webnovel

Kelas Terburuk

*krincing... *krincing...

Lonceng di bunyi kan oleh Gama dari arah dapur untuk memanggil kedua kakaknya agar segera turun untuk sarapan. Ini hari pertama di mulainya mereka sekolah dan sudah memasuki kelas 3 Setelah kemarin hadir hanya untuk mengetahui pembagian kelas.

Rendra yang datang ke dapur sudah rapih dengan seragam sekolahnya, dia masih terlihat mengantuk seperti biasa. Setelah menyapa adiknya yang sedang menyiapkan sarapan mereka di meja, dia pun duduk di bangku kayu meja makan yang berbentuk bundar.

"oh, halo semua..!!" sapa Ady dengan riangnya yang juga sudah rapih mengenakan pakaian putih abu-abu miliknya itu. Dia pun duduk di bangkunya dengan tampak sangat senang karna hari ini mereka sarapan pancake dan teh hangat sesuai permintaan Ady semalam ke Gama.

Di saat Ady ingin memasukkan sesuap pancake itu ke mulutnya, dia merasa kurang nyaman karna Rendra terus melihatnya dengan wajah kesal.

"umm.. Ren, bisakah kau berhenti menatapku seperti itu?" kata Ady tersenyum paksa. Gama yang sedang mengunyah makanannya pun menoleh ke arah kedua kakaknya dengan datar.

"Aku masih tidak menyangka dengan kejadian kemarin saat upacara. Kita bisa saja masuk ke kelas 3-A, kelas dengan tingkat paling tinggi. Tapi.. saat kepala sekolah sedang melakukan pidato kau malah melempar batu kecil ke arahnya dengan sangat kencang" keluh Rendra.

"emm.. aah!! itu ya Hahaha maaf maaf, habisnya dia sudah sangat keterlaluan" kata Ady tertawa.

"yaa.. memang benar, Kupikir itu sekolah normal seperti ke banyakan sekolah, harga biaya bulannya yang mahal ku pikir karna memang sistem pembelajarannya yang sangat bagus. Tapi ternyata terlalu suram" kata Rendra termenung.

"Aku tidak protes.." Kata Ady sambil tersenyum melihat Gama kecil sedang mengunyah sarapannya dengan mulut yang penuh.

"Di tambah lagi sama seperti saat kita SMP, ada sistem Peringkat 10 murid terbaik di sekolah per tahunnya. Dan mereka yang masuk ke situ memiliki wewenang tinggi. Ternyata saat di kelas 3 akan ada evaluasi 2 tahun sebelumnya dan 20 orang yang terburuk akan di masukan ke kelas 3-B, kelas paling di pandang rendah. Aku awalnya tidak peduli karna memang ku pikir itu ganjaran untuk mereka yang tidak serius belajar. Tapi perlakuan kepala sekolah, beberapa guru dan murid dari kelas lain benar-benar di luar kewajaran" kata Ady menahan kesal menggenggam sendoknya dengan kuat hingga bengkok. Ady yang menyadari sendoknya sudah tidak berguna pun tertawa dan meminta maaf pada Gama yang memandangnya dengan datar lalu dia pun berdiri dan mengambil sendok yang lain.

"Ketika kepala sekolah itu terus mengolok mereka dan anak kelas lain ikut menertawakannya. Mereka terus menunduk dan terlihat murung, malu, sakit hati. Saat itu juga secara reflek aku melempar batu kecil ke kepala sekolah dengan keras melewati wajahnya dengan cepat, aku pikir sebagai orang nomor 1 di sekolah itu akan membantu mereka. Tapi aku tidak habis pikir kalau kau akan ikut hehehe.. maaf yah" kata Ady tidak enak.

"Kau memang kakak yang aneh, tapi aku tidak keberatan. Toh, aku sangat yakin peringkat ku tidak akan turun, aku juga tidak mungkin bisa mendahului nomor 2 jadi pasti akan tetap nomor 3" kata Rendra malas.

"Sudah jam 6 lewat 5" kata Gama datar masih melanjutkan sarapannya. Mereka berdua pun kaget karna waktu berlalu begitu saja. Dengan cepat dan bergegas mereka menghabiskan sarapan mereka dan pergi berangkat ke sekolah meninggalkan Gama sendiri di rumah seperti biasa.

*************

Mereka berdua berjalan menyusuri trotoar jalan menuju sekolah. Mereka terus membicarakan akan seperti apa nanti di kelas itu, karna mereka yakin kelas itu akan di perlakukan lain.

Mereka pun sampai di sekolah dan langsung menuju kelas 3-B yang ada di lantai 3, dengan sekolah berbentuk U itu, kelas mereka berada di lorong sebelah kanan sekolah dan di lorong itu ada 3 ruangan, meski begitu 2 ruangan lain tidak ada isinya, hanya ruangan kosong yang agak berdebu.

Saat mereka sampai ke kelas itu, disana sudah ada beberapa murid yang datang dan menyapa mereka berdua dan mereka pun membalas sapaan itu.

Kelas yang sangat terlihat tidak layak, cat yang sudah pudar, debu dimana-mana, kaca yang sudah sangat kotor bahkan Ady yang mencoba menyentuh mejanya itu pun sangat terasa kalau debunya sangat tebal.

"Debunya Bikin merinding saja. sampai kasat begini" pikir Ady menggigil.

Seorang perempuan dari kelas itu yang bernama Nanda, gadis dengan rambut ikal kebelakang dengan kulit kecoklatan itu pun mengatakan kalau sebaiknya untuk sementara mereka merapihkan meja masing-masing dulu karna belum di buat jadwal piket harian.

Ady dan Rendra pun mengerti dan setuju. Ady lebih memilih untuk duduk di tengah ruangan sedangkan Rendra duduk di bangku paling belakang karna kebiasaannya yang suka tertidur di kelas meskipun tidak pernah sekalipun ketahuan oleh guru dan kakaknya. Menurutnya kalau Ady tau dia sering tidur di kelas, pasti dia akan marah tapi karna memang rasa malas Rendra yang besar dan tidak tertahankan dia tetap melakukannya.

Bel di mulainya jam pelajaran pun bunyi, namun Ady dan Rendra merasakan hal aneh. Sudah 10 menit berlalu tapi tidak ada guru yang datang. Ady pun memandang 18 murid lainnya yang sudah hadir dan duduk di tempat mereka masing-masing dengan rapih. Karna tempat duduk di sekolah itu merupakan satu meja satu bangku, jadi jarak yang ada pun semakin lebar hingga kelas yang terlihat cukup luas itu pun tidak ada celah lebar.

Saat Ady memperhatikan sekitarnya, ada seseorang yang masuk ke dalam kelas itu. Dan saat Ady melihat ke depan, dia melihat kalau kepala sekolah mereka lah yang masuk kesana. Dia berdiri di belakang meja guru dengan terus memperhatikan murid-murid kelas itu yang terlihat suram.

Dia pun tersenyum melihat wajah wajah keputusasaan yang ada di hadapannya.

"Dengar, kalian semua sadar kan kalau semua yang ada di kelas ini adalah murid-murid paling bodoh, kecuali untuk dua orang. Jadi.. kalian sudah tau kan kenapa tidak ada guru yang mau mengajar di kelas ini? itu karna mereka sangat sulit mengajarkan pelajaran yang bahkan sangat mudah pada kalian" katanya dengan sinis.

Semua murid di kelas itu terus menunduk dan melihat ke bawah, bergetar, ketakutan, seakan memang benar kalau mereka tidak ada gunanya. Bahkan ada anak perempuan yang sampai terisak-isak terdengar oleh Ady.

Rendra yang ada di belakang bukan memperhatikan kepala sekolah maupun teman-temannya yang lain. Tapi dia menghawatirkan Ady yang terus dia menatap kepala sekolah itu dengan mata terbuka lebar dan tatapannya begitu tajam.

"Ady, Rendra. Bapak bisa beri kalian kesempatan sekali lagi untuk keluar dari kelas ini dan bergabung dengan kelas 3-A, bapak akan tunggu kalian berdua di ruangan bapak sekarang" kata kepala sekolah itu mempersilahkan dan pergi keluar dari kelas itu.

Setelah kepala sekolah itu keluar, kelas menjadi benar-benar hening. Tidak ada suara yang keluar, dan suara nafas seseorang yang berat masih terdengar di ruang itu.

Ady pun sepontan berdiri dan membuat bangku itu bergeser keras membuat semua orang disana melihat ke arah Ady.

"Nah.. teman-teman, mumpung belum ada pelajaran, sebaiknya kita bersihkan kelas ini dulu. Pasti akan memakan waktu yang cukup lama kan? hahaha, aku akan pergi mengambil pel dan ember di toilet sekolah" kata Ady semangat dan tersenyum.

Mereka semua melihat Ady dengan heran, tapi perasaan buruk yang mereka rasakan tadi mulai menghilang dan mereka pun tertawa.

3 orang lainnya mengikuti Ady untuk mengambil pel, ember berisi air dan kain bekas. Sementara sisanya menyapu, membersihkan debu dan membuang sampah. Dengan semangat mereka bekerja sama membersihkan kelas itu.

"Meskipun dia kakak yang aneh, dia memang selalu bisa menghibur orang lain" pikir Rendra tersenyum sambil menundukkan kepalanya dan menyapu di bagian belakang kelas.

Mereka membersihkan kelas itu hingga siang jam pelajaran berakhir. Kelas yang tadinya terlihat seperti gudang pun sekarang terlihat bagus, lantai yang berkilau karna terus di gosok hingga kerak yang menempel hilang. Sawang yang ada di pojokan ruang sudah tidak ada. Kaca yang awalnya terlihat kecoklatan itu pun sekarang mereka bisa melihat keluar. Bahkan, cat dinding yang tadinya terlihat terkelupas benar-benar terlihat baru karna mereka saling menyumbangkan uang saku mereka untuk membeli cat saat jam istirahat tiba. Tentu saja yang melakukannya Ady agar tidak ada yang bisa melarangnya.

Dengan kelelahan, mereka pun beristirahat sambil terus membicarakan kegiatan tadi dan tertawa. Setelah mendengar suara bel sekolah berakhir berbunyi, mereka pun merapihkan barang mereka masing-masing dan bersiap pulang.

"Oh benar juga, bagaimana kalau kita usulkan Ady menjadi ketua kelas?" kata Rijal yang ada di belakang. Seisi kelas yang sedang berdiri merapihkan barang mereka pun langsung menoleh ke arah Ady yang tampak terkejut.

"Kenapa aku?" kata Ady protes.

"Kau kan peringkat pertama di jajaran kelas 3" kata Rijal lagi dan mereka semua pun tampak setuju. Tapi bukannya senang, Ady malah tampak bingung dan mengerutkan keningnya.

"Nilai itu tidak ada kaitannya dengan kepemimpinan" kata Ady mengangkat bahunya. Mereka semua pun menghela napas dan terlihat murung.

"Tapi.. aku tau siapa yang cocok" kata Ady menyeringai. Mereka semua pun langsung kembali menatap Ady penuh harap. Ady pun berjalan ke arah salah satu murid dan tampaknya dia juga malah terlihat bingung.

"Nanda, sebelum aku dan Rendra datang, Kau yang mengatur kelas dan teman-teman yang lainnya kan?" kata Ady tersenyum dan membuat Nanda terdiam.

"Ta-tapi tadi kan kau yang mengubah suasana berat dan memberi saran untuk membersihkan kelas ini" kata Nanda heran. Ady pun menepuk pundak perempuan dengan kulit kecoklatan itu sambil menyeringai.

"Aku melakukan itu karna terinsipirasi dari yang kau katakan padaku pagi tadi. Dan aku yakin, kalau pun aku tidak mengatakannya tadi, kau lah yang akan mengatakannya. Sudah lah.. terima saja, tidak ada yang lebih cocok selain kau di kelas ini" kata Ady terlihat senang. Dengan mata berkaca-kaca Nanda pun melepaskan tangan Ady dari pundaknya dan memejamkan mata.

"Aku tidak keberatan selama yang lainnya setuju" kata Nanda melihat ke arah yang lainnya yang ikut tersenyum dan ternyata mereka setuju.

Ady pun berbalik kembali ke tempat duduknya dan menggendong tas miliknya dengan wajah menunduk.

"Benar, aku tidak pantas memimpin. Kalau bukan karna aku, pasti Rian dan Solihin tidak akan terbunuh di hari itu" pikir Ady menggertakkan giginya karna kesal pada dirinya sendiri.

Rendra yang menyadari raut wajah kakaknya dari belakang kelas itu pun melihat ke arah gantungan tas berbentuk orang-orangan sawah yang tampak tersenyum bertuliskan 11-11-11 di kausnya.

**************

Ady dan Rendra yang juga pulang menuju rumah mereka dengan berjalan kaki. Tidak ada pembicaraan sama sekali, Rendra sadar betul sikap Ady tadi itu sebenarnya untuk menutup rasa kesal di dalam dirinya.

Sesampainya di rumah, mereka melihat adik kecilnya itu sedang membaca buku di sofa ruang depan dengan kacamatanya sambil memakan kue kering. Gama yang menyadari kakaknya sudah sampai pun mendongak dan melihat mereka berdiri di ambang pintu.

"Gama membuat kue" katanya datar sambil mengunyah makanan dengan wajah datar.

Melihat adiknya yang polos itu Ady pun tersenyum dan mendekat lalu memeluk adiknya dengan erat. Gama tidak mengerti kenapa kakaknya bersikap seperti itu, jadi dia diam saja.

"hahaha.. terimakasih, kau memang adik yang lucu" kata Ady sambil memeluk Gama. Dia pun melepaskan pelukannya dan pergi naik ke atas dan menuju kamarnya.

"Jangan di habiskan, sisa kan untuk ku, aku mau ganti baju sebentar" katanya sambil menaiki tangga.

Gama hanya diam melihat kakaknya, dan Rendra pun duduk di sebelah Gama lalu bersandar disana mengatur nafas.

"Hei Gamy, kau mau mendengarkan ku sebentar?" tanya Rendra. Gama pun melihat Rendra dan menutup bukunya serta meletakkan kacamatanya di atas meja depan sofa.

Rendra menceritakan semua kejadian yang terjadi di sekolah hari ini, bagaimana perlakuan kepala sekolah mereka pada kelas itu, bagaimana Ady mencoba menenangkan mereka, semua di ceritakan sampai akhir.

Gama mendengarkan dengan teliti meskipun tidak terlihat ekspresi apapun di wajahnya.

"Kau tau? mungkin ini akan menjadi satu tahun terburuk untukku dan Ady" kata Rendra kembali bersandar.

Gama yang awalnya diam pun akhirnya turun dari sofa dan berjalan ke arah dapur.

"Satu tahun terburuk? kita pernah melewatkan 1 tahun 5 bulan terburuk 5 tahun yang lalu kan? jadi semuanya pasti akan baik-baik saja" kata Gama menoleh ke arah Rendra di ambang pintu dapur sambil menyeringai. Rendra pun terbelalak lalu menghela napas sambil tersenyum melihat adiknya.

"Kau benar. Ini hanya cobaan kecil" kata Rendra membalas.

"Makan siang sudah siap" kata Gama kembali datar dan berjalan masuk ke dalam dapur.

Rendra pun tersenyum melihat adiknya begitu karna dia tau, memang begitulah sikap adik kecilnya.

次の章へ