webnovel

DIA KAKAKKU

Bima melihat Zivana duduk sendiri di taman depan gedung Fakultas Hukum. Zivana tampak asyik membaca buku hingga tidak menyadari kehadiran Bima.

"Assalamualaikum Zi."

"Waalaikumsalam.. " Zivana mendongak dan terkejut saat Bima berdiri di hadapannya.

"Maaf Zi aku mengganggumu. Aku hanya ingin meminta maaf sama kamu."

"Tidak ada yang perlu dimaafkan. Kenapa kamu harus minta maaf?" Zivana berusaha mengontrol emosinya. Dia tidak berhak untuk marah pada Bima. Kenyataannya memang laki-laki itu bukanlah siapa-siapanya. Jadi dia salah jika cemburu pada Bima.

"Tapi sikap kamu seperti marah sama aku."

"Dimana Aliya?"

"Dia tidak masuk kuliah. Dia sedang tidak enak badan."

"Sepertinya kamu tahu semua tentang Aliya ya Bim?"

"Iya tidak semua, tapi kami memang dekat sedari kecil. Aku sudah menganggap dia seperti adikku sendiri. Karena aku lebih tua satu tahun. Cuma kami sekolahnya bareng."

"Oh begitu ya?" wajah Zivana berubah sendu. Dia tahu dia tidak akan bisa sedekat itu dengan Bima.

"Sebentar Zi ada telepon dari Aliya."

"Oh ya silahkan.." Selalu saja seperti itu. Bima terlihat begitu menyayangi Aliya.

Zivana melanjutkan membaca buku meski sebenarnya dia tidak fokus. Sedangkan Bima mengangkat telepon dari Aliya.

"Aliya minta dibelikan empek-empek, Zi. Dasar orang ngidam."

"Aliya ngidam? Emangnya dia lagi hamil?" kebetulan Bima mengatakan hal yang bisa memancing pembicaraan tentang kehamilan Aliya. Zivana hanya ingin tahu kalau memang benar Bima dan Aliya punya hubungan khusus, dia akan menyerah mulai dari sekarang. Dan akan berusaha mengubur perasaan itu dalam-dalam.

"Eh.. maaf aku jadi keceplosan bicara. Tapi aku pikir kamu bisa memegang rahasia Zi. Aku harap kamu tidak mengatakan pada siapapun. Meski banyak yang sudah curiga kalau Aliya hamil."

"Dia sudah menikah?"

"Belum.. Pacarnya menghamilinya dan sekarang kabur entah kemana. Aku sudah mencarinya kemana-mana tapi tidak ketemu. Aku kasihan melihat kondisi Aliya yang begitu memprihatinkan. Walau semua musibah ini juga karena kesalahannya juga. Tapi aku tidak akan terus-terusan menyalahkan dia. Dia sekarang butuh dukungan. Dan aku sebagai sahabat hanya bisa menghiburnya. Ya salah satunya selalu siap memenuhi ngidamnya dia seperti sekarang." Bima tersenyum simpul.

"Oh syukurlah.." Zivana merasa lega dengan penjelasan Bima.

"Apanya yang disyukuri Zi?" Bima heran dengan ucapan Zivana.

"Eh, maaf maksudku syukurlah ada kamu yang mendukung Aliya, Bim."

"Oh... Padahal aku sudah sering mengingatkan Aliya agar tidak pacaran. Tapi dia tidak mau dengar, Zi. Ini adalah pelajaran untukku ebagai seorang laki-laki, aku tidak akan pernah mengajak wanita untuk pacaran. Kalau aku sudah menemukan yang tepat, aku akan langsung mengajaknya menikah."

"Oh begitu ya? sungguh beruntung wanita itu karena akan mendapatkan laki-laki yang begitu menghormati wanita sepertimu."

"Maaf Zi, kamu mau ga aku ajak menengok Aliya? kamu masih ada mata kuliah ga?"

"Kebetulan sudah selesai Bim."

"Iya mungkin Aliya bisa berbagi sama kamu. Selama ini teman dekatnya cuma sama aku. Tapi tidak selamanya kan semua masalah wanita harus melibatkan aku? Walau bagaimanapun, aku dan Aliya bukan mahrom. Kalau Aliya bisa bersahabat denganmu, mungkin akan lebih baik."

Zivana diam menimbang-bimbang permintaan Bima. Tapi sebagai sesama wanita, Zivana juga prihatin dengan yang terjadi pada Aliya. Mungkin benar kata Bima. Dia jadi ingin bertemu dengan Aliya. Mungkin dia bisa membantu meringankan beban Aliya.

"Iya boleh, Bim. Sekarang?"

"Ya donk sekarang. Masa besok? Ya udah Yuk. Tapi aku beli empek-empek dulu buat Aliya ya."

"Iya gapapa Bim." Zivana jadi semakin kagum dengan Bima. Lelaki itu benar-benar lelaki idaman. Sikapnya yang begitu menghormati wanitalah yang membuat Zivana kagum. Entah kenapa Zivana merasa lega dengan ucapan Bima barusan. Ternyata kemarin dia sudah berburuk sangka pada Bima. Ternyata yang menghamili Aliya bukan Bima. Harusnya Zivana tahu kalau Bima tidak mungkin melakukan hal seperti itu.

Bima dan Zivana menaiki motor mereka masing-masing. Tujuan pertama mereka adalah kedai empek-empek yang ada di sekitaran kampus mereka. Bima membeli lima porsi untuk dimakan bersama di rumah Aliya nanti.

"Banyak banget belinya Bim?"

"Iya nanti kita makan bersama di rumah Aliya. Biar Aliya semangat makan kalau rame-rame." 

"Iya Bim." Zivana sedikit iri dengan sikap Bima yang begitu perhatian pada Aliya. 'Kapan ya Bim kamu perhatian sama aku?' Zivana menggelengkan kepalanya. Dia tidak ingin terlalu terbawa perasaan.

Mereka mengendarai motor beriringan, karena Zivana tidak tahu dimana rumah Aliya. Sesekali Bima berada di depannya saat melewati jalan yang cukup padat dengan kendaraan. Cuaca hari ini tidak terlalu terik tapi juga tidak hujan. Zivana mengikuti motor Bima yang sekarang berada di depannya.

Tak lama kemudian, mereka berdua telah sampai di rumah Aliya. Bima dan Zivana disambut oleh Eva Perempuan ini walau sudah seusia mamanya namun masih terlihat muda.

"Assalamualaikum tante."

"Waalaikumsalam.. Eh ada Bima. Masuk Bim. Sama siapa kamu?"

"Kenalin tante, ini Zivana teman kampusnya Bima."

"Ayo Zivana masuk. Anggap saja rumah sendiri."

"Iya tante makasih." Bima dan Zivana mengikuti Eva menuju ruang tengah. Bima memberikan empek-empek pesenan Aliya. Sambil menunggu Aliya keluar, Eva menata empek-empek itu ke beberapa wadah yang aka mereka nikmati bersama-sama.

"Bim.." Aliya menyapa Bima yang sedang duduk di sofa. Tapi dia terkejut dengan wanita yang ada di sebelah Bima. Ia tahu itu siapa. Tapi entah kenapa Aliya merasa tidak nyaman dengan kehadiran Zivana. Diantaranya adalah rasa malu karena dirinya yang hamil diluar nikah.

"Eh Al. Aku sudah belikan empek-empek pesenan kamu nih. Ayo dimakan."

"Makasih ya Bim. Maaf ngrepotin kamu lagi. Habisnya aku lagi pengen banget makan empek-empek."

"Maaf ya Al, aku mengajak Zivana ke sini. Aku pikir kamu butuh teman perempuan agar kamu bisa leluasa berbicara. Dan aku rasa Zivana orang yang baik dan bisa dipercaya." Pujian yang keluar dari mulut Bima membuat Zivana tersipu malu.

"Eh.. enggak papa koq. Maaf ya Zi kamu jadi repot-repot datang ke sini. Bima suka banget ngrepotin. Ini ceritanya biar Zivana deket sama aku, atau Biar kamu bisa deket sama Zivana? Jangan-jangan kamu modus nih Bim."

"Ah Aliya kadang-kadang suka bener deh. Hehehe." Zivana yang merasa disindir pun ikut tersenyum tapi juga malu. Merekapun terlibat obrolan ringan sambil makan empek-empek. Menemani Aliya yang sangat lahap memakannya. Bima tiba-tiba ingat suatu hal yang sempat ia lupakan beberapa waktu yang lalu.

"Oh ya Zi, dulu aku pernah melihat nama devano di kertas yang tercecer waktu aku tabrak. Kamu kenal dengan Devano?"

"Eh.. Devano ya?" Zivana enggan menjawab. Tapi dia juga tidak bisa berbohong. Entah apa yang harus ia lakukan sekarang.

"Ada hubungan apa kamu Zi, dengan Devano?"

"Dia kakakku. Maaf ya.. aku memang menyembunyikan hubungan kami. Karena aku malu punya kakak playboy seperti dia."

"Kakak?"Ucapan Zivana benar-benar membuat Bima dan Aliya terkejut.

次の章へ