webnovel

Sebuah Ikatan

Darma duduk melamun di kamar barunya ini. Dia memikirkan ibunya. Entah kenapa, rasanya dia ingin pulang dan memeluk ibunya. Dia membayangkan kalau ibunya tahu bahwa dia hilang. Pasti ibunya akan menangis dan tidak akan pernah berhenti sampai dia pulang.

Setelah tenang, pikirannya malah mengarah ke masalah yang lain. Yaitu tongkat yang pertama kali dia pegang. Sekilas siapa pun yang melihatnya, itu hanya tongkat kayu biasa. Namun ketika dia bertanya kepada Wardan ketika mengantarnya ke kamar ini, Wardan berkata jika bangsa Zalf yang pegang, tongkat tersebut akan mengeluarkan kekuatannya. Walaupun tidak terlalu kuat, setidaknya bisa dijadikan senjata yang ampuh. Karena kayunya sangat kokoh layaknya besi, tongkat tersebut banyak dipakai oleh anggota Aliansi Kebebasan sebagai pertahanan diri. Tapi sepertinya Yora hanya dijadikan pajangan di pesawatnya saja.

Semakin berpikir, Darma semakin penasaran. Dia lalu bangkit dan mengambil tongkat itu yang sebelumnya dia meminta Wardan untuk membawa satu tongkat ke kamarnya. Dia duduk bersila dan memperhatikan tongkat kayu itu. Panjangnya mungkin satu meter lebih. Warna cokelat muda. Diameter sekitar empat sentimeter. Di kedua ujungnya sangat rata. Dipotong sangat rapi. Darma lalu meraba-raba di setiap jengkal tongkat itu sambil diperhatikannya di setiap senti. Sungguh halus dan indah. Dalam hati dia bergumam siapa pun yang membuat tongkat ini, pastilah seorang yang berjiwa tinggi. Karena terbukti dari mahakarya ini.

Jujur, sebagai lelaki yang normal, dia masih penasaran dengan sosok wanita cantik yang mendorongnya ketika pertama kali memegang tongkat itu. Kecantikannya benar-benar belum pernah dia lihat sama sekali. Bahkan jika dibandingkan dengan wanita tercantik di desa Lura, sangat jauh sekali. Ditambah lagi, Kapten Erdo tidak bisa berkomentar banyak soal ini.

Darma mencoba sebuah ritual klise. Yaitu memegangi tongkat tersebut, lalu memejamkan mata dan berusaha berkonsentrasi. Mengatur napas dan mencoba agar pikirannya setenang mungkin. Semakin dalam dia memejamkan mata, malah dia semakin seperti ingin tidur. Tetapi kemudian, dia mendengar sesuatu. Suara seorang perempuan sedang bernyanyi dengan suara yang sangat indah sekali. Kemudian dia membuka mata dan secara mengejutkan, dia melihat seorang lelaki memegang tangan seorang perempuan berambut hitam panjang mengkilap yang kulitnya putih bersih. Mereka duduk di sebuah pohon yang entah pohon apa. Yang jelas pohonnya bercahaya. Daunnya berguguran. Setelah beberapa saat kemudian, wanita tersebut mulai bernyanyi. Dan Darma tahu suara nyanyian yang tadi itu adalah suara perempuan itu. Namun sayang, Darma tidak bisa melihat wajah pria dan wanita itu. Semuanya samar dan tidak jelas. Tetapi, entah kenapa dia merasa kalau dia memiliki sebuah ikatan yang kuat dengan lelaki dan perempuan itu.

Darma lalu sadar. Keringat mengalir di sekujur tubuhnya. Dan posisinya tidak berubah. Masih duduk bersila sambil memegangi tingkat itu. Napas tersengal-sengal. Dia melihat ke arah jam rupanya sudah pagi. Tiba-tiba Wardan membuka pintu. Darma melihat ke arah Wardan. Dan Wardan heran dengan Darma yang duduk bersila memegangi tingkat bangsa Zalf dengan napas tersengal-sengal. Wardan berlari dan memegangi pundak Darma untuk menyadarkan. Tetapi pikiran Darma kosong dan mata terbuka. Kemudian, Darma tergeletak pingsan.

***

Kapten Zassac berhasil tiba di posisi koordinat Kapten Bron. Kapal kapten Bron menyerupai kapal bajak laut yang ada di laut. Memiliki empat tiang dengan layar yang sangat besar bergambar tengkorak memakai kaca mata hitam bulat. Sama seperti kapten Zassac, layar dan tiangnya merupakan hiasan semata. Tadinya, kru Kapten Bron malah hendak menembaki Kapal Kapten Zassac. Tapi mereka dihentikan oleh Kapten Bron. Badannya yang tambun, pipi tembem, janggut tebal, kulit putih retak seperti tanah kering, pakaian yang nyentrik dengan jubah warna emas, cerutu yang selalu terselip di bibirnya dan tentunya kaca mata hitam bulat, memerintahkan anak buahnya untuk tidak menyerang.

Kapal Kapten Zassac yang dia beri nama Smuty ini mendekat ke Kapal Kapten Bron. Setelah Smuty mendekat dan lambung kapalnya menempel, Kapten Zassac meminta agar Kapten Bron bersedia menemuinya. Kapten Bron mengabulkan permintaan Kapten Zassac.

"Buka pintu lambung Garmin," Kapten Bron memerintah dengan suaranya yang berat.

Pintu lambung dari kedua kapal terbuka dan saling berhubung. Sehingga Kapten Zassac bisa masuk dan menemui Kapten Bron dengan ditemani selirnya. Ketika sampai, Kapten Bron menjamunya dengan sebuah minuman. Mereka berdua terlibat dalam perbincangan.

"Ada apa kau datang kemari?" tanya Kapten Bron.

"Aku ingin menawarkan sebuah perjanjian," jawab Kapten Zassac dengan serius.

"Dan apa itu?"

"Aku ingin kita bergabung menjadi satu Aliansi Bajak Laut Luar Angkasa."

Kapten Bron berhenti ketika dia hendak minum.

"Dan apa tujuannya?" tanya dia kemudian.

"Kita harus lebih kuat dari lima aliansi terkuat."

Seketika Kapten Bron tertawa terbahak-bahak. Sang selir yang dari tadi berdiri di samping Kapten Zassac menganggap perilaku Kapten Bron penghinaan, dia mengeluarkan pisau seperti bulan sabit dari pahanya. Namun dia dihentikan oleh Kapten Zassac.

"Arna, hentikan," ujar Kapten Zassac sambil menggelengkan kepala dan memegang tangan kanan Arna yang sudah siap menikam Kapten Bron.

Arna lalu kembali memasukkan pisau tersebut.

"Kita berdua memang bukan musuh. Tetapi, kita selalu berusaha menjadi yang terkuat. Begitu juga dengan Kapten Argon. Entah di mana dia sekarang," kapten Zassac menjelaskan sesantai mungkin.

Kapten Bron berhenti dari tawanya.

"Dia sedang ada di daerah bintang Cakra. Mungkin sekarang dia mempunyai armada yang banyak," katanya kemudian.

"Kita ajak dia juga."

Kapten Bron diam sejenak. Lalu dia tersenyum.

"Ajakanmu ini menarik. Tetapi, aku tidak mau berbagi denganmu ataupun dengan Kapten Argon. Jika kita berhasil membajak pesawat besar, itu adalah milik kita masing-masing."

"Tentu," Kapten Zassac mengangguk.

Kapten Bron lalu meletakkan dua buah pistol besar di meja. Kapten Zassac meletakkan pedang bermata duanya.

"Aku terima tawaranmu bukan karena aku ingin menjadi yang terkuat," kata Kapten Bron. Dia lalu menenggak minumannya lagi.

"Lalu?" tanya Kapten Zassac.

"Aku ingin balas dendam kepada Kapten Divisi Satu Aliansi Biru. Dia telah membunuh anak buahku," Jawab Kapten Bron dengan penuh kebencian.

"Alasanku ingin membentuk aliansi ini juga arena Kapten Raden menemuiku untuk bergabung dengan Aliansi Biru."

"Jangan sebut lagi namanya!" bentak Kapten Bron.

"Baiklah," Kapten Zassac mengangkat kedua tangannya.

Kapten Bron berhenti minum. Dia lalu menyalakan cerutunya dan mulai menghisapnya secara perlahan kemudian mengeluarkannya lagi. Asap membumbung tinggi. Bahkan Arna sedikit batuk dibuatnya.

"Kalau mendengar namanya, keinginanku untuk memenggal kepalanya jadi semakin besar."

"Sepertinya nama Kapten Divisi Satu Aliansi Biru dilarang disebut di Garmin."

"Nama itu haram disebut di kapal ini."

Setelah itu mereka mengambil senjata masing-masing.

"Kau temui Kapten Argon. Jika dia bersedia bergabung, kita bertemu di titik temu."

"Di mana itu?"

"Di sebuah planet yang berhasil aku kuasai di daerah Bintang Surja. Di sana kita rencanakan penyerangan dan pembunuhan Kapten Divisi Satu Aliansi Biru. Untuk posisinya nanti akan aku beri tahu setelah kau berhasil menemui Kapten Argon."

"Baiklah."

Kapten Zassac dan Arna kembali ke Smuty. Tinggal selangkah lagi maka Aliansi Bajak Laut Luar Angkasa akan terbentuk. Dan ketika mereka berhasil membunuh Kapten Raden, mereka akan memiliki berhasil membuat Aliansi Biru kocar-kacir. Sehingga, mereka tidak akan dipandang sebelah mata oleh aliansi terkuat mana pun.

***

Darma tersadar. Ketika matanya terbuka, dia berada di sebuah ruangan yang dingin. Dia lalu bangun. Ramna yang menunggunya mendekat dan bertanya apa yang terjadi. Darma bercerita apa yang dia lihat semalam. Setelah mendengar cerita Darma, Ramna melaporkannya kepada Kapten Erdo. Kapten hanya diam saja dan memperingatkan kepada Darma untuk tidak memegang tongkat itu lagi. Sebab Kapten pun tidak tahu apa yang terjadi.

"Lebih baik segera membawamu menemui Ratu Ermana," kata Ramna.

"Rasanya aku semakin tidak mengenal siapa aku ini," Darma mencoba bangun.

"Jangan bangun dulu. Istirahatlah lagi," Ramna membaringkan Darma lagi.

"Yora ke mana?" tanya Darma kemudian.

"Dia sedang di luar. Biasanya dia berkeliling kota."

"Bisakah kita melakukan panggilan kepada Ratu Ermana?"

"Tidak mungkin. Dia bukan orang sembarangan. Apalagi kasusmu ini serius. Jadi informasi ini tidak boleh bocor. Yang tahu hanya Divisi Dua Puluh saja."

"Lalu, bagaimana cara kita menemui Ratu?"

"Kapten Erdo akan menemui Kapten Divisi Satu. Dia akan bicara secara empat mata."

"Kapten Divisi Satu?"

"Namanya Kapten Ozaf. Aku pernah bertemu dengannya. Dia memiliki selera humor yang tinggi. Aku rasa, dia akan cocok kalau jadi pelawak."

"Dari planet mana dia?"

"Dia bangsa Zalf sama seperti Ratu."

"Bagaimana rupanya?"

"Sama seperti makhluk Bumi. Hanya saja, kulitnya putih dan sangat bersih. Di Aliansi Kebebasan juga banyak yang berasal dari Bumi. Ketika aku bertanya bagaimana pendapat mereka soal penghuni planet Manda, mereka menjawab sempurna."

"Apa mungkin wanita cantik yang mendorongku dan wanita yang bernyanyi di dalam halusinasiku itu bangsa Zalf?"

"Bisa jadi. Mungkin kau punya keterikatan dengan bangsa Zalf."

"Aku harus segera bertemu Ratu."

***

Kapten Marlon tiba di markas Aliansi Merah. Sebuah planet besar yang seluruh daratannya dipenuhi oleh bangunan-bangunan megah yang didominasi oleh warna merah. Semua penghuni planet ini adalah anggota Aliansi Merah. Letaknya masih di daerah bintang Qufta. Setelah pesawat induk mendarat, Kapten Marlon bertemu dengan Panglima Aliansi Merah di sebuah ruangan mewah besar dengan meja persegi panjang yang besar pula.

Dia sedikit dimarahi. Kapten Marlon meminta maaf. Lalu pintu besar terbuka dan muncul sosok lelaki tinggi berotot, kulit putih bersih, rambut rapi berponi yang menutupi mata kirinya yang agak sipit, baju dan celana hitam ketat, sepatu hitam, jubah warna merah yang compang-camping, tangannya memegang sebuah pedang dengan gagang berwarna hitam yang selubungnya warna merah serta selendang putih yang menutupi mulutnya.

Dia mendekat dan berdiri di sebelah Panglima.

"Aku ingin melapor, Panglima Zarman," katanya dengan suara yang lembut tapi ketika mendengarnya, siapa pun akan tahu kalau lelaki ini sangat kuat.

"Silakan," balas Panglima Zarman.

"Saya, Adam Baskara dari Kapten Divisi Satu Aliansi Merah ingin melapor bahwa kami telah berhasil membuat tunduk sebuah aliansi kecil yang terdiri dari tiga planet."

"Bagus. Akan aku laporkan kepada para Komisaris Aliansi Merah."

"Untuk data dari mereka, selanjutnya akan diberikan oleh ajudanku nanti."

Lalu, Kapten Adam undur diri dan keluar dari ruangan.

"Seperti biasa. Dia itu sangat formal sekali," gerutu Kapten Marlon.

"Jangan begitu. Kalau dia dengar, dia bisa menebaskan pedangnya dan membuat markas ini hancur dalam sekejap."

Kapten Marlon diam.

"Aku selalu memperhatikanmu. Jika kau melakukan perbuatan yang aneh lagi, aku tak akan segan untuk menghukummu."

"Baik, Panglima."

Bersambung...

次の章へ