webnovel

21

Kushina enggan untuk keluar dari kamarnya, sewaktu tengah malam seusai pesta perayaan pernikahan, bahkan yang seharusnya dia pergi berendam untuk meredakan rasa lelahnya pun tidak dilakukan.

Padahal beberapa hari ini dia menghabiskan waktu-waktunya bersama sang suami, menyulam kerinduaan saat masa-masa pacaran sampai akhirnya pria itu melamarnya, ada banyak kegiatan untuk mengenang masa lalunya, kebiasaan spa lewat tengah malam, tiba-tiba tak membuatnya berminat.

Minato menyadari itu, sehingga dia mendekati sang istri, dengan di pikirannya terus berkecamuk, apa lagi sekarang yang sedang terjadi pada wanita itu. "Apa yang sedang kau pikirkan?" meski hanya mendapatkan gelegan kepala, Minato tahu bahwa sang istri merasa resah, sejak diketahui olehnya tadi di tengah acara pesta, Naru sempat menarik ibunya untuk keluar dari pesta.

"Apakah Naru mengatakan sesuatu padamu? Tidak suka oleh sikapmu yang berlebihan itu?"

"Memang, aku yang salah," Minato masih mencermati. "Aku tidak seharusnya memperkenalkan gadis itu pada orang-orang, 'kan? Tapi bukan itu yang sebenarnya terjadi—bukan tengah memikirkan apa yang sudah kulakukan, juga bukan tentang Naru memperingatkan aku pada sikap yang tak pernah kondusif antara kita dan kerajaan Inggris."

Ia kira kali ini lagi-lagi soal keluarganya yang masih begitu mewaspadai Kushina. Jujur saja, Minato tidak mau mendengar dari mulut istrinya bahwa wanita itu mulai membahas soal perceraian yang tidak perlu mereka lakukan. Ia tidak mau—dan bersumpah akan melakukan cara apa pun supaya istrinya tidak meninggalkan dirinya.

Setelah lama berpikir, Minato menjadi tahu, masih ada masalah lagi, yaitu tentang anak mereka yang misterius. Anak itu mungkin lahir dari rahim Kushina, benihnya, dengan semua tes DNA yang tak pernah salah. Tapi kehadiran putranya tak dapat dipahami oleh nalar yang terbilang masuk akal. Istrinya menyebutnya sebagai anak ajaib, dan penyebutan itu mungkin benar.

"Soal Naruto?" Kushina mengalihkan pandangan dari jendela setinggi langit-langit di kamarnya. Ia beralih memandangi suaminya, mendapati bahwa suaminya memandanginya tanpa tersirat kelelahan. "Kukira kita sudah mempelajari semua tentang penempatan kata Roh, kita tidak sekali mendengarnya pada saat perjamuan-perjamuan, aku kira dia memiliki sesuatu yang tidak bisa disebutkan sebagai kata 'biasa' dan ini mungkin anugerah yang Tuhan kita berikan. Kau masih memikirkan hal itu sebagai sesuatu yang kadang mengerikan? Itu adalah mukjizat karena kau menginginkannya, dan Tuhan kita mengabulkannya."

"Kau salah besar kalau aku menganggap itu hal mengerikan," Kushina membalasnya. "Aku takut jika dia meninggalkan kita karena dia anak Tuhan—dia tidak akan berada di sisi kita, atau kita akan melupakannya, aku tidak mampu untuk tetap menerima kenyataan, itu terasa menyakitkan," Minato mendekati istrinya kemudian, memeluknya, menenangkan sebisa mungkin, lalu menciumi dahinya. "Aku merasa suatu hari nanti dia akan pergi ke suatu tempat dan tidak akan kembali. Aku takut jika dia akan berkata sesuatu yang menakutkan bahwa dia terpaksa meninggalkan kita, dalam kesempatan dia selalu berkata ingin aku tidak kecewa padanya, aku takut, Minato."

Selama ini Minato sudah berjuang untuk melupakan setiap asumsi maupun spekulasi yang terus menyerangnya berpuluh-puluh kali dalam setiap kesempatan. Hanya satu-satunya kasus ini yang tak bisa dibiarkan—tak mampu diabaikannya, siapa sebenarnya anak ajaib mereka, yang lahir pada rahim yang telah dinyatakan mandul.

Minato sering kali mendapati suatu kebetulan yang menurutnya ada sangkut pautnya tentang anak itu.

Pada umur 11 tahun, putranya sering menghilang berhari-hari, meskipun Minato mengarahkan seluruh pelayan-pelayan untuk menjaganya, anak itu menghilang begitu saja tak ditemukan di mana pun, belum lagi Sakumo berbicara sesuatu yang tak dipahami, ketika awan merah tampak di atas langit, Sakumo akan mengantar anak itu pergi ke kota tua, dan Sakumo menyadari dia telah kehilangan kesadarannya.

Tentu saja Minato tidak menceritakan masalah yang dianggapnya cukup mistis itu kepada sang istri. Karena hal itu barangkali akan menambah beban pikiran Kushina, Minato tahu kalau dia harusnya mencari tahu sendiri tanpa melibatkan siapa pun. Tapi dia selalu melangkah mundur, karena alasan mungkin ia seharusnya menjadi orang yang tidak perlu tahu apa pun. Dan akankah ketika dia tahu, anak itu masih berada di sisi mereka? Minato takut, kelancangan yang akan ditimbulkannya berdampak pada kepergian anak itu.

Namun malam ini, entah mengapa dia ingin bertekad untuk mengungkapkan kebenaran, ia harus membicarakan ini dengan anak ajaib itu. Tanpa melibatkan sang istri.

"Kalau kau memang tidak ingin keluar dari kamar, sebaiknya kau berendam saja di kamar mandi, kau bisa menunda spa tengah malammu untuk keesokan harinya, hari ini mungkin kau hanya butuh untuk mandi air hangat, lalu tidur."

Suaminya mungkin benar, dia hanya butuh berendam air hangat yang dicampur wewangian mawar, setelah itu pergi ke kasur untuk mengistirahatkan diri dan pikirannya.

次の章へ