webnovel

Calon Manantu

Saat Asya dan sang Mama sedang menangis dan saling berpelukan, dari kejauhan seorang pria datang sambil menatap orang yang tidak sedang menangis dengan tersebut.

Ternyata dia adalah papanya Asya. Asya memang tidak pernah dimanjakan seperti gadis lainnya, karena memang papanya Asya juga hanya pekerja kantoran biasa bukan orang kaya seperti yang lainnya.

Papa Asya pun bersikap dingin kepada putrinya, tidak pernah memperlihatkan rasa sayang atau perhatiannya, tetapi sebenarnya papanya begitu menyayangi Asya teramat dalam.

"Apa yang terjadi, kakimu bisa patah seperti itu sungguh membuat Papa begitu khawatir," seru sang papa sambil menatap putrinya dengan kening yang mengerut.

Tentu saja itu membuat Asya begitu terkejut, pasalnya sang papa jarang sekali memperhatikan dia.

"Papa?" Asya menatap sang papa dengan mata yang basah, tidak percaya bahwa kini ayahnya ada di hadapannya.

"Iya ini Papa, kenapa kamu terlihat begitu terkejut dengan kedatangan papa, nak?" Papa Hendrik berkata kepada putrinya namun tidak menorehkan sedikit senyum sama sekali Dia hanya merasa kebingungan dan cemas karena putrinya kini hanya bisa duduk di kursi roda.

"Kenapa Papa sampai datang ke sini, bukankah Papa harus bekerja. Papa tidak perlu menghawatirkan Asya, ada Mama di sini dan ada teman Asya yang menemani Asya. Tidak apa-apa kok dengan Asya, Jangan sampai karena Kejadian ini membuat Papa merasa cemas," lirih Asya kepada Papanya.

Tuan Hendrik kini hanya terdiam mendengar ucapan sang putri, sebenarnya Pria itu begitu cemas, hampir saja dia berteriak dan ingin memeluk putrinya, namun memang pada dasarnya Tuan Hendrik dari Asya kecil tidak pernah memperlihatkan kasih sayang yang penuh kepada putri tunggalnya, karena apa? Karena Tuan Hendrik memang ingin mendidik Asya agar tidak manja.

Maklumlah Asya terlahir bukan dari keluarga kaya raya, mereka hidup sederhana dan berkecukupan, mereka hidup bahagia. Walaupun memang tidak berlimang harta.

"Jadi ini teman kamu Asya?" Hendrik menatap kearah Zio.

"Iya Papa, ini Zio teman Asya." Wanita itu memperkenalkan Zio kepada sang papa.

"Halo Om perkenalkan nama saya Giorzio Alfariziq Davis." Pria itu Berkata sambil menyodorkan tangannya untuk berkenalan dengan papanya Asya.

"Baiklah Georzio, nama yang bagus perkenalkan saya Hendrik Papanya Asya," kata tuan Hendrik kepada Zio.

"Panggil saja saya Zio, Om," sahutnya sambil menolehkan senyum yang manis.

"Tidak-tidak, aku tidak bisa menyebutmu Zio, tetapi Papa akan menjemputmu calon menantu," ungkap tuan Hendri dengan menorehkan senyumannya. Tuan Henrik dan nyonya Aida menyangka bahwa Zio adalah kekasihnya Asya, padahal sebenarnya hubungan mereka bukan seperti itu, dan hanyalah sebatas teman.

"Oh tidak Om, saya bukan calon menantu anda, saya bukan kekasihnya Asya tetapi saya adalah teman dekatnya Asya," tangkis Zio menolak sebutan calon menantu.

"Tidak perlu sungkan, Om sudah memberikan izin kepada kalian berhubungan, tidak apa-apa. Om tidak akan melarang Asya atau kamu untuk saling mendekat. Lagian Asya juga sudah berumur 20 tahun, sudah sewajarnya dia mencari seorang calon suami bukan kekasih lagi," kata tuan Hendrik sambil menepuk bahu Zio memberikan restunya kepada Zio.

"Papa kenapa berbicara seperti itu, dia bukanlah kekasih Asya, bukan calon suami Asya, dia teman Asya, Papa." Asya meluruskan semua pembicaraan sang Papa agar Papanya tidak salah paham.

"Tidak usah malu Asya, sudah Papa katakan Papa tidak akan marah kenapa kalian berdua, kenapa harus saling menyangkal?" Tuan Hendrik bersikeras untuk merestui hubungan mereka.

"Tidak Om bukan seperti itu Om. Demi Tuhan kami hanya berteman saja, bukan hubungan sepasang kekasih." Sekali lagi dia menyangkal, Zio tidak mau kesalah pahaman ini berlarut-larut. Lagian Zio tidak mau menikah dengan Asya. Zio mengganggap Asya sebagai sahabat saja. Lagian ada seseorang yang Zio pikirkan yang selalu dia nantikan kedatangannya, wanita itu bukanlah Asya tetapi Alea.

Jika saja Papanya Alea yang berkata seperti itu, maka dia pasti akan mengabulkan dan mengiyakan ucapan dari Papa Alea, namun sayangnya itu hanya menjadi sebuah bualan saja.

Pada kenyataannya Papa Alea dan Alea tidak muncul di hadapannya. Padahal sudah sangat tidak sabar untuk menemukan gadisnya tersebut.

"Tidak Maaf, saya sudah memiliki seorang kekasih dan kekasih saya itu bukanlah putri anda. Asya hanyalah teman dekat dan kami bersahabat semenjak SMA," tangkis Zio kepada tuan Hendrik.

Tuan Hendrik mengerutkan dahinya, dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan bahwa ternyata Zio sudah memiliki seorang kekasih.

"Benarkah apa yang kamu katakan barusan? Bahwa kamu memang bukan kekasihnya Asya?" Sekali lagi tuan Hendrik bertanya.

"Benar Om, saya sudah memiliki seorang gadis yang saya sukai, dan dia sekarang sedang Sekolah di luar Negeri, saya sudah menunggu dia pulang," kata Zio sambil menorehkan senyum yang manis kepada Papanya Asya.

"Benarkah kamu menunggu kekasih mu pulang, lalu kenapa di sini, kamu malah menemani putri saya?" tanya Tuhan Hendrik kepada Zio.

"Papa Zio dan Asya tidak ada hubungan yang seperti itu, sudah Asya katakan tadi kami hanya berteman, kami bersahabat sejak kelas 10 SMA, dan bukan cuma Zio teman Asya, tetapi ada yang namanya Tito dan kami bertiga bersahabat semenjak SMA," tukas Asya kepada sang Papa, tetapi ayahnya seolah tidak mengerti, dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Asya dan juga Zio.

"Papa tidak percaya, kalian hanya teman, begini saja kalian boleh menyembunyikan hubungan kalian menutup-nutupi dengan hal apapun, Papa menyetujui kok, kalian berhubungan malah Papa akan menganggap Zio sebagai calon menantu Papa," kata Tuan Henrik sambil menepuk pundak Zio, dan dia pun hanya bisa terdiam, entah apalagi yang harus dia katakan. Karena seluruh alasan sudah dia katakan, tapi Papanya Asya masih saja tidak percaya kepadanya.

"Papa Asya kan masih sakit, kenapa harus membicarakan itu, sebaiknya kita antar Asya ke kamar perawatan, Asya tadi kata Dokter kamu baik-baik saja kan, kamu hanya harus dirawat betulkan?" tanya sang Mama dengan senyuman manisnya.

"Iya Ma, sebelum Asya operasi, Asya harus dirawat di sini, tapi Asya yakin bisa cepat sembuh kok, Mama dan Papa tidak usah mengkhawatirkan hal ini. Asya bukan anak yang cengeng," tukas Asya sambil menorehkan senyuman manis kepada sang mama.

"Baiklah sekarang kita ke ruang perawatan kamu Nak. Menantu dimana ruang rawatnya?" tanya tuan Hendrik kepada Zio.

"Om saya bukan menantu anda." Sekali lagi dia mengeluh kepada Papanya Asya. Karena memang semua ini adalah salah paham, sama sekali tidak memiliki hubungan asmara dengan Asya.

"Tidak usah menyembunyikan hal itu, jangan malu-malu Papa mensetujui kalian untuk menjalin sebuah hubungan, bahkan ke jenjang yang lebih serius pun Papa setuju," tangkas tuan Hendrik sambil menorehkan senyum yang manis, sedangkan Zio tidak tahu harus berkata apa lagi.

次の章へ