Kapten Marlon protes kenapa Adam Baskara diperbolehkan untuk menghancurkan aliansi kecil. Padahal itu tugas divisi sepuluh. Panglima Zarman menegaskan kalau yang dilakukan Adam itu menaklukkan. Bukan menghancurkan. Karena merasa jawaban Panglima Zarman tidak memuaskan, Kapten Marlon pergi menuju markasnya.
Sebuah planet sekecil bulan yang posisinya sangat jauh dari matahari di tata surya tersebut. Dingin, gersang dan matahari sinarnya sangat redup. Hanya ada beberapa bangunan untuk peristirahatan pasukan. Dia berjalan ke sebuah bukit dan duduk di atas batu. Dalam hatinya dia ingin menjadi yang terkuat. Tapi dia tidak mungkin bersaing dengan Kapten Adam. Levelnya sangat jauh.
Pesawat induk luar angkasanya mempunyai senjata yang kuat. Dia bisa menghancurkan planet kecil dengan sekali serangan. Pikirannya mulai liar. Dia tersenyum jahat sambil mengepalkan tangannya.
***
Ketika sudah pulih, Surlaya berniat untuk kembali ke pusat militer. Tetapi Sarami mencegahnya. Dia berkata lebih baik istirahat dulu untuk beberapa waktu. Ketika keluar, pesawat yang dipakai Surlaya sudah dibetulkan oleh ayahnya Sarami. Walaupun tidak seratus persen. Tetapi dia sangat berterima kasih sekali.
"Kau mau apa ke pusat militer yang sudah hancur?" tanya ayah Sarami.
"Aku ingin bertemu kapten Narland. Kalau dia masih hidup, mungkin kita bisa merencanakan apa yang akan dilakukan ke depan." jawab Surlaya.
"Hati-hati," kata Sarami.
Surlaya mendekat dan dia memegang tangan Sarami sambil menatap wajahnya.
"Terima kasih telah merawatku. Aku berjanji akan membalaskan dendam kepada Kapten Divisi Sepuluh Aliansi Merah.'
Sarami mengangguk. Surlaya lalu berpamitan pergi. Ketika menyalakan mesin, dia agak kesulitan. Beberapa kali dia mencoba menghidupkannya, tidak mau hidup. Tapi setelah ke sekian kalinya, akhirnya mesin pesawat tempur ini menyala dan dia langsung menuju pusat militer.
***
Di tengah perjalanan menuju Basta, Yora diingatkan untuk hati-hati. Sebab kemungkinan pasukan Aliansi Merah bakal datang lagi. Jadi ketika hampir sampai ke planet Basta, Yora mematikan kecepatan cahaya pesawat dan mulai mengamati planet Basta dari jauh yang berwarna merah tetapi ada corak hitam bekas serangan dari Kapten Marlon.
"Apa ada musuh?" Darma mulai terlihat tegang.
"Sejauh ini aman. Kita akan turun dan menembusi atmosfer," jawab Yora.
Pesawat menukik dengan cepat. Getaran terjadi dan Yora langsung mengemudikan pesawat menuju pusat militer yang hancur. Mata Darma tak bisa berkedip ketika melihat tanah yang amblas ke bawah menyisakan saluran-saluran air yang membentuk seperti air terjun. Namun sebelum sampai, mereka ditembaki oleh para prajurit yang ada di sekitar. Tetapi Yora tidak menembak balik. Dia hanya menghindar dan mencoba berbicara kepada para prajurit.
Sepertinya para prajurit kehabisan amunisi. Yora langsung mendarat dan mulai menemui mereka untuk bicara.
"Kami dari Aliansi Kebebasan," kata Yora dengan bahasa galaksi.
Semua prajurit yang tadi menembaki, tiba-tiba bergembira dan menyambut baik dengan mengajak berpelukan.
"Pertolongan telah tiba," ucap salah seorang prajurit.
"Mari. Kami akan ajak kalian bertemu kapten," ajak prajurit yang lainnya.
Tangan Darma gemetar ketika bersalaman dengan bangsa Basta. Tangan mereka begitu kurus seperti tak ada daging. Dan yang paling membuat perasaan Darma aneh adalah tangan bangga Basta ada enam. Sementara prajurit yang lainnya begitu mengagumi penampilan Ramna yang melayang di atas tanah.
"Kau penyihir?" tanya seorang prajurit yang meraba-raba bajunya.
"Ah, bukan. Aku dari planet Ethias. Bangsa kami seperti gas. Tidak memiliki bentuk. Untuk itulah kami menggunakan benda-benda padat agar bisa berinteraksi dengan makhluk lain. Hahaha" Ramna menjelaskan sambil tertawa.
"Keren sekali. Dari kecil aku ingin bisa terbang," kata prajurit lain yang dari tadi meraba-raba bagian bawah Ramna.
Setelah sampai di sebuah bangunan yang setengah hancur, mereka diajak masuk dan bertemu dengan kapten.
"Kapten Narland, mereka ini dari Aliansi Kebebasan."
Tiba-tiba, seorang prajurit yang tangan kanan bawahnya yang diperban sedang berbicara dengan Kapten Narland menengok. Matanya lalu berbinar dan berlari mendekat. Tak banyak kata-kata, dia langsung memeluk Darma.
"Terima kasih kalian sudah datang." Katanya sambil menangis.
"Surlaya, sudah," ucap Kapten Narland dengan tenang.
"Kami mendapat informasi kalau planet kalian diserang dan kami ditugaskan untuk memeriksa."
Surlaya melepaskan pelukannya. Kapten Narland lalu menyiapkan tempat dan mulai bercerita mengenai kejadian penyerangan yang dilakukan oleh Divisi Sepuluh Aliansi Merah.
"Jadi namanya Marlon," Surlaya langsung naik pitam.
"Dia itu kapten paling lemah di Aliansi Merah," balas Yora.
"Jadi, kemungkinan kita bisa menang akan lebih besar kalau kita bawa pasukan yang setara," sahut Ramna.
"Kami tidak punya pasukan lagi. Yang tersisa hanya sedikit," kata Kapten Narland.
"Aku rasa, kemampuan bertarung Kapten Marlon itu tidak begitu kuat. Tapi bukan berarti bisa dikalahkan dengan mudah," kata Surlaya.
"Apa di antara kalian ada yang pandai bertarung?" tanya Kapten Narland.
"Aku lebih pandai memakai senjata. Tapi bertarung dengan tangan kosong masih bisa. Juga aku larinya cepat," jawab Yora.
"Aku masih anggota baru. Dan belum sempat dapat pelatihan banyak. Tetapi, jika dibutuhkan, aku akan melakukan apa pun," jawab Darma.
"Aku tidak bisa bertarung sama sekali. Tetapi aku punya kemampuan alkemis," jawab Ramna.
Seketika jawaban Ramna hampir membuat Kapten Narland, Surlaya, dan beberapa prajurit yang menguping pembicaraan mereka dari luar hampir pingsan.
"Alkemis?" tanya Kapten Narland dengan mata terbelalak.
Ramna mengangguk.
"Kalau begitu, kau itu penyihir?" kata Kapten Narland kemudian.
"Bukan. Semua yang aku lakukan itu bisa dijelaskan. Alkemis bukanlah penyihir. Dia hanya seorang ahli dari berbagai macam ilmu pengetahuan."
"Aku rasa, pria berjubah dan bertopeng besi ini yang paling kuat untuk saat ini," sahut Surlaya.
"Kami ingin meminta bantuan kalian untuk mengalahkan Kapten Marlon."
"Tunggu, kalau kita mengalahkannya, bukankah kita akan menyulut kemarahan dari Divisi Merah? Bisa saja kita dihabisi mereka, kan?" Darma merasa khawatir.
"Itu sudah jadi risiko," balas Kapten Narland.
"Kami akan bantu kalian," kata Yora.
"Aku rasa, kemampuanku bisa digunakan untuk menyerang," Ramna menggerak-gerakkan jarinya.
"Bagus, sekarang kita susun strategi. Sekarang, yang kita ketahui ialah Kapten Marlon memiliki senjata di pesawat induknya. Untuk kekuatan bertarungnya, kita masih belum tahu. Tapi yang jelas, kita pancing dia keluar dan melawannya di darat. Setelah berhasil kita kalahkan, kita bisa hancurkan pesawat induknya," Surlaya menjelaskan dengan sangat serius.
"Masalahnya, dia mempunyai prajurit. Sangat sulit untuk menyusup ke sana," Yora mulai berpikir.
"Di tengah pertempuran kemarin, ada satu kapsul dari Divisi Merah yang jatuh. Pilotnya sudah mati tetapi seragamnya masih utuh. Kita bisa coba buat duplikatnya semirip mungkin," kata Kapten Narland.
"Baiklah. Misalkan kita sudah buat duplikatnya. Anggap saja kita sudah berhadapan dan berhasil memancing dia keluar. Kita harus kirim beberapa orang untuk menyusup dengan memakai seragam tersebut? Sebenarnya kemampuanku juga bisa menjadi orang lain. Tetapi hanya bisa untuk diriku saja. Itu pun hanya tampilan fisik dan suara saja.," Ramna pun mulai berpikir.
Darma mengangkat tangan dan berkata, "Setelah menyusup, tugas yang menyusup itu apa?"
"Pertanyaan bagus. Kita tidak tahu dalam pesawat induknya seperti apa. Rasanya opsi menyusup terlalu berisiko," Surlaya menjawab.
"Itu berarti, kita hanya bisa melawannya tanpa ada yang menyusup. Setelah berhasil mengalahkannya, kita langsung serang pesawat induknya. Ah sial! Kita payah sekali menyusun rencana," Yora menggelengkan kepala.
"Tidak. Rencana ini rasanya akan efektif. Kita hilangkan opsi penyusupan. Kita pancing dia keluar supaya bisa melawannya secara fisik," tukas Kapten Narland.
Yora berpikir keras. Tangan kanannya memegang dagunya.
"Ada apa Yora?" tanya Surlaya.
"Apa kalian mempunyai alat pendeteksi?" tanya balik Yora sambil terus berpikir.
"Masih ada. Di gedung tak jauh dari sini. Gedungnya tidak hancur hanya rusak sedikit. Di sana juga jadi pusat kendali militer. Semua pesawat atau benda asing yang akan masuk, akan terdeteksi di sana." Jawab Surlaya.
"Bagus. Aku bisa gunakan alat itu untuk mencari kelemahan dari pesawat induknya."
"Pesawat induknya kan tidak ada di sini?" tanya Darma kebingungan.
"Pasti ada catatan riwayat pesawat apa saja yang pernah dideteksi. Kita bisa gunakan itu," Yora tersenyum lebar.
"Jadi rencana kita, pancing Kapten Marlon ke luar untuk berhadapan langsung secara fisik, setelah itu kita serang pesawatnya dengan mencari kelemahannya terlebih dahulu?" Kapten Narland mengangguk-angguk.
"Tepat," Yora menjentikkan jari.
"Baiklah. Aku akan antar kau ke gedung itu. Semoga saja tidak rusak alat-alat di sana," kata Surlaya sambil berdiri.
***
Perjalanan menuju daerah bintang Cakra memakan waktu yang lumayan lama. Tetapi tekad Kapten Zassac untuk menemui Kapten Argon begitu kuat. Selama dalam perjalanan, mereka berhasil merompak beberapa pesawat luar angkasa. Semua penumpang pesawat yang mereka bajak, dibunuh dengan cara sadis. Kecuali yang ingin bergabung menjadi anak buah. Pesawat yang mereka bajak adalah pesawat wahana yang membawa wisatawan. Atau pesawat kargo yang sering membawa barang dagangan antar planet.
Ketika sudah memasuki Daerah bintang Cakra, Smuty berhenti dari kecepatan cahaya ke kecepatan biasa. Secara bersamaan dari depan, sebuah pesawat kargo pun muncul setelah pesawat tersebut berhenti dari kecepatan cahayanya. Kapten Zassac tersenyum lalu memerintahkan agar Smuty mendekat. Kapten pesawat kargo tersebut sempat menghubungi Kapten Zassac lewat saluran radio meminta agar tidak diserang dan akan memberikan apa pun yang dia mau asal tidak mengambil semua barang dagangan di kargo. Tapi tidak didengar sama sekali oleh Kapten Zassac.
Perlahan Smuty mendekat. Kapten pesawat kargo memerintahkan anak buahnya untuk kembali melakukan lompatan kecepatan cahaya. Tetapi kata anak buahnya itu memerlukan waktu sebab mesin pesawat harus melakukan persiapan sebelum melakukan lompatan lagi.
"Kalau begitu cepat lakukan persiapannya!" teriak kapten pesawat kargo.
Pesawat kargo itu mulai menunjukkan tanda-tanda akan melakukan lompatan cahaya lagi. Tetapi, Smuty sudah berhasil mendekat dan saling berdampingan. Di sisi kiri lambung Smuty keluar tali yang ujungnya besi lancip. Tali-tali tersebut ada banyak dan kuat. Melesat dan menusuk sisi lambung kanan kapal kargo yang membuatnya bergoyang.
Tali-tali tersebut kemudian dengan cepat menarik pesawat kargo sehingga berbenturan dengan Smuty dan membuat mesinnya mati sehingga gagal melakukan lompatan kecepatan cahaya lagi. Semua yang ada di dalam pesawat kargo berpegangan sebab guncangan sangat hebat.
Kapsul-kapsul keluar dari Smuty dan mulai menyerang pesawat kargo. Beberapa ada kapsul yang bertugas mengangkut kargo dan membawanya masuk ke dalam gudang Smuty yang pintunya sudah terbuka lebar di belakang. Kapten Zassac bersama dengan selirnya, Arna, menaiki sebuah kapsul, membobol masuk lewat lambung yang membuat anak buah kapal kargo beberapa ada yang terlempar keluar ke angkasa. Dari kapsul itu dia pancarkan sebuah cairan kental yang seketika kering untuk menutup lubang agar Kapten Zassac bisa keluar dari kapsul.
Setelah dia keluar, dia hunuskan pedang bermata duanya. Sementara Arna mengeluarkan pisau berbentuk bulan sabitnya. Kemudian mereka membantai semua anak buah yang ada di dalam pesawat kargo. Di seluruh penjuru pesawat kargo banjir darah. Setelah sampai di ruang kokpit yang luas, pilot pesawat kargo ketakutan. Kakinya gemetar. Dia memohon agar jangan disakiti dan dia akan jadi anak buah. Kapten Zassac tersenyum.
Setelah barang semua dijarah, Kapten Zassac memerintahkan untuk melanjutkan perjalanan. Tapi sebelum itu, pesawat kargo dihancurkan terlebih dahulu dengan cara ditembak sampai hancur tak tersisa. Kemudian Smuty melanjutkan perjalanan dengan melakukan lompatan kecepatan cahaya.
Bersambung...