webnovel

5

St. Konoho School

"Ini jam istirahat, akan banyak anak-anak yang berseliweran di lorong, dan di mana pun. Jadi, kalau tidak nyaman segera bilang, kita bisa pergi ke taman. Di belakang gedung, ada taman dengan bundaran, di sana ada ikan koi seperti yang ada di taman kamarmu, jika memang rindu Okutama, kau bisa pergi ke sana, atau makan siang di sana sendirian."

Hinata menghela napas ketika sepupunya terlalu banyak bicara. "Aku tidak suka dengan ikan koi, kau pasti tahu kenapa ikan koi di taman depan kamarku bisa mati, iya, karena aku yang membunuh mereka setiap hari. Tentu saja aku tidak ingin memperlakukan ikan koi di sekolahan ini dengan sangat kejam. Aku tahu aturan."

Neji Hyuuga tersenyum. "Kau seharusnya membenci aku," Hinata memerintahkannya demikian, tapi Neji tidak pernah menganggapnya secara serius. "Neji, aku tidak nyaman dengan wajah ramah yang kau tunjukkan padaku, karena yang pantas kau tunjukkan adalah wajah berambisi untuk membunuhku," Neji menundukkan wajah, sebab ia yang paling tahu, keadaan Hinata sebenarnya dirundung oleh rasa bersalah. "Kita bisa jadi saudara penuh kasih-sayang di sekolah, di luar dari itu, kau bisa menunjukkan dirimu yang sebenarnya."

"Aku tidak pernah membencimu, dan insiden beberapa tahun silam telah kuanggap memang takdir ayahku. Kau tahu tugas para Shaman itu apa."

Karena Neji begitu menjulang tinggi, Hinata kesal mendapati lehernya terasa lelah karena harus meneliti wajah Neji yang merengut. "Aku mohon jangan pernah mengungkit masalah itu lagi, karena di sini aku adalah kakakmu, dan akan memperkenalkan dunia baru padamu, juga membantumu beradaptasi, atau mungkin aku bisa mencarikan teman yang sesuai, kukira kau akan membutuhkannya."

"Tidak perlu bekerja keras pada bagian itu, karena aku tidak benar-benar membutuhkannya."

Kepribadian Hinata yang angkuh juga tertutup, jelas menjaga jarak, menjadikan Neji amat bingung, bagaimana dia harus bersikap. Semua orang tahu, bagaimana sikap seorang putri kerajaan, mereka sangat terlihat berwibawa, tegas namun sebenarnya sangat kesepian.

Setelah kematian sang ayah—dinyatakan tidak kembali tentu saja bahwa ayahnya telah tiada—Neji tinggal bersama keluarga Utama dan menjadi anak angkat Hiashi. Neji tidak memiliki potensi sebagai seorang Shaman. Ia tidak buta, serta sejauh apa pun dia menghafal seluruh mantra, ia tidak pernah bisa mengendalikan elemen-elemen dunia. Neji kalut, padahal dia ingin seperti ayahnya yang hebat.

Karena kejeniusan dalam bidang kesehatan, Neji lebih memiliki potensi untuk masuk ke dalam bidang Kedokteran Kontemporer, itu bertentangan dengan dunia yang ditinggali oleh Neji sendiri. Tapi mau bagaimana lagi, Neji sadar akan posisinya yang bukan apa-apa, memilih untuk keluar dan meminta persetujuan. Kemudian di sinilah dia, di Tokyo yang penuh gemerlap, kadang ia takut merasa begitu tersesat.

Selesai berbincang-bincang di depan gerbang, Neji mengajak Hinata masuk untuk mengikuti tur keliling area sekolah.

Konoha School diisi oleh murid-murid yang bukan hanya teladan, tapi mereka adalah bibit-bibit bangsawan dengan seragam almamater mereka berupa jas berwarna biru dongker dan celana cokelat muda mereka, juga selalu mempertahankan sepatu pantofel mengilap.

Para gadisnya mengenakan rok lipit kotak-kotak hitam dan campuran putih. Kaus kaki panjang hitam sampai ke lutut.

Bangunannya sendiri lebih mirip bangunan Inggris yang membuat Hinata merasa begitu merasa sangat nyaman.

Di sela-sela waktu kelilingnya, ia menjadi pusat perhatian karena bersama Neji yang paling dikenal sebagai orang yang hangat dan lembut.

Neji memasuki kelas tiga tahun ini, sementara Hinata berpindah ke sekolah itu dalam status kelas dua, dan mendapatkan ruang satu sebagai kelas akselerasi bersama setidaknya seluruh murid kelas dua yang paling jenius—anak-anak di kelas itu sempat menggerutu, karena menganggap tidak adil, seharus kelas akselerasi tidak bisa dimasuki oleh murid baru, tapi mungkin gadis itu amatlah istimewa, dan mereka tidak lagi kembali berdebat.

Ketika melewati kafetaria yang padat penuh dengan murid-murid tengah makan siang. Neji dan Hinata menuruni tangga, lalu menuju ke taman belakang gedung barat. "Kolam ikan koi ada di sebelah mana?"

"Gedung timur, yang pertama kau masuki tadi, dekat pintu gerbang."

Hinata menyesap susu stroberi yang dibelikan oleh Neji sampai habis sambil mereka menikmati semilir angin di bawah pohon yang rindang, duduk di kursi panjang terbuat dari kayu. Tapi ketika Hinata tengah merasakan ketenteraman di tempat itu, dia melihat seorang anak laki-laki berambut pirang melewati mereka dengan jarak setidaknya sepuluh meter di depan.

Mata Hinata tak dapat dialihkan dari laki-laki itu yang sedang membolak-balikkan sebuah CD, serta kedua telinganya yang ditutup oleh headset besarnya berwarna hitam dengan garis oranye, anak laki-laki terdengar menikmati lagunya.

"Siapa laki-laki itu?" Neji menengok ke arah Hinata, sampai akhirnya mengarahkan pandangan kepada laki-laki yang dimaksud oleh adiknya,

Neji tersenyum sebentar. "Dia Ketua Asosiasi Konoha," Hinata masih memperhatikan sementara Neji tidak berhenti untuk menjelaskan sosok yang kini tidak lagi terlihat oleh mereka. "Dia seorang Pangeran Inggris, tapi memiliki dua Wangsa, statusnya karena keterikatan dengan keluarga di Jepang, maka dari itu dia tinggal di sini."

"Siapa?"

"Windsor, tapi dia menggunakan nama Jepang-nya."

"Dia punya dua identitas kalau begitu?"

"Aku mendengar darinya kalau anggota keluarganya dari pihak ayah adalah anggota Persemakmuran Britania, sedangkan keluarga ibunya memiliki status bangsawan di sini, maka dari itu namanya sangat panjang," Neji setengah berbisik, Hinata terheran-heran. "Kau bisa memanggilnya Naruto Namikaze saja."

"Kau serius dia memiliki garis bangsawan dari Jepang? Golongan apa tepatnya?"

"Memang kenapa?"

"Bukankah bisa jadi kita satu garis keturunan?"

Neji terdiam. "Keluarga bangsawan di negeri ini bukan seseorang yang selalu terhubung dengan Kaisar saja dan keluarga kita. Kau pasti tahu tentang Gelar Kehormatan dan kukira dia ke dalam kelas Kazoku, bukan?"

"Oh, kau benar."

Dan ketika mereka saling diam, ponsel Neji tiba-tiba berdering. "Sebentar, aku angkat telepon dulu."

Neji berdiri menjauhi Hinata, tengah berbincang-bincang dengan seseorang di balik telepon genggamnya. "Apakah harus sekarang? Sebenarnya tidak sibuk, tapi aku sedang mengantar adikku tur keliling gedung, dan kami baru mengelilingi gedung timur dan kafetaria, sekarang kami sedang istirahat di taman bagian gedung barat, tapi kurasa akan memakan waktu lama kalau menyusuri gedung barat," Neji sejenak terdiam, lalu kembali melanjutkan, "Oke, mau bagaimana lagi, aku akan ke sana sekarang."

Selesai dengan panggilan tersebut, Neji mendekati Hinata. "Kau bisa menunggu di sini sebentar?" Neji terlihat tidak nyaman. "Sebenarnya, aku salah satu anggota Asosiasi di sekolah ini, dan aku perlu ke kantor siswa yang ada di gedung lantai empat, tenang, itu gedung barat yang ada di depan kita."

Hinata segera mengamati gedung di depannya—gedung dengan empat lantai bergaya bangunan barat. Dengan seluruh bangunannya dilapisi cat berwarna putih gading. "Apakah tidak lebih baik aku ikut saja ke sana?"

"Kau tidak capek?"

"Tidak kok. Ini bukan apa-apa, yang dapat kau bayangkan seperti menyusuri rumah utama ke rumah cabang. Luasnya hampir sama, sudah biasa untuk berkeliling satu tempat."

"Benar. Kalau begitu ayo."

Keduanya memulai tur mereka kembali. Menyusuri bangunan Inggris yang amat menjulang tinggi, dengan lantai empat tingkat, dan di dalamnya dipenuhi oleh elevator daripada tangga tua yang mungkin akan jauh lebih selaras.

Baru masuk ke dalam, Hinata merasakan sesak di mana lobi telah dipenuhi oleh para pelajar tengah bercengkerama, dari sebagian gadis di sana seperti kebanyakan pada umumnya, kalau mereka lebih suka berbicara tentang penilaian-penilaian mereka yang tidak masuk akal.

"Apakah senior sudah punya pacar? Kemarin aku melihat dia pergi dengan seorang gadis."

"Yang benar?"

"Mereka mau ke mana?"

"Sepertinya pergi ke bimbingan belajar bersama."

"Eh, aku kira yang bagaimana, mungkin gadis itu menebeng. Kalian tahu, kalau senior adalah orang baik yang tidak akan menolak ketika ada yang meminta tolong padanya."

"Benar. Aku jadi penasaran tipe cewek macam apa yang disukainya, karena dia terlalu baik, juga terlalu sempurna."

Hinata menyempatkan melirik gerombolan gadis-gadis yang ia coret untuk menjadi temannya. Dia tidak suka mulut kotor mereka yang suka membicarakan seseorang—tapi mungkin bisa dibilang itu cukup manusiawi. Tidak menutup kemungkinan suatu hari nanti Hinata akan melakukan hal yang sama.

Berhenti mengurusi para gadis, Hinata masih terus berjalan mengekori Neji, sampai kembali dirinya melihat Ketua Asosiasi yang kali ini melihat catatan dalam buku agendanya yang tebal. Laki-laki itu berjalan di depan mereka.

"Naruto," sapa Neji, laki-laki itu berhenti. "Aku akan pergi ke kantor untuk mengambil berkas yang dikatakan oleh Ino."

"Oh, begitu," seolah enggan, atau sama-sekali tidak berminat, laki-laki pirang itu hanya melirik Hinata seadanya, lalu kembali ke catatannya. "Apakah dia saudari yang kau ceritakan itu?" selesai menutup buku agendanya, laki-laki itu kembali menjatuhkan pandangan ke arah Hinata, tapi wajahnya terkesan masih tidak begitu minat. "Salam kenal, aku Naruto Namikaze."

Hinata terlihat mengawasi daripada mencoba mencermati. Ia bahkan tidak buru-buru menjabat tangan lelaki di depannya itu, sementara Naruto pun memilih untuk beradu pandangan, menusuk bola mata keabu-abuan gadis itu. "Sepertinya kita pernah bertemu," ungkap Hinata, ia amat yakin dengan ingatannya. "Aku tidak pernah salah mengenali." Lanjut gadis itu penuh keyakinan.

CATATAN KAKI:

Windsor nama keluarga Inggris yang berasal dari nama tempat yang berarti "tepi sungai dengan mesin kerek" dalam bahasa Inggris Kuno (sebuah mesin kerek adalah alat pengangkat). Ini telah menjadi nama keluarga kerajaan Inggris sejak 1917.

Kazoku diambil dari aristokrat atau kelas bangsawan Kekaisaran Jepang; Sistem ini berlaku mulai 1869 sampai 1947. Kaum samurai telah dihapus, banyak daimyo dan kuge, kehilangan martabat, setelah diberikan gelar gaya barat, seperti Baron, Duke atau Marquis.

BukiNyancreators' thoughts
次の章へ