Aku kembali ke ruang 4021. Dalam perjalanan aku menerima rincian tagihan yang harus aku bayar sebagai ganti rugi untuk perusahaan Sleep and See.
Sekian ratus ribu dollar. Bukan jumlah yang sedikit. Aku harus mencari cara untuk membayarnya.
kejutan lain yang menanti adalah munculnya seorang wanita muda usia belasan yang duduk di sofa ruang tamu.
"Hallo, Kau pasti Covina Ven. Perkenalkan, aku Virsilia. Aku yang akan menggantikanmu dalam program tidur selama dua puluh tahun."
Aku menyambut tangannya dan menyalaminya.
"Senang bertemu denganmu. Aku akan segera mengambil tas dan kau bisa masuk ke kamar."
"Terimakasih."
Virsillia kembali duduk dan mengajak bicara Lux Hemel. Angela hanya diam di belakang kursi makan memandangiku.
Lux, terlihat sangat tidak menikmati pembicaraan dengan wanita di depannya. Ia berusaha mencari cari untuk pergi.
Setelah berganti baju, aku mengambil tas yang aku bawa dan keluar dari kamar.
"Ini kuncinya, semoga beruntung"
Virsilia segera mengambil kunci dan menyerahkan pada asistennya. Seorang pria yang cukup besar.
Ia meminta pria itu membersihkan kamar dan menyesuaikan dengan apa yang ia inginkan.
Aku menoleh pada Angela, memberikan senyuman perpisahan. Sementara Lux mengejarku.
"Apa yang terjadi?"
Aku berjalan dan tetap fokus tanpa terganggu sedikitpun dengan kehadiran Lux. Ia mengiringiku menuju lift. langkahnya terhenti hanya dengan beberapa kalimat dariku.
"Terima kasih atas semunya. Sampai Jumpa."
Kami terpisah, aku menekan tombol ke lobi sementara Lux terdiam tak di luar lift.
Di lobi beberapa media sengaja menungguku. Mereka segera menyerbu saat melihat aku keluar dari lift. Aku mencoba untuk tetap tenang. Berjalan se-elegant mungkin.
Dengan semua pertanyaan yang muncul, aku hanya tersenyum dan tidak mengonfirmasi apapun. Ini mengundang para wartawan itu terus mendesakku.
"Jika Anda hanya diam bagaimana Anda bisa membuktikan diri Anda tidak bersalah?"
Aku menoleh.
Orang yang mengatakan hal itu adalah pria berbaju biru Navy berlengan pendek. Ia berasal dari semuah media elektronik yang terkenal.
"Aku tak perlu membuktikan apapun"
Semua kamera mengarah padaku. "Biarkan waktu yang akan membuktikannya."
Serentak wartawan lain menyerbu dengan berbagai macam pertanyaan lain. Aku tak menghiraukannya dan pergi melenggang dengan tenang. Aku mencari taxi dan masuk dengan sikap acuh-tak acuh.
"Kita akan kemana?"
"Toko perhiasan terdekat" jawabku singkat. Aku perlu menyelamatkan keuanganku.
Sampai di toko, seorang wanita berbaju rapi menghampiriku. Aku segera menyatakan maksud kedatanganku.
"Kami akan mencoba harga terbaik." kata wanita itu setelah mendapatkan semua perhiasan emas yang menempel di tubuhku.
Ia membawanya masuk semuanya dan keluar lagi dalam waktu kurang dari lima belas menit.
"Ini harga yang bisa kami berikan."
Aku melihat jumlah angka yang ia tulis. "Apakah tidak bisa lebih dari itu?"
"Ini hanya emas tanpa berlian. Maafkan kami. Tapi untuk saat ini, hanya ini harga yang bisa kami berikan."
Aku tak bisa lagi memberikan komentar lain. Au segera menyetujui harga yang mereka berikan. Uang segera mereka kirim ke rekeningku.
"Terimakasih, jika Anda butuh sesuatu lagi dengan senang hati kami akan membantu."
Meninggalkan toko perhiasan aku menuju ke KBRI. Sangat berharap mereka bisa membantuku.
"Maaf Mbak, kalau mbak memang nggak ada uang kok bisa masuk US?", tanya mereka padaku.
"Aku mendapatkan jamainan dari Sleep and See saat itu."
Dua orang didepankku dengan cepat menyelidiki semua hal dari tab milik mereka. Mereka memintau menyebutkan nomor paspor. Kurang dari lima belas menit menunggu, mereka segera memberikan pendapatnya.
"Kita nggak bisa bantu buat bawa mbak pulang ke Indonesia. Mbak harus terbukti dulu tidak bersalah. Apalagi saat ini, Mbak nggak bisa kasih satu pun jaminan ke pemerintah Amerika. Kita pihak KBRI cuma bisa berusaha membantu seperlunya."
Jawaban mereka memang tak begitu memuaskan. Aku memang tak terlalu berharap kepada mereka. Apapun yang terjadi, memang rekaman video itu menunjukkan aku bersalah dengan tindak kekerasan. Siapapun tidak bisa menolong kecuali aku bisa membuktikan diriku tak bersalah.
Ditambah lagi, Sleep and See adalah salah satu perusahaan yang masuk dalam daftar perusahaan di Indonesia. Pemerintah sebelumnya mengelurakan himbuan bagi semua WNI agar tidak terlibat apapun dengan perusahaan tersebut.
"Terimakasih maaf sudah menganggu kalian."
"Kamilah yang harus minta maaf. Kami akan terus memantau kasus ini dan mencoba diplimatik sebaik mungkin. Kami akan mendapampingi Anda semalam persidangan."
Aku menjabat tangan mereka dan menuju keluar dari ruangan mereka.
Aku mengecek ponsel yang aku simpan di dalam tas. Berikutnya, aku harus mencari tempat untuk tinggal sementara.
Melangkah keluar aku menuju taman terdekat untuk mencari tempat duduk. Aku menemukan bangku kosong dengan danau penuh angsa di depannya. Aku memandangi angsa-angsa yang berenag sebelum memutuskan untuk duduk dan mengambil gambar mereka dari sini.
"Selamat sore,Miss?"
Aku menengadah ke arah sura yang memanggilku. Aku mentup ponsel secara spontan.
"Iya?" jawabku dalam bahasa Inggris.
"Kami sedang malakukan syuting iklan di sini."
Mendengar kata di sini aku segra meminta maaf karena mengganggu proses syuting mereka.
"Oh, tidak-tidak maksud saya, bisakan anda tetap duduk dan memainkan ponsel anda? Aktor kami akan datang, duduk di samping Anda sambil memandangi danau beberapa menit. Tak lama setelah itu ia akan pergi. Ini adalah bagaian dari iklan. Saya jamin tidak akan memakan waktu lama."
Mendengar permintaannya yang tidak sulit, aku segera menyetujuinya. Hanya duduk dan pura-pura tidak melihat. Semua orang akan bisa melakukannya.
"Baiklah, kamera siap?"
Setelah mengatakan action kamera menyorot ke arah sang aktor pergi. Sesuai permintaan aku terus meilihat ke arah ponsel sambil menyelediki harga apartement murah terdekat. Sekitar lima menit berlalu aku merasakan seseorang duduk di sebelahku.
Aku berusaha tidak menoleh agar ini segera selesai.
"Vina?", Orang yang baru saja duduk di sebelahku memanggil.
Sutradara berteriak.
"Cut! It's not written on script!"
Aku segera menoleh ke arah sutradara.
"Maafkan aku, aku hanya terkejut. Wanita ini adalah Vina. Ia adalah temanku."
Setelah melihat ke arah sutradara ia menolehkan wajahnya ke arahku.
"Hansel? Kau kah itu?"
"Lihat, kurasa kita berjodoh!"
Sutradara berteriak kepada semua tim agar kembali bersiap dari awal. Ia memerintahkan agar pengambilan gambar diulang.
Hansel segera bangkit. "Begini saja, bagaimana kalau kita bicara setalah ini? Setuju?"
Tak ingin menghambat proses syuting, aku segera menyetujui permintaannya.