webnovel

Keputusan

Gaea syok mendengarnya.

Eryk menginginkan cincinnya kembali?

Gaea berharap ini hanya gurauan semata, nyatanya ekspresi wajah Eryk sama sekali tidak menunjukan candaan. Ia tertunduk.

Apakah sampai di sini tugasnya?

Eryk yang tangannya terulur berjalan mendekat, "Kembalikan ...."

Gaea otomatis berjalan mundur sambil menyembunyikan cincin di jarinya dengan tangannya yang lain, menggelengkan kepalanya kuat-kuat, menolak memberikan ikatan satu-satunya antara ia dan Eryk.

"Gaea," panggil Eryk nadanya mulai meninggi.

Gaea tetap menggelengkan kepalanya, mempertahankan cincin tersebut.

"Jangan buat aku bertindak kasar padamu, Gaea," Eryk mengancam tajam.

Gaea melirik Katherine yang berada di belakang Eryk, bibir dia menyunggingkan seringai kecil melihatnya seakan-akan menertawakan. Ia memicingkan matanya, sudah diduganya Katherine hanya terlihat baik di depan saja. Detik berikutnya, tangan kanannya tiba-tiba digenggam oleh Eryk.

"Aku bilang padamu. Kau membuat aku memaksanya," kata Eryk tajam.

Gaea tidak gentar, menyadari bahwa tangan Eryk tidak erat memegangnya hanya ucapan yang tajam, mungkin sesungguhnya Eryk pun tidak mau. Masih ada kesempatan baginya, jadi ia memasang lagi senjata terakhirnya puppy eyes andalannya, "Eryk ...."

Sesuai dugaannya, wajah Eryk yang tadinya emosi perlahan melembut, "Jangan menatapku seperti itu."

Gaea berkata sendu, "Kalau kau menginginkan cincin ini setidaknya berikan aku alasan yang jelas, Eryk."

"Aku meminta punyaku, kau tidak berhak menanyakan alasannya," Eryk berkata dingin.

Gaea mengerutkan alisnya kesal, "Tentu saja aku berhak Eryk! Karena kau tahu tidak? Ferdinand bilang terpaksa melakukan ini karena ancaman dari Kervyn!"

"Kervyn?" tanya Eryk heran kenapa nama Kervyn dibawa-bawa dalam perdebatan mereka.

"Ferdinand bilang untuk membawaku ke tempat Kervyn sebagai ganti kekasihnya yang sedang mengandung!" seru Gaea emosi.

Eryk ternganga mendengarnya, "Kenapa kau tidak bilang dari kemarin?

Gaea tertawa kecil kemudian keras, menertawakan ucapan Eryk yang konyol tersebut, "Kau main salah-salahan di sini? Padahal kau sendiri yang menolak berbicara padaku! Kau menjauh dariku! Bagaimana bisa aku mengatakannya jika kau mengacuhkan aku!?"

Hening ....

Gaea mengambil napasnya dalam setelah mengutarakan semua perasaannya, rasa frustrasinya selama dua hari ini. Ia merasa puas sekali tadi dan lebih puas lagi melihat Eryk diam seribu kata sekarang.

Sejujurnya ia mencemaskan Ferdinand dan kekasihnya, bagaimana keadaan mereka setelah gagal membawa dirinya ke Kervyn.

Tentu Gaea masih kesal, namun keadaan yang lain sudah membaik dan Ferdinand tetaplah korban dari Kervyn jelas ia peduli.

"Tetap itu takkan merubah keputusanku," kata Eryk.

Mata Gaea membulat, "Kau serius, Eryk? Ini yang kau cemaskan? Sebuah cincin!?"

Dua orang sedang dalam bahaya, yang ada dipikiran Eryk justru masalah status pertunangan mereka berdua? Ia selama ini selalu mengira Eryk adalah lelaki yang dingin, namun ini? Sudah di atas level dingin yaitu kejam.

"Aku melakukan ini setelah banyak mempertimbangkan segala kemungkinan yang terjadi padaku yang bisa berefek bagimu, Gaea," Eryk mengungkapkan sesuatu yang disembunyikan ini, namun tidak ada gunanya jika Gaea yang sedang dihadapi olehnya, "kau memiliki darah langka, for God sake ...," lanjutnya menepuk keningnya frustrasi.

Gaea tidak menyangka ini.

Bagi dirinya?

"Maksudmu?" Gaea bertanya pelan, ragu-ragu.

Eryk tertunduk dan mulai menjelaskan dengan nada sendu, "Kau sudah tahu bagaimana duniaku dua hari yang lalu Gaea, seperti kata Dokter Harry, sebuah keajaiban bisa menemukanmu dalam kondisi sehat, aku jadi berpikir bagaimana jadinya bila kau di posisi Lola. Siapa yang akan mendonorkan darah untukmu? Waktu kau bisa mendonor lagi delapan minggu lagi, dan sebelum itu tiba apa yang akan terjadi jika kau tetap berstatus sebagai tunanganku? Aku takkan memaafkan diriku sendiri jika terjadi sesuatu padamu."

Gaea tertunduk, jadi selama Eryk menghindarinya juga memikirkan dirinya? Dan jalan yang terbaik adalah berpisah, "Tetapi—" Ia mencoba melawan.

"Tolong, jangan," pinta Eryk lemah yang terdengar memohon kali ini, "Gaea, aku ingin mempertahankanmu di sini, aku sungguh ingin, tetapi setelah ucapanmu itu aku semakin mantap untuk menyembunyikan dirimu lagi seperti dulu."

Deru napas Gaea memendek mendengarnya, syok.

Menyembunyikan dirinya ...?

"Menyembunyikan aku?" Gaea mengulangi.

"Ini yang terbaik untuk kita berdua," kata Eryk, "untuk waktu yang tidak dapat aku tentukan kita harus berpisah, Gaea."

Berpisah?

Hanya mendengar saja sudah membuat tubuh Gaea lemas, tidak bertemu Eryk tanpa batasan waktu tepat, namun ia tahu ini sudah dipikirkan matang-matang, pilihan apa yang didapatkannya memiliki darah langka begini?

Tidak bertemu Eryk.

Gaea langsung berlari ke kamarnya tanpa peduli teriakan orang-orang, mengunci pintu kamarnya, kemudian duduk di ranjangnya termenung.

Kenapa hidupnya seperti ini? Di saat semua mulai membaik selalu ada yang membuatnya kembali ke titik semula?

Di saat ia memiliki teman baru bahkan bisa dekat dengan Eryk.

Gaea merasa marah pada ibunya karena menyembunyikan ini semua darinya, jika saja ibunya jujur mengenai ini setidaknya ia bisa donor darah diam-diam bila tujuan ibunya itu memang ingin melindunginya.

Gaea tidak mengerti jalan pikiran ibunya.

Apakah ada rahasia yang belum diketahuinya?

Mungkin ini juga caranya Tuhan memberitahunya bahwa ia dan Eryk memang tidak ditakdirkan bersama.

Tok. Tok. Tok.

"Gaea?" suara Rainer memanggil dari luar.

Gaea sedang tidak ingin ada orang lain jadi berkata datar, "Pergilah Rainer."

"Aku tidak mau karena kau berjanji akan mengompres tanganku," kata Rainer.

Gaea lupa akan janjinya.

Raine memang mengalami patah jari ketika di pesta, baru ketahuan setelah diperiksa oleh Dokter ortopedi hingga harus diperban untuk sementara waktu dan pemberian obat berkala.

Gaea akhirnya mau membuka pintunya malas; janji adalah janji, harus dipenuhi.

Rainer tersenyum kecil ketika masuk ke dalam, di tangannya membawa satu bungkus kain berisi bongkahan es.

Gaea menggelengkan kepalanya sambil duduk di bawah ranjang agar bisa bersandar, "Kau ini, untunglah patah jarimu tidak parah, kalau tidak, kau harus dioperasi, hati-hatilah lain kali berjalan di lantai basah."

"U-huh," Rainer menjawab singkat, menyerahkan kain berisi es kepada Gaea.

Gaea menerimanya sambil menggerutu, "Kau dengar tidak? Aku cemas pa—eh?" ucapannya terhenti saat Rainer membaringkan kepala di atas pahanya, "Apa yang kau lakukan?"

"Tiduran," Rainer menjawab singkat, meletakan tangannya yang diperban di atas dadanya, "silakan."

Gaea memutar bola matanya, dan mulai mengerjakan tugasnya mengompres bagian punggung tangan Rainer yang membengkak, ia meringis melihatnya.

Gaea yakin ini bukanlah terpeleset biasa, takkan mungkin bisa parah begini, ia bukan wanita bodoh, ia bisa membedakan. Ia kecewa Rainer tidak mau jujur dengannya, melihat faktanya mereka sekarang teman dekat.

"Hm ...," Gaea mendengar dengkuran kecil dari bibir Rainer, lalu tertawa kecil, "dia seperti kucing saja," gumamnya sambil membelai rambut Rainer lembut. Senyum di bibirnya seketika hilang tak kala mengingat ucapan Eryk.

Apakah ia juga tidak bisa bertemu Rainer?

Memikirkannya membuat air mata keluar dari pelupuk matanya dan jatuh di pipi Rainer membuat pria itu seketika membuka matanya.

"Jangan menangis," kata Rainer sambil menghapus air mata yang membasahi pipi Gaea.

"Huh?"

"Keputusan Eryk memang tiba-tiba, tetapi dia memikirkan kebahagianmu juga," kata Rainer.

"Bagaimana bisa Eryk berpikir bahwa berpisah dengan kalian itu merupakan kebahagiaanku?" tanya Gaea sedih.

"Bukankah sejak awal kau tidak mau menjadi bagian Enzo? Bukankah kau maunya ke Shanghai menghabiskan waktu dengan Ava?" tanya Rainer balik, memancing.

"Aku ...," Gaea tidak bisa menjawab; tentu saja ia berpikir begitu, namun setelah menghabiskan waktu bersama, ia menerima jalan yang ditempuhnya sekarang.

"Aku hanya bergurau Gaea," kata Rainer, "Eryk yakin kau akan kesepian jadi kau tentu takkan sendirian bersembunyi seperti sebelumnya, kau akan mendapat teman seperti Lola dulu."

"Eh?" Ia tidak sendirian? "Dengan siapa aku bersembunyi?" tanyanya penasaran.

Gaea tentu saja berharap bisa dengan Eryk, namun mengingat Katherine nampaknya takkan mungkin, jikalau bisa pasti Katherine akan ikut juga.

Lola sedang dirawat jadi harus ada orang yang menjaganya hingga pulih. Ia takkan bisa mengingat ia yang pergi.

Jadi antara Alex dan Sebastian yang kemungkinan akan menemaninya. Rainer tidak mungkin karena sedang terluka dan perlu cek berkala ke Dokter ortopedi.

Gaea tidak memiliki masalah dengan mereka bertiga, terutama Alex, akan menjadi teman yang menyenangkan. Sebastian tidak buruk juga, namun lebih menyenangkan bersama Alex.

Rainer bangun dan duduk di depan Gaea, "Siapa yang terpikir olehmu?"

"Alex dan Sebastian ...?" Gaea menebak sambil menganggukkan kepalanya yakin bila mereka yang menemaninya.

Rainer tertawa kecil.

"Apanya yang lucu?" tanya Gaea heran.

"Maaf mengecewakanmu Gaea Silva, tetapi rekanmu kali ini sudah berada di depanmu," kata Rainer menggoda.

Mata Gaea melebar seketika, "Rainer!?"

Oh, God ....

***

Jangan lupa like, komentar dan beri batu daya ya 😊

Selamat menjalankan ibadah puasa untuk kalian yang menjalankan ya 😊

💕💕💕

次の章へ