "sesuatu yang bangun tapi bukan keadilan", dan wajah cantiknya langsung memerah.
Dia berdehem sedikit dan akhirnya mencubit hidung dan mulut Samael dengan kesal!
"Hmmpphhh! Puah! Sayang....kau...." Samael terbangun akibat kejahilan Laelia, "Huhh...Aku masih mengantuk tahu?"
"...Hooo...Apakah bantalnya enak?"
Samael masih bingung karena baru bangun: "Bukankah kau yang kupeluk, kenapa kau....hmm, rasanya agak beda. Ini, agak lebih besar, dan ini lebih kenyal..."
Kedua tangan babi Samael menyentuh payudara dan pantat Atira yang membuat wanita itu malu, dan Laelia langsung menampar tangan babi Samael dan akhirnya mendorong Samael hingga terjatuh dari kasir.
Bam...
"Humph! Atira, kau baik-baik saja? Jika kau mau, aku bisa memberimu izin memukul Samael!"
Atira duduk di kasur dan membetulkan piyama tipisnya yang hanya menutupi sedikit kulitnya: "T-Tidak, tidak apa-apa, ini hanya kesalahpahaman."
Dan Samael sendiri akhirnya bangkit dan menempatkan kepalanya ke sisi samping kasur.
Dia akhirnya menatap Atira yang memeluk tubuhnya sendiri saat menatapnya dengan wajah memerah, dan Laelia yang dengan cemberut menempatkan kedua tangan di pinggangnya saat sedikit berlutut di atas kasur.
Sambil menggaruk kepalanya yang agak pusing karena bangun terlalu cepat atau mungkin karena kurang tidur....Samael akhirnya sedikit memahami kejadian tadi.
Dia menatap kedua tangannya dan berbisik: "Pantas saja lebih besar..."
"Huh! Milikku juga besar, dan masih tumbuh !!!" Laelia mengatakan ini, tapi dia kemudian menyadari bahwa tubuhnya sudah matang sepenuhnya....
Alhasil dia mengalihkan tatapan kesalnya pada Samael yang akhirnya tersenyum pahit.
Dia menatap Atira dan berkata: "Maaf Atira, kupikir, kau adalah Lia. Aku...tidak melakukan hal buruk padamu kan?"
"Kau menyentuh payudara dan pantatnya."
"Tolong diam dulu sayang, maksudku, bisa saja aku impuls dan....yah, kau tahu, melakukan hal itu." kata Samael sambil mengangkat bahunya.
Kemudian Atira sendiri, dia mengingat ciuman semalam dan tanpa sadar menyentuh bibir merahnya.
Melihat ini, Samael dan Laelia langsung paham, dan karena ini, Laelia langsung mengambil bantal dan menamparnya langsung ke arah Samael!
Dengan dengusan kesal, dia akhirnya memberikan pukulan terakhir dan keluar dengan langkah marah.
Melihat ini, Samael hanya bisa menghembuskan nafas lelah: "Emosi Laelia menjadi agak tidak stabil."
"Tidak...itu karena kami memang salah." kata Atira membalas.
Dia kemudian berdiri sambil berusaha menutupi kulitnya yang banyak terekspos di mata Samael, lalu dia dengan cepat pergi sambil meninggalkan kalimat:
"Aku akan mencoba membujuk Lia. Aku tidak ingin kalian hancur karena masalahku."
Dengan begitu, Samael ditinggal, dan akhirnya dia kembali masuk ke kasur sembari mencium dia aroma shampo berbeda yang harum disana.
Membuka kedua tangan dan kakinya lebar-lebar, Samael menatap ke langit ruangan: "Rasanya seperti dulu, ada banyak aroma di satu kasur...."
"Ahhhhh, lupakan saja. Aku masih ngantuk, tidur. Lagipula, Lucy palingan hanya akan mengomel kepadaku karena tidak datang hari ini."
...
Sementara Samael tidur, Atira sudah menyusul Laelia yang sudah memakai apron di dapur.
Melihat Atira, Laelia mendengus: "Kenapa, bukankah baik tidur sebagai bantal SUAMIKU?"
Atira merasa bersalah dan langsung mengambil tangan Laelia: "Aku benar-benar tidak tahu, Lia, aku benar-benar minta maaf. Dan jika siapa yang salah...."
"Apakah Suamiku yang salah?"
"...."
"Jika bukan karena kau ada disini, apakah ini mungkin akan terjadi?"
"...."
Atira yang ditekan seperti ini akhirnya menitikkan sedikit air mata di pipinya, dan Laelia yang melihat ini hanya bisa mengusap air mata itu.
"Aku minta maaf, seharusnya aku tidak menyetujui undanganmu untuk tinggal disini. Aku tidak mau kau dan Samael retak karena aku...."
Dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa...
Atira sebenarnya memiliki kesan yang baik kepada Samael, tapi karena ada pembatas "Dia adalah adalah wanita bersuami", dia masih bisa menahan dirinya.
Tapi sekarang setelah mengetahui masalah Tris, ditambah dengan apa yang dilakukan Samael tadi, dia benar-benar merasa detak jantungnya berdetak dan rasa panas di tubuhnya, bahkan sampai sekarang masih terasa!
Terutama saat dia tidur kemarin, itu mungkin bisa dianggap tidur paling nyenyak dalam bulan ini....
Tapi dia tidak mau merusak keluarga harmonis sahabatnya...karena itulah dia menangis.
Laelia sendiri, dia ingin marah, tapi rasionalitasnya menang kuat hanya dengan mengatakan bahwa itu adalah kesalahpahaman.
Dia ingin mengatakan bahwa ini adalah salah Samael, tapi itu karena dia yang mengajak Atira tinggal disini sehingga kejadian itu terjadi.
Jika Atira yang disalahkan, maka itu akan menjadi sangat tidak masuk akal, karena dia pada dasarnya adalah korban.
Jadi Laelia hanya bisa berkata dengan sedikit lembut: "Atira, bisakah aku menanyakan sesuatu padamu?"
"....Apa? Apakah ini bisa membantumu tenang dan memaafkanku?"
"Jawab saja."
"....Baik."
Laelia sebenarnya tahu ini akan terjadi, jadi dia bertanya dengan sedikit tenang tapi hati agak sakit: "Apakah kau ingin berbagi suami denganku?"