webnovel

9. Gavin [Panglima Tempur Petra]

Partner in crime, sebuah hubungan yang mereka jalani. Hanya sebatas sahabat tapi terkadang melebihi kekasih. Chakra adalah moodboster Lova, selalu jadi tempat bercerita saat dia senang, sandaran saat dia bersedih. Chakra selalu mengusahakan bahwa apapun keadaannya, dia harus bisa berada di samping Lova saat gadis itu membutuhkannya. Pria itu selalu menyediakan bahu untuk tempat bersandar, jari untuk menghapus airmatanya, dan tangan yang senantiasa menggenggamnya kemanapun mereka pergi.

Bagi Chakra, Lova memiliki tempat tersendiri di hatinya. Bukan sebatas sahabat namun juga bukan sebagai kekasih. Meskipun banyak orang yang bilang hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan itu tidak lepas dari yang namanya love and lust….

*******************

Sana melangkah masuk ke dalam ruang kelasnya yang sepi. Perempuan itu mengernyit saat melihat teman sebankunya sudah duduk edi kursinya, dengan kepala menunduk menempel meja. Sana lalu berjalan menuju kursi di samping Lova, ia lalu menoleh ke arah sahabatnya itu.

"Lo kenapa, Lov? Nggak enak badan?" tanya Sana pada sahabatnya itu.

Mendengar suara di sampingnya, Lova mengangkat kepalanya lalu menoleh ke arah Sana. "Enggak, gue sehat kok," sahutnya tersenyum tipis.

"Terus kenapa pagi-pagi Lo udah lemes kayak gini?" tanya Sana lagi karena kurang puas dengan jawaban Lova tadi. "Lo belum sarapan? Mau gue anterin ke kantin?"

Lova menggeleng. "Tadi gue udah sarapan di rumah," ujar Lova. "Sama Chakra," imbuhnya kemudian.

"Chakra?" Sana terkejut setelah mendengar jawaban Lova barusan. "Kok bisa dia sarapan di rumah Lo?" tanyanya heran.

"Gue juga kaget pas lihat dia duduk santai di meja makan rumah gue. Ngobrol akrab sama nyokap gue juga," ucap Lova menjelaskan. "Menurut lo gue harus gimana?" tanyanya pelan.

Tanpa diperjelas pun Sana rupanya sudah tau apa yang dimaksud perempuan itu karena memang Lova selalu bercerita apapun pada sahabatnya itu. Dan satu-satunya masalah yang membuat Lova akhir-akhir ini galau adalah seseorang bernama Chakra alias tetangga baru perempuan itu.

"Setelah kemarin dia sekeluarga datang ke rumah Lo, trus sekarang dia ngapain lagi?" tanya Sana pada Lova.

"Tadi pagi dia datang ke rumah, ngajak berangkat sekolah bareng. Trus diperjalanan dia ngomong sesuatu yang membuat gue goyah buat pertahanin status dia sebagai enemy gue. Apa gue terima aja ya, permintaan dia menjadi sahabat gue?" ujar Lova panjang lebar.

"Terserah lo, sih… tapi sebenernya, kenapa sih lo nggak mau sahabatan sama dia? Perasaan dari awal lo cerita tentang dia, isinya cuma kejengkelan lo sama dia doang. Lo nggak pernah cerita apa alasan lo nggak mau nerima dia… yaa… maksud gue kan, dia mintanya cuma sebagai sahabat lo gitu. Bukan jadi pacar apalagi calon suami, trus kenapa lo keukeh nggak mau nerima dia," tanya Sana.

"Yaa… gue kan nggak percaya kalau cewek sama cowok itu bisa sahabatan. Pasti selalu ada salah satu yang jatuh cinta atau bahkan keduannya, gue nggak mau aja terjebak masalah rumit kayak gitu," jawab Lova.

"Oh… takut jatuh cinta toh," cibir Sana.

"Gue nggak takut! Lagian gue nggak mungkin suka sama dia, masalahnya tuh kalau dia yang suka sama gue dan gue enggak. 'Kan ribet kalau dalam persahabatan harus baper," elak Lova nggak mau di bilang takut jatuh cinta sama Chakra.

"Alah… bilang aja takut jatuh cinta," ejek Sana tak henti hentinya mengoda Lova.

"Siapa yang takut jatuh cinta?" tanya Winta yang baru saja datang. Perempuan itu ikut nimbrung obrolan Lova dan Sana.

"Nggak ada," jawab Lova cepat sebelum didahului oleh Sana dan berujung keduannya akan mengejeknya. Walaupun heran Winta hanya ber oh ria mengiyakan jawaban Lova. Perempuan itu kemudian duduk di belakang kursi Lova.

*****

Pulang sekolah seperti biasa Lova berjalan menuju halte bus yang berada tidak jauh dari sekolah ROMA. Awalnya dia sedikit waspada kalau saja Chakra tiba-tiba muncul dan mengajaknya untuk pulang bareng seperti tadi pagi, tapi rupanya Chakra mengiriminya chat karena tidak bisa menjemput Lova sehingga menyuruh cewek itu untu naik taxi. Karena Lova lebih suka naik bus jadi saat ini dia sudah duduk dibangku halte dengan tenang menunggu bus yang lewat di dekat perumahan rumahnya. Beberapa menit kemudian bus yang ditunggunya datang dan dia langsung naik bus itu dan duduk di bangku nomor 2 dari belakang.

"Woy, Pak! Tungguin saya!" Sayup-sayup Lova mendengar suara orang berteriak dari arah belakang. Ditolehkannya kepalanya ke belakang dan dia melihat ada seorang cowok yang berlari mengejar bus yang melaju pelan itu.

"Pak, ada yang mau naik," ujar Lova pada kenek bus yang berdiri tidak jauh darinya.

"Woi, berhenti!" Sang kenek berteriak nyaring.

"Oh, iya neng," ucap sang kenek dan langsung menyuruh supir bus itu untuk menghentikan busnya. Kemudian cowok itu langsung naik dan duduk di bangku samping Lova yang kosong.

Cowok itu mengatur nafasnya sehabis berlari tadi, sebelum mengambil tempat duduk di samping Lova.

"Lo… ah, kita pernah bertemu sebelumnya, 'kan?" tanya cowok itu setelah beberapa menit hening.

"Ee, iya kayaknya," sahut Lova canggung.

"Biasa aja lagi, nggak usah canggung gitu."

Lova hanya tersenyum salah tingkah. "Gue denger-denger lo itu…."

"Gavin. Nama gue Gavin," potong cowok yang bernama Gavin itu mengulurkan tangannya pada Lova.

"Lova," balas Lova menjabat uluran tangan Gavin. "Jadi bener ya… lo itu Johaven Gavinal Drick. Anak dari pemilik SEVEN ZERO? Nggak nyangka gue bisa ketemu sama lo di angkutan umum kayak gini. Emang semua mobil lo pada kemana?" ujar Lova mulai merasa nyaman ngobrol dengan cowok itu.

"Hahaha." Gavin tertawa nyaring. "Lagi pengen naik bus aja, bosen naik kendaraan pribadi mulu. Nyari suasana baru," sahutnya terkekeh pelan lalu tersenyum manis.

"Oh, gitu." Lova manggut-manggut.

"Ngomong-ngomong, sejak kapan lo kenal sama Naka Cs?" tanya Gavin lagi.

"Kan satu sekolah, yaa… walaupun baru akhir-akhir ini gue bisa 'cukup' dekat sama mereka, tapi seenggaknya gue tau mereka," jawab Lova. "Oh, ya… lo itu…." Lova diam sejenak, bingung antara bertanya atau tidak.

"Gue apa, Lov? Ngomong aja langsung," ujar Gavin yang menyadari kebimbangan perempuan yang duduk di sampingnya itu.

Lova tersenyum kikuk. "Maaf ya, bukannya gue mau ikut campur atau apa. Tapi... lo itu ada masalah apa sih sama most wanted? Sampai-sampai kalian menebarkan tatapan membunuh kayak gitu. Kalian itu musuhan?" tanya Lova ragu-ragu.

"Bukannya emang dari dulu ya, baru tau sekarang lo. Deandles-Roma-Petra. Dari dulu, udah jadi musuh bebuyutan. Kita cuma sebagai penerus aja," jelas Gavin.

Permusuhan ketiga sekolah yaitu Deandles-Roma-Petra bukan lagi omongan belaka. Sejarahnya sudah menyebar dari generasi ke generasi. Layaknya penyakit turun temurun yang penyebabnya terus menerus datang. Bullying antar sekolah, pemalakan antar sekolah, iri dengki, persaingan dan bahkan masalah yang tidak penting dan melibatkan perempuan.

"Hal nggak baik, kok diterusin," komentar Lova lirih.

Gavin menatap perempuan yang duduk di sampingnya dalam diam.

"Kalau emang nggak baik, harusnya nggak usah diikutin. Heran deh sama kalian. Pada unjuk otot di Medan tawuran. Gengsi karena kalah pamor, senioritas, kekuasaan, harga diri..." Lova diam sejenak. &"Padahal kalian udah cukup dewasa, udah ngerti kalau tindakan kalian itu bahaya. Lebih penting lagi, bukan hanya bahaya untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain," celotehnya panjang lebar.

"Lo tenang aja, Lov. Kita tanding bersih kok. Nggak pernah curang dan selalu tanggungjawab. Kita juga nggak pernah mulai kalau nggak di komporin duluan. Gue yakin musuh juga gitu," ujar Gavin tersenyum tipis. "Lo pasti nyangka permusuhan kita nggak sehat gara-gara gue marah pas tanding basket kemarin? Iya 'kan?" tanyanya mencoba menebak pemikiran Lova.

Lova tersenyum kikuk lalu mengangguk mengiyakan.

"Itu cuma emosi gue sesaat kok, gue terima kekalahan gue. Kita fair. Kalau kalah ya kalah, menang ya menang," sahut Gavin menyandarkan badannya ke belakang. "Sekalipun kita itu panglima tempur di medan perang, tapi kita nggak pernah main curang. Ya... kecuali kalau gue lagi khilaf," imbuhnya cengengesan.

"Ck, sembunyi dibalik kata khilaf itu pengecut," sahut Lova menatap Gavin dengan tatapan serius.

Gavin menegakkan tubuhnya karena salah tingkah. "G-gue... cuma bercanda kok. Serius, gue nggak ada niat untu khilaf," ocehnya terbata bata. Entah kenapa dia jadi salah tingkah jika di tatap seperti itu oleh Lova.

"Kenapa musuhan kalau kalian bisa temenan? Musuh di lapangan bukan berarti musuh di luar lapaangan dong." Lova mengalihkan tatapannya ke depan.

"Entahlah. Kita hanya tidak saling menyukai. Hanya itu." Gavian menatap kosong ke depan.

Lova hanya terdiam lalu menoleh ke arah Gavin yang menatap lurus ke depan. Perempuan itu hanya diam saja, begitu juga dengan Gavin. Suara ramai di dalam bus, juga kendaraan yang lalu lalang menjadi suara yang mendominasi suasana saat ini.

"Lo pacaran sama Chakra ya?" tanya Gavin menoleh ke arah Lova. Kedua mata mereka saling bertubrukan selama beberapa detik hingga Laki laki itu mengalihkannya ke luar jendela di samping.

Sedangkan bagi Lova, pertanyaan random dari Gavin tersebut hampir membuatnya tersedak air liurnya sendiri. "Enggak kok, kita nggak pacaran," jawabnya cepat.

"Serius?" tanya Gavin tak puas dengan jawaban Lova barusan.

"Iyaa," sahut Lova semakin salah tingkah. Apalagi saat ini Gavin menatapnya dengan sorot matanya yang tajam.

"Bagus deh." Gavin tersenyum tipis.

"Hah? Bagus apanya?" tanya Lova tak mengerti.

"Nggak apa-apa. Bye Lova, semoga kita sering ketemu," oceh Gavin lalu berteriak pada sang supir karena ia ingin turun. Laki laki langsung berdiri dan turun dari Bus saat kendaraan besar itu perlahan berhenti. Gavin pergi meninggalkan tanda tanya besar di kepala Lova.

"Maksud ucapan Gavin apa sih?" gumam Lova pelan. Perempuan itu menoleh ke belakang, menatap Gavin yang masih berdiri dan menatap ke arah bis yang kian melaju.

*****

Jangan lupa guys! Komen dan juga kasih review yaa..

Jangan lupa mampir ke cerita saya yang lainnya.

1. Not a CLassic Wedding

2. Jodoh [Aku yang Memilihmu], Partner In Crime [Sequel Jodoh [Aku yang Memilihmu]]

3. Black Tears

4. Selingkuhan

5. Merakit Perasaan

6. Cinderella Scandal's : I'am CEO, Bitch!

Dukung terus anak anak saya yaa....

Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semuanya yang sudah mengikuti cerita ini sampai sejauh ini. Nunggu upnya luama banget, jangan lupa tab love terus komen ya guys. Biar anak saya rankingnya semakin naik. Saya jadi tambah semangat buat nulis kalau rangkingnya naik. wkwkwkwk

PYE! PYE!

Note : Saya akan lebih sering up lagi lho, stay tune....

次の章へ