Saat dendam sudah ada di hati dan pikiran, terkadang kebaikan seseorang tertutup. Tapi bagaimana jika cinta telah menyentuh hati yang penuh dendam? Akankah dendam itu hilang? Nadia (21th) menginginkan kehancuran seorang jutawan yang terkenal Tuan Daren yang telah tega memisahkan Ibu dan Ayahnya hingga Ibunya meninggal dalam kesepian. Dengan menjadi perawat pribadi Jonathan, Nadia melancarkan balas dendamnya. Jonathan (25th) seorang CEO putra satu-satunya Tuan Daren. Sejak mengalami kecelakaan dan lumpuh permanen semua wanita yang di kenalnya menjauh dan meninggalkannya. Dengan keadaannya yang lumpuh Jonathan mencari cinta yang benar-benar tulus padanya. Akankah dendam di hati Nadia akan sirna dengan besarnya cinta Jonathan pada dirinya? Apakah Nadia akan kembali dalam pelukan Jonathan di saat semua sudah terlambat???
Di sebuah Cafe sederhana, Nadia menyambut malam tahun baru dengan menghabiskan waktu duduk berdua saja bersama Gladys sahabatnya.
Suasana di akhir tahun selalu meninggalkan kenangan sedih di hati Nadia.
"Mungkin di akhir tahun ini, menjadi awal balas dendamku padamu Tuan Daren!" Ucap Nadia dalam hati sambil menghela nafas panjang.
Entah sudah berapa kali Nadia menghela nafas panjang seraya menatap jalanan yang masih ramai dengan suara petasan di mana-mana.
Tanpa Nadia sadari, embun pagi sudah menyapa kulit tubuhnya yang mulai dingin.
Hati Nadia sudah bertekad di tahun ini semua sakit hati dan balas dendamnya harus dia penuhi demi ketenangan jiwa Mamanya yang telah meninggal dengan rasa sakit berkepanjangan.
"Nadia kamu masih melamun?" tanya Gladys menatap penuh wajah Nadia.
"Tidak, Em...bagaimana menurutmu tentang apa yang kurencanakan tadi?" tanya Nadia dengan serius.
"Aku tetap tidak setuju kalau kamu berkerja di sana Nad, kamu tahu sendiri..kalau Jonathan mempunyai temperamen yang tidak bisa di kendalikan." ucap Gladys yang bekerja di harian surat kabar dan sangat mengenal siapa Jonathan seorang CEO yang terkenal dengan ketampanannya dan sifatnya yang dingin dan arrogant sejak kehidupannya berakhir di kursi roda saat kecelakaan tunggalnya yang menyebabkan kelumpuhan pada kedua kakinya.
"Aku harus masuk ke sana Glad, selagi aku ada kesempatan. Ini adalah awal balas dendamku yang sudah aku simpan sangat lama. Tahun ini aku harus bisa membalas sakit hatiku pada mereka." ucap Nadia dengan tatapan penuh kebencian.
"Besok, aku ada panggilan interview. Aku harus lolos interview agar aku bisa bekerja di sana untuk membalas sakit hatiku pada keluarga Daren yang telah membuat Mamaku meninggal. Dan aku juga harus mencari keberadaan Papaku apakah masih hidup atau sudah meninggal, hanya Daren yang tahu." ucap Nadia dengan keyakinan yang penuh dan tidak akan mundur lagi.
"Aku hanya menguatirkanmu Nad, mereka keluarga yang kaya raya sedangkan kamu sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi di sini." ucap Gladys sahabat Nadia yang sudah hampir tiga tahun menemani hari-hari Nadia baik suka dan duka.
"Kamu jangan kuatir, aku tidak akan apa-apa. Aku bisa menjaga diriku dengan baik. Aku hanya meminta doamu saja agar aku bisa membalas sakit hatiku pada Daren melalui Jonathan yang sudah tidak berdaya apa-apa. Aku ingin Daren ikut merasakan bagaimana kehilangan orang yang dia sayangi. Apalagi aku tahu Jonathan anak semata wayang Tuan Daren." ucap Nadia dengan tatapan penuh kebencian dan dendam.
Gladys menghela nafas panjang, tidak bisa lagi membujuk hati Nadia yang sangat keras kepala namun begitu hati Nadia sangatlah lembut dan penuh perhatian.
"Baiklah Nad, kalau niat kamu sudah bulat. Percuma juga aku membujukmu karena aku tahu bagaimana sifat keras kepala kamu." ucap Gladys merasa putus asa untuk membujuk Nadia.
Nadia tersenyum kemudian meraih tangan Gladys dan menatap wajah Gladys dengan sungguh-sungguh.
"Aku harap kamu tidak pernah pergi dariku dan akan ada selalu untukku. Karena hanya kamu sahabat yang aku punya. Aku akan selalu menghubungimu jika aku sudah pasti di terima di sana. Doakan yang terbaik untuk aku ya?" ucap Nadia dengan tatapan penuh tanpa ada air mata yang sudah terkuras habis sejak kematian Mamanya dua bulan yang lalu.
"Selalu ada doa terbaik untukmu Nad, berhati-hatilah di sana. Aku tidak mau mendengar ada kabar kalau Tuan Daren mengetahui niatmu dan memenjarakanmu? kamu tahu sendiri selain Tuan Daren seorang pengusaha yang terkenal, Tuan Daren juga seorang pengacara yang hebat." ucap Gladys dengan tatapan cemas.
"Aku tidak perduli Daren seorang kaya raya atau seorang pengacara hebat. Aku akan menyakiti hati Daren dengan membuat Jonathan jatuh cinta padaku dan membunuhnya secara perlahan-lahan." ucap Nadia dengan nafasnya yang terasa sesak karena rasa bencinya yang sudah mengakar dalam hatinya.
Melihat wajah Nadia yang memerah karena kemarahan yang tidak bisa di tahannya, segera Gladys memberikan segelas air putih pada Nadia.
"Minumlah... tenangkan dirimu." ucap Gladys ikut merasakan kesedihan dan kemarahan yang di alami Nadia saat ini. Bagaimana tidak selama bertahun-tahun Nadia melihat Mamanya hidup dalam kesedihan dan kesepian karena terpisah dari suaminya tanpa ada penjelasan apapun selain Daren yang memintanya pergi menjauh dari suaminya yang saat itu bekerja sebagai orang kepercayaan Daren.
"Sebaiknya kita kembali pulang Glad, aku harus bersiap-siap untuk pergi ke rumah Daren untuk interview. Doakan agar aku bisa di terima untuk bisa merawat Jonathan karena kamu tahu sendiri aku hanya seorang perawat biasa saja sedangkan yang di cari Daren seorang perawat senior." ucap Nadia dengan sedikit pesimis bisa di terima.
"Aku doakan kamu di terima Nad." ucap Gladys seraya beranjak dari duduknya mengikuti Nadia yang sudah berjalan keluar dari sebuah cafe sederhana yang ada di kota A.
***
Setelah sampai di rumah kontrakan Nadia membersikan badannya untuk segera bersiap-siap ke rumah keluarga Daren, sedangkan Gladys langsung kembali bekerja karena jam Istirahatnya sudah berakhir.
Sambil menatap wajahnya di depan cermin, Nadia melihat sekilas sebuah foto Daren dan Jonathan yang Nadia tempelkan di atas cermin.
"Sebentar lagi aku akan menghancurkan kalian berdua." ucap Nadia seraya mengambil spidol merah dan mencoret wajah Daren dan Jonathan.
Setelah beberapa saat melihat puas wajah Daren dan Jonathan yang tercoret spidol merah, Nadia keluar dari kamarnya kemudian bergegas pergi agar bisa segera sampai di rumah Daren.
Tiba di depan halaman yang sangat luas Nadia menemui Satpam yang sedang berdiri tegak di luar pos jaga. Nadia menjelaskan kedatangannya dan di izinkan masuk oleh Satpam tanpa ada halangan.
Nadia berjalan masuk menyusuri jalan setapak di mana kanan kiri ada sebuah taman yang di penuhi bunga-bunga yang sedang mekar.
Tak sengaja, kedua mata Nadia melihat seorang wanita yang begitu anggun berdiri terlihat bingung mencari bunga-bunga yang akan di masukkan ke dalam vas bunga yang di bawanya.
"Permisi Nyonya...bisa aku bantu? Nyonya terlihat bingung memilih bunga-bunga yang semuanya indah ini." ucap Nadia dengan ramah dan sopan.
"Ya...aku bingung, bunga apa yang bagus untuk di letakkan di kamar putraku yang sedang sakit?" tanya wanita itu yang baru berpikir untuk memberi bunga di kamar putranya dengan yang sedang sakit dan tidak mau keluar rumah.
"Sebentar Nyonya, biar aku bantu... boleh aku pegang vas bunganya dan pinjam gunting bunganya?" pinta Nadia dengan serius.
Tanpa menolak wanita itu memberikan vas bunganya pada Nadia.
Dengan serius dan cekatan Nadia menggunting beberapa bunga matahari, bunga krisan, bunga anyelir dan bunga aster kemudian menatanya secara apik di vas bunga yang di pegangnya.
"Nah... sudah selesai Nyonya, semoga Nyonya menyukainya." ucap Nadia dengan tersenyum.
"Wahh.. sangat indah sekali, kamu sangat pintar sekali memilih bunga dan menatanya. Apa kamu punya keahlian untuk itu?" tanya Wanita itu penuh dengan kekaguman. Selain melihat wajah Nadia yang cantik, Nadia juga terlihat ramah dan pintar juga perhatian dengan orang sekelilingnya.
"Selain aku bekerja sebagai perawat, aku juga mempunyai pekerjaan sampingan di galeri bunga milik temanku Nyonya." jawab Nadia dan tiba-tiba teringat kalau dia harus interview.
"Ya Tuhan, maaf Nyonya...aku harus pergi, aku sudah terlambat. Sebenarnya aku harus interview siang ini." ucap Nadia segera pergi tanpa menoleh lagi pada wanita yang sedang menatapnya dengan sebuah senyuman.
Dengan berjalan dan sedikit berlari Nadia sampai juga di pintu rumah utama, rumah yang sangat besar bagaikan sebuah istana.
Setelah mengetuk beberapa kali, pintu terbuka dan tampak pelayan perempuan tua yang menyambutnya.
"Maaf, aku ada panggilan interview Tuan Daren siang ini. Apa bisa aku menemuinya?" tanya Nadia sedikit takut kalau interview di batalkan.
"Silahkan masuk Nona...kedatangan Nona sudah di tunggu, ikuti saya Nona." ucap Pelayan tua itu berjalan masuk ke dalam ruangan utama yang sangat besar.
Nadia menelan salivanya, kakinya terasa lumpuh saat menginjakkan kakinya di dalam ruangan utama yang bagaikan istana seperti di cerita dongeng.
Tiba di depan pintu ruang kerja Tuan Daren, Nadia berdiri diam memejamkan matanya seraya berdoa memantapkan hatinya agar tidak ragu-ragu dan mundur.
Sambil menghela nafas panjang Nadia mengetuk pintu beberapa kali, kemudian membuka pelan pintu ruang kerja Tuan Daren.
"Apakah seperti ini!! dedikasi seorang perawat? Datang tidak tepat waktu!!!" Ucap seorang pria dengan suara yang begitu berat.
Nadia menelan salivanya sangat terkejut dengan sosok pria di depannya.