webnovel

BAB 8

Orang lain boleh menganggap apa yang dilakukannya amat berlebihan. Keringat dingin, kaki yang lemah, mata yang berkunang-kunang, sampai-sampai rasanya seperti ada seseorang meninju perutnya berulang kali.

Naruto nyaris tidak sadarkan diri begitu mendapatkan kenyataan tentang ini semua—perempuan yang disukainya—dia bayangkan sudah dipinang oleh pria di luar sana sekelas bangsawan yang mungkin pantas mendekatinya, ternyata mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kebutaan hingga kelumpuhan, dan dia sama-sekali tidak tahu kabar tentang itu semua.

"Aku tidak tahu pasti kapan terjadinya, tapi... aku mendengar dari adiknya jika itu terjadi saat Hinata baru lulus SMA, dia kehilangan penglihatannya karena kornea matanya rusak, sementara kelumpuhan itu disebabkan oleh saraf pada tulang belakang. Menurut adiknya, seharusnya kakinya dapat kembali berjalan. Tapi ada masalah keluarga yang membuat... semuanya rumit."

Di ruang yang lebih tertutup dan pribadi, Ino Yamanaka menjelaskan permasalahan itu—kejadian yang sebenarnya tidak diketahui pasti oleh Ino, tapi Ino pernah mendapatkan penjelasan dari Hanabi saat mereka semakin dekat untuk saling mengenal, sehingga keterbukaan tak dapat dihindari.

"Kukira keluarganya sangat mencintainya, mengapa dia tidak mendapatkan pendonor mata? Mereka harusnya—" Naruto menggelengkan kepalanya berulang kali, setelah yakin untuk tidak melanjutkan perkataannya.

Namun yang diingat oleh Naruto, bahwa Keluarga Hyuuga cukup superior, mencari pendonor mata mungkin cukup sepele kalau mereka mau bermain kotor.

Sementara itu, rumah keluarga Hyuuga bertetangga dengan kediaman Kaisar. Ini tentang silsilah turun-temurun dari Keshogunan yang membuat hubungan keluarga tersebut dengan keluarga Kekaisaran menjadi sangat erat, garis yang menghubungkannya dengan Tokugawa. Dan dapat diingatnya, ketika kakek dan neneknya memberitahu soal keluarga Hyuuga padanya, Naruto terkagum-kagum. Tidak menyangka, bahwa teman satu sekolahnya seorang bangsawan murni, tapi masalahnya, apakah mereka benar-benar tidak bisa mendapatkan mata untuk Hinata?

Sebaliknya, Ino tidak berhenti mencermati pula mewaspadai sikap Naruto. Laki-laki itu memberikan banyak pertanyaan padanya, tetapi bagi Ino, semua pertanyaan itu cukup masuk akal untuk ditanyakan. Jika dia ada di posisi pria di depannya, dia pasti akan melakukan hal yang sama. Ino mengingatnya ketika dia baru mengenal Hinata. Ia lebih banyak mencari tahu karena berawal penasaran. Gadis secantik Hinata mengalami kejadian tragis yang membuat Ino tidak bisa mengalihkan perhatiannya. Kepeduliannya menjadi tidak sekadar penasaran dan ingin tahu tentang keluarga Hyuuga yang amat tidak peduli dengan putrinya.

Lama-lama, Ino menjadi tahu banyak, itu juga karena mulut bocor Hanabi yang membenci keluarganya secara terang-terangan. "Ayahku? Dia Iblis bertubuh manusia!" Ino mengingat ketika gadis SMA itu marah besar, hingga pada akhirnya dia mencari cara untuk mengeluarkan kakaknya dari rumah besar Hyuuga—itu sudah terjadi selama seminggu ini, Hinata tidak kembali ke rumah besarnya di Chiyoda, bagian wilayah tertutup yang hanya bisa dimasuki oleh orang-orang tertentu.

"Kau mau bertemu adiknya?" tawar Ino tiba-tiba, membuyarkan lamunan Naruto yang sempat menerawang lurus ke depan. "Kukira sebentar lagi anak itu akan datang kemari."

"Si Balita?" Ino merengut, kaget dengan penyebutan itu. "Aku pernah bertemu, waktu dia masih umur 2 tahun. Aku tidak yakin dia mengingatku, dia sangat kecil waktu itu, Hanabi, 'kan?"

"Iya, namanya Hanabi."

Naruto mengingat tentang Hanabi, karena dahulu anak kecil itu pernah datang ke sekolah ketika ada pertemuan wali murid. Seorang pendamping menggendongnya, serta mengajaknya jalan-jalan. Anak itu sangat lucu, pintar, dan ucapannya tegas padahal biasanya umur segitu terkesan pemalu untuk menjadi cerewet di sekitar orang yang tak dikenalnya.

Sebesar apa sekarang Hanabi?

Naruto nyaris tertawa menebak-nebak sikap Hanabi, pasti anak itu jauh lebih cerewet dari yang dirinya ingat. Tipe-tipe gadis pemberontak yang bisa mengacaukan seisi rumah, atau menghancurkan pendamping Hinata yang super jahat, dan tentu saja Naruto masih mengingat tamparan yang didapatkan olehnya dulu dari pendamping perempuan itu, seingatnya nama pendamping kejam itu adalah Mrs. Shiori. Bagaimana pula kabarnya Mrs. Shiori, pasti wajahnya jauh lebih keriput karena dia sering kali marah.

Namun ketika Naruto hampir satu jam menunggu kedatangan Hanabi, ia mulai gusar sejak tadi melirik pergelangan tangannya. Tentu saja yang dapat diingatnya tentang sang nenek. Neneknya tahu kalau hari ini dia harusnya sudah sampai di Tokyo, dan menjumpai wanita tua itu. "Oh iya, apakah Hinata sering datang ke sini?"

"Setiap hari dia ada di sini." Ino memberitahu laki-laki itu—tidak memberitahu bahwa Ino tinggal bersama Hinata sejak seminggu yang lalu ketika Hanabi menculik kakaknya sendiri.

Naruto tersenyum hangat pada Ino kemudian. Senyuman penuh arti yang Ino tangkap.

Dan ketika memutuskan harus segera sampai rumah, Naruto mendekati Hinata, menyentuh punggung tangan Hinata, sehingga membuat gadis itu terkejut. "Maafkan aku," ucap Naruto penuh perhatian, bahkan nada bicaranya terdengar tulus diucapkan. "Kau mungkin terkejut akan sikapku tadi, tapi percayalah, aku jauh lebih terkejut melihatmu seperti ini."

Sedangkan Hinata dapat merasakan bahwa tangan lelaki itu hangat, sedikit ada kedutan tak beraturan pada tangannya ketika gadis itu berhasil meremas tangan lelaki itu lembut. "Kau masih gemetar." Katanya, memberitahu. "Kau sudah menghabiskan tehmu?"

"Sudah. Aku juga sudah mendapatkan buket bunga yang baru." Kata Naruto, sambil mengamati wajah sendu Hinata, serta mata abu-abu yang kosong. "Boleh aku besok ke sini lagi? Aku ingin... memastikan kau baik-baik saja." Karena tidak pernah mendapatkan perhatian semacam itu, Hinata terdiam, lama untuk menanggapinya. Ini pertama kalinya dia mendapatkan perhatian dari orang asing, bahkan berani untuk menyentuh tangannya erat-erat seolah memberikan perlindungan yang akan membuatnya aman.

Tangan lelaki di depannya itu terasa tidak begitu asing, dan semakin lama digenggam olehnya, semakin terasa hangat dan nyaman, belum lagi perkataannya begitu tulus, bukan dibuat-buat. Perasaan macam apa ini menyelusup tiba-tiba? Hinata menjadi tidak berkutik. Bibirnya begitu saja melengkung untuk tersenyum. "Silakan mampir lagi." Ia menginginkan pria itu datang kembali keesokan harinya, menyentuh tangannya serta menenangkan dirinya. "Dan, mungkinkah kau masih belum percaya, 'kan?"

"Kenapa?"

"Aku seperti ini."

Naruto membuang tawa, tangannya menyentuh pipi perempuan itu lembut. "Kau masih baik-baik saja saat terakhir kita berjumpa," diingatnya pada saat itu, setelah acara kelulusan, Naruto masih melihat dari jauh Hinata bersama keluarganya, bersama adiknya, Hanabi, diajaknya anak kecil itu ke belakang sekolah untuk melihat bunga-bunga bermekaran ketika musim semi tiba. "Tentu saja menemukan kau seperti ini membuatku sangat terkejut, aku bahkan tidak bisa... mengekspresikan segala sesuatunya. Terasa sangat begitu sulit."

"Tapi aku sudah tidak apa-apa."

"Iya, aku percaya padamu."

Walau Hinata tidak bisa melihat senyumannya, Naruto tetap tersenyum tulus untuk gadis yang dicintainya itu. Ia tetap meletakkan telapak tangannya pada pipi Hinata, memberikan usapan kecil sampai membuat wajah Hinata tidak bisa berhenti mengeluarkan semburat merah.

次の章へ