Esok paginya mereka terbangun. Mereka hanya terdiam dan menatap langit-langit kayu sambil mendengarkan hujan yang menetes di dedaunan serta atap rumah pohon. Sebenarnya Tee masih sedikit takut kalau Tae yang sudah tau tentang seksualitasnya mungkin membuatnya menjauh. Sampai akhirnya dia membangunkan sahabatnya itu pada jam lima pagi tadi hanya untuk memastikan kalau tidak ada yang berubah setelah Tae tau. Dan yang lucunya, Tae cuman menanggapinya dengan memiringkan kepala Tee dan memaju-mundurkannya seperti sedang bermain bola basket. Terkadang Tee cukup bodoh mempertanyakan kewarasan sahabatnya itu, jelas saja mereka sudah cukup lama berteman, tentu saja itu juga berpengaruh dalam membuat kesehatan otak Tae juga terganggu. Kekeke~
"Ugh, kita harus ngerjain tugas nih. Bangun cepetan! " Tae menggosok pelipisnya sementara Tee duduk. "Kelas psikologi sialan. Harusnya aku ambil fisika aja."
"Lu tau kan kalo lu juga pasti gagal di fisika, tem. Udah deh gak usah ngeluh." Tee mendorong punggung Tae agar si raksasa item itu cepat berdiri. "Cepetan masuk rumah yuk sebelum emak lu datang terus narik pantat kita dari sini. Gue lagi males kena ceramah emak."
Mereka menuruni tangga rumah pohon, Tee hampir tergelincir di salah satu anak tangga kalau saja Tae tidak cepat tanggap untuk memegang kakinya dan meletakkannya kembali ke anak tangga yang benar. Lumayan tuh kalau misalkan Tae tidak gercep, mungkin Tee bakal jatuh dan pantatnya duluan yang mencium tanah. Kan bisa berabe, masa cedera duluan sebelum di-enaena sama Tae. Kalau kepalanya duluan yang jatuh ke tanah, mungkin kepalanya semakin sengklek. TIdak lucu kan, sudah sengklek otaknya terus terbentur lagi, entah apa jadinya.
Oh iya baidewe, emak Kreepolrerk dari semalam ternyata ketiduran di sofa gara-gara nunggu iklan dramanya kelamaan. Kekeke~
"Kayaknya bentaran lagi aja deh ngerjainnya." Kata Tee sambil mengikuti Tae ke kamarnya. Tae menjatuhkan diri ke tempat tidurnya, sementara Tee duduk di kursi putar besar sambil mengeluarkan beberapa buku persiapan untuk mengerjakan tugasnya. Gini-gini Tee itu sebenarnya anak rajin terus polos, beneran deh.
Karena mungkin mereka tidak bisa dipisahkan saking akrabnya, orang tua mereka dengan senang hati membiarkan mereka berdua melakukan apa saja yang mereka mau. Asal masih dalam hal wajar dan tentunya dalam sepengetahuan mereka. Tiada hari tanpa keduanya, artinya, jika kalian mencari Tae, carilah Tee. Karena setiap ada Tee maka disitu ada Tae, begitupun sebaliknya.
Jika weekday, mereka sudah terbiasa bertemu di sekolah, sepulang sekolah hingga malamnya. Weekend pun demikian. Mereka suka sekali menghabiskan waktunya hanya untuk sekedar mengerjakan tugas sekolah bersama atau terkadang sampai menginap. Kadang-kadang mereka suka di jadwal giliran menginap gitu, misalkan saja minggu pertama Tae menginap di rumah Tee dan minggu kedua Tee yang menginap di rumah Tae. Pokoknya hampir setiap hari mereka pasti ketemu.
Gimana kalau misalkan tidak bisa bertemu?
Jika mereka tidak bisa ketemu atau menginap, mereka pasti melakukan video call atau free call hanya untuk menceritakan apa saja yang terlewatkan oleh sahabatnya itu. Biasanya sih Tee yang sering menelpon, membicarakan hal yang tidak penting sekalipun.
Balik ke cerita lagi-
Disisi lagi, Tae tidak bisa menyingkirkan ingatan apa aja yang terjadi di rumah pohon itu dari pikirannya. Malam Jumat yang mereka habiskan di sana mengingatkan dirinya dengan kejadian saat mereka berumur empat belas tahun dan itu juga terjadi di atas pohon itu. Karena di setiap pertemanan itu selalu ada rahasia yang tersimpan. Tae terus bertanya-tanya apa Tee masih ingat dengan apa yang terjadi di atas rumah pohon saat mereka berumur empat belas tahun? Sebagian dari dirinya berdoa semoga Tee melupakan kejadian itu tapi di sisi lain Tae juga tidak ingin Tee melupakannya.
Dan akhirnya dia berpikir yang terbaik adalah, Masa lalu biarlah masa lalu