webnovel

BAB 27

Hampir jalanan di Tokyo semuanya dilengkapi oleh CCTV, seorang gadis menaiki kursi roda keluar-masuk ke dalam toko bunga, beberapa hari yang lalu keluar dari sana dan dibawa oleh seorang laki-laki masuk ke dalam mobil. Plat nomor laki-laki itu dilacak, kemudian diketahui milik seorang wanita kewarganegaraan ganda, Mito Uzumaki, seorang diplomatik Rusia, suaminya adalah orang Jepang, keluarga kaya-raya, dan salah satu yang paling kaya di Asia.

"Bukankah keluarga itu?" di tempat duduknya, Hikari tidak berselera untuk menyentuh tehnya, sementara suaminya memandangi keluar halaman yang sudah dua hari ini tidak dirapikan, karena Hiashi menyuruh siapa pun untuk tidak mendekati halaman di paviliun pribadinya—sudah menjadi kebiasaannya, dan semua orang di tempat itu tahu, bahwa jika Hiashi sedang kesal, dia butuh keheningan—mereka hanya akan datang saat sarapan, siang, dan ketika makan malam tiba.

Hiashi menarik napasnya dalam-dalam. "Aku berpikir keluarga terhormat dan orang kaya seperti mereka tidak membutuhkan uang," Hikari menunduk. "Dan tidak habis pikir, apa yang mereka inginkan dari ini semua."

"Hanabi berkata kalau..." Hikari mengernyitkan wajahnya, ia sejenak terdiam, takut salah bicara. "Ini masih rumor, kalau cucu Mrs. Mito, menyukai Hinata." Hiashi membalikkan tubuh secepatnya. "Ini baru rumor, jangan dipikirkan serius."

"Bisakah kita menyebut ini obsesi? Penculikan kalau begitu?"

"Hiashi—"

"Laki-laki itu menculik putri kita, perempuan pemilik toko bunga itu mungkin salah satu komplotannya."

Hikari tidak berkutik, tetapi di tengah-tengah dia tidak mampu membalas segala spekulasi tidak masuk akal suaminya, Hikari mengingat anak ketiganya mengamuk di dalam kamarnya tadi.

"Ibu tidak pernah mencintai Hinata!" seumur-umur, meski Hanabi selalu membuat keributan akan kebebasannya, tidak pernah sekalipun anak itu berucap kurang ajar seperti itu dengan muka marah. "Coba ibu pikir, apa yang sudah ibu berikan pada Hinata?" Hikari menangis di tempatnya, sapu tangannya menyapu perlahan air matanya, lalu dia bergumam kecil, "Aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk menolong Hinata," dan suaminya dapat mendengarnya.

"Aku tidak tahu—bahkan semua orang tidak pernah tahu mengapa ibu sangat menyukai ayah dan berdiri di sisi ayah. Pria itu amat kaku. Mengapa dulu ibu mau bersama ayah? Kalau aku jadi ibu, aku perlu berpikir dua kali untuk menerima suntingan ayah."

Hiashi terkejut di tempatnya, istrinya berbicara aneh sekarang, dan kemudian mendongak untuk memandangi dirinya dengan raut sangat sedih. "Aku ingin memberitahu dirimu sekarang," kata Hikari sedih. "Aku telah mencatatkan kedua mataku untuk Hinata, tanpa sepengetahuan dirimu."

"Hikari, apa yang kaukatakan itu?"

Hikari menggeleng-gelengkan kepalanya, teramat sedih. "Izinkan aku sekali saja untuk menjadi orang yang tak sependapat denganmu," Hiashi mengambil duduk di samping istrinya, wajahnya khawatir. "Aku tahu, kalau kau tidak pernah sekalipun menyetujui pendonor mata untuk putrimu. Kau benar-benar tega, dan perlu kau tahu bahwa aku tidak setega dirimu, karena aku adalah ibunya, aku yang melahirkannya, aku sungguh tidak baik-baik saja melihatnya seperti itu.

"Tanpa sepengetahuan dirimu, aku telah menandatangani surat perjanjian, ketika aku telah tiada nanti, aku ingin bisa membantu putriku untuk kembali melihat dunia. Setiap ada kornea yang cocok, kau enggan mencoretkan namamu di atas kertas persetujuan untuk menyetujui perjanjian itu. Jika kau memang menyukai anak laki-laki, sejak awal kau harusnya membunuh kedua putrimu, jangan pernah membiarkannya hidup, ketika nyatanya kau tidak tulus untuk membesarkan mereka, betapa terlukanya mereka, meski begitu, Hinata bahkan tidak pernah bisa membencimu."

Bagi Hiashi, ini pertama kalinya sang istri mencerocos dan membuatnya tidak berkutik. Ia hanya bisa memandangi raut muka sedih itu, tak membalas atau bahkan mulai menyemburkan kemarahannya.

"Saat Hinata mungkin saja berbahagia dengan laki-laki yang dicintainya, kau masih tidak membiarkannya? Kau ingin memonopoli dirinya di tempat yang mungkin baginya seperti neraka!"

次の章へ