Lobi gedung perusahaan Grace Orps terlihat sangat luas dan megah, Rick mengira hampir seluas lapangan. Lobi yang bersih, lantainya kinclong, hiasan lampu-lampu kristal chandelier, dengan dominasi warna putih dan biru metal yang terang.
Pagi ini, lobi kantor tidak begitu dipadati, namun masih ada beberapa petugas, pegawai, dan robot-robot yang berlalu lalang. Beberapa di antara anggota Tim Golden dan Silver takjub melihat kemegahan lobi kantor tersebut, terutama Rick yang notabene orang udik garis keras.
"Wih…! Jadi, ini perusahaan milik keluarga Regan?" tanya Rick kagum.
"Ini baru cabangnya, lho," jawab Horu.
"Aish! Kalau saja aku tahu Regan anak orang tajir, setiap hari aku ngutang sama dia!"
"Enggak ada pikiran yang lebih positif lagi apa, Rick?" ucap Horu agak jengkel menanggapi sifat matre Rick yang kumat setiap saat.
"Oh, iya, teman-teman!" Ozkov maju bersama Solvo di depan barisan rekan-rekan timnya. "Aku dan Solvo akan pergi ke resepsionis dulu. Kalian tunggu di sini sebentar, oke?"
Setelah mendapat persetujuan dari teman-temannya, Ozkov dan Solvo pergi menuju resepsionis, sedangkan mereka memutuskan untuk menunggu di salah satu sofa di sudut lobi.
"Jadi, apa rencana kita?" tanya Silva, adik Solvo, saat ia mulai duduk di sofa samping Annelyn.
"Tunggu mereka dulu 'lah sehabis dari resepsionis, baru kita rundingkan," usul Rick, duduk di sofa tunggal dengan kaki disilangkan dan tangan bersedekap.
Sambil mereka duduk-duduk santai menunggu dua rekan mereka, Horu mulai menyarankan untuk merundingkan sesuatu.
"Omong-omong, soal tugas kita. Perusahaan ini sekarang mengalami kerugian yang cukup besar, bukan?" Sempat Horu melihat sekali lagi sekeliling lobi. "Heran juga, perusahaan ini terlihat masih baik-baik saja. Tidak seperti perusahaan yang mengalami kerugian besar pada umumnya."
"Aku belajar banyak tentang Graciell Group dari berbagai informasi yang kugali lewat laporan organisasi," kata Kobra yang duduk di seberang Horu dan Rick, memperlihatkan beberapa artikel yang didapat lewat ponsel pintarnya. "Mereka dapat menutupi kerugian dari perusahaan cabang dengan mudah lewat pendanaan dari perusahaan milik Graciell Group yang lain. Mungkin kerugian sebesar 56 juta Dian tidak begitu berpengaruh apa-apa terhadap kinerja perusahaan."
"Seperti yang dijelaskan si Pak Tua kuning-kuning ngambang itu." Kali ini Rick ikut bicara, "Kerugian keuangan tidak begitu diambil pusing oleh pihak perusahaan selama masih bisa ditutupi dengan modal baru. Yang jadi masalah adalah data-data penting dan rahasianya yang bocor. Semua data-data yang hilang mencakup isi proyek, data program, data karyawan menengah ke atas, dan data-data produk pasar. Semua itu sangat penting bagi perusahaan."
"Yang membuatnya semakin bermasalah adalah kemungkinan besar semua data-data yang berhasil dicuri bakal disalahgunakan," kata Sherka tenang, "Seperti dijual ke pihak perusahaan lain atau digunakan untuk hal-hal buruk."
Kobra berpikir dengan ibu jari dan jari telunjuk menopang dagu. "Kita masih belum tahu pelaku macam apa yang mampu mencuri uang dan data-data penting perusahaan. Yang pasti, kita perlu waspada."
"Akh! Xeno bingung, Pyo!" Xeno yang memutuskan untuk duduk lesehan menggaruk-garuk kepala pirang platinanya. "Semua pembahasan ini terlalu berat buat Xeno. Xeno enggak yakin kalau Xeno bisa banyak membantu."
"Kau bakal sangat membantu Xeno," hibur Silva dengan senyum cerah, "Dilihat dari posturmu saja aku yakin bahwa kau anggota yang kuat. Kami memang sangat membutuhkan orang sepertimu. Omong-omong, anak ayammu itu lucu juga."
"Oh? Piyo?" Xeno menunjuk Piyo di atas kepalanya. "Hehe…. Piyo memang anak ayam yang lucu, Pyo. Kapten Silver yang memberikannya pada Xeno."
"Piyo!!!" sahut Piyo girang, bangga menjadi peliharaan seorang Xeno.
"Wah! Dari Kapten Silver? Beruntung sekali kau, Xen," puji Silva sambil bertepuk tangan sesaat.
Awalnya Silva ingin meminjam Piyo untuk bisa ia sentuh, namun niatnya diurungkan saat melihat kedatangan Ozkov dan saudaranya menghampiri mereka.
"Oke, semuanya!" Ozkov memperlihatkan dua kartu digital di tangan. "Kita sudah mendapat izin untuk memeriksa dua ruang keamanan, bagian IT dan keamanan. Di sini, kusarankan untuk kita bagi kelompok menjadi tiga, satu untuk memeriksa bagian keamanan, satu untuk bagian IT, dan satu untuk meminta keterangan pada klien."
"Ah! Begini saja." Annelyn mulai mengusulkan. "Mas Ozkov, Mas Solvo, Mas Horu, dan Mas Xeno mengurus bagian IT. Aku, Dek Silva, dan Sherka mengurus keamanan. Sedangkan Mas Kobra dan Mas Rick yang bertemu langsung dengan klien."
"Kenapa kelompok kami ambil bagian sulit sih, Neng…?" canda Ozkov.
"Kan pria lebih pandai dalam pemprograman ketimbang wanita," jawab santai Annelyn dengan senyum manis, "Lagipula, Kapten Golden bilang kalau Mas Horu juga ahli dalam pemprograman, kan?"
"Ah, Neng Annelyn bisa aja," ucap Horu dibuat malu-malu.
Melihat sikap Horu yang terkesan kegatelan, Rick melototi dirinya dan langsung buang muka. Tahu bahasa tubuh Rick, Horu pun membisiki.
"Cemburu, yee…?"
Rick masih buang muka dengan pipi digembungkan.
Horu kembali berbisik dengan nada jahil, "Makanya, sewaktu SMA jangan sering-sering bolos pas pelajaran program komputer."
Rick pun menoleh dengan muka jengkel. "Ish! Lama-lama kulempar tinja ayam juga ke mukamu, Kambing!!!"
Tak menggubris keributan antara Rick dan Horu, Ozkov menyerahkan salah satu kartu digital kepada Annelyn dan mulai menjelaskan kembali.
"Kartu itu nanti akan digunakan untuk mengakses sistem keamanan di sana. Nanti kalian bakal dipandu oleh pimpinan dari masing-masing divisi. Mungkin sampai sini dulu. Kita tetap wajib saling terhubung dengan earpiece masing-masing, oke!"
"Kau kelihatannya semangat sekali, Oz," tanggap Solvo tenang.
Ozkov menoleh pada Solvo. "Mumpung lagi baik. Kuharap tugas ini bisa berjalan dengan lancar."
Rencana sudah jelas, masing-masing kelompok sudah tahu tugas mereka, kini mereka saling berpisah dari lobi. Rencananya, mereka akan berkumpul kembali di lobi setelah semua informasi yang mereka dapatkan sudah jelas.
~*~*~*~
Ketika melewati lorong menuju ruang keamanan, Silva, Sherka, dan Annelyn sempat diperhatikan oleh para karyawan yang lewat. Mereka pikir, mungkin karena mereka dianggap asing bagi karyawan sini. Tapi sebenarnya tidak. Mereka fokus pada Annelyn, membuat gadis itu jadi kurang nyaman.
"Mereka menatap kita, ya?" tanya Silva heran. "Apa karena mereka merasa asing dengan kehadiran kita."
"Orang-orang kantoran tidak akan peduli dengan orang sekitarnya yang kurang berpengaruh seperti kita," jawab Sherka bete, mengerti akan situasi ini. "Mereka hanya manusia cabul yang fokus ke Annelyn."
"Ah, masa?" ucap Annelyn terkejut. "A-apa jangan-jangan… karena dadaku, ya? Padahal sudah kututupi pakai syal."
Sherka menoleh pada Annelyn yang berjalan di belakang mereka. "Bukan masalah ketutup atau enggaknya. Cuma ukuran dadamu terlalu menganggu, menurutku."
Annelyn menunduk memperhatikan ukuran dadanya sendiri. Memang benar, dadanya terlalu besar ketimbang ukuran tubuh aslinya yang terbilang langsing, bahkan saat menunduk begini saja ia kesulitan melihat perutnya.
Gemas dengan Annelyn, buru-buru Silva menghampirinya. Dan apa yang dilakukan Silva sangat mencengangkan. Ia dengan berani menekan-nekan dada Annelyn, membuat yang punya dada hampir keluar desahan karena merasa asing dengan sentuhan yang ia rasakan di bagian paling sensitif itu, sedangkan Sherka syok di tempat melihat kelakuan bodoh temannya.
"Ini dada kenapa enggak bisa dikempesin, sih?" ucap Silva sambil terus berusaha menekan dada Annelyn, kalau saja bisa kempes, gitu.
"Wo-Woi!!!" Sherka buru-buru menjauhkan Silva dengan menjambak rambut putih gadis Cyborg itu. "Jangan sentuh-sentuh dada Annelyn! Ini di depan umum, tahu?!"
"Eee…. Apa kabar? Apa kalian dari Organisasi NEBULA."
Ketiganya terhenti ketika mendengar sapaan seorang wanita dalam posisi mereka yang absurd, saat Sherka masih menjambak rambut putih Silva, tangan Silva masih menekan dada besar Annelyn, dan Annelyn yang berusaha menahan desahannya dengan menutup mulut menggunakan tangan. Buru-buru mereka saling menjauh dan mulai merapikan penampilan mereka yang agak acakan, berusaha bersikap kalem seakan-akan tidak terjadi apa-apa.
"Be-benar…," jawab Annelyn grogi. "Kalau boleh tahu, Anda siapa, ya?"
"Oh! Perkenalkan, nama saya Quenna Liborn, pimpinan dari divisi bagian keamanan," kata wanita berambut pendek itu memperkenalkan dirinya. "Pak Direktur bilang kalau ada tim dari Organisasi NEBULA yang akan datang untuk memeriksa keamanan di sini, kan?"
"Oh, tentu," jawab Annelyn ramah. "Itu kami dan teman-teman kami yang lainnya. Kami di sini akan memeriksa bagian keamanan."
"Syukurlah." Quenna mengelus dadanya sesaat. "Akan saya antarkan kalian ke ruang keamanannya. Lewat sini."
Ketiganya ikut berjalan mengikuti Quenna menuju ruang yang dimaksud. Selama melewati koridor, kadang Silva gemas ingin menekan dada Annelyn lagi, tapi selalu berhasil ditahan Sherka dengan menjambak rambutnya. Untung Quenna sama sekali tidak menyadari kelakuan bodoh mereka.
~*~*~*~
Ozkov, Horu, Solvo, dan Xeno sebenarnya sudah sampai di depan ruang IT, tapi mereka harus menunggu di koridor dulu untuk mengosongkan ruangan agar bisa dengan mudah mereka periksa.
"Xeno enggak ngerti." Xeno menggaruk kepalanya. "Xeno disini enggak bisa program, tapi kenapa Xeno harus ikut, Pyo?"
"Sekalian belajar, Xen," kata Horu, "Mungkin kau bisa belajar dari pengalamanmu bersama kami."
"Kenapa tadi tidak bagi tiga-tiga saja? Xeno 'kan bisa ditempatkan bersama Kobra dan Rick?" tanya Solvo.
"Ah, benar juga, ya…." Ozkov ikut menggaruk kepala bersurai merah mudanya. "Tapi, udah terlanjur. Mau bagaimana lagi? Omong-omong, Horu, kira-kira Rick bisa dipercaya untuk bertemu dengan klien?"
Horu menjawab dengan santai, "Walau dia suka ngebacot, tapi kalau urusan tugas dia bakal bisa diandalkan. Itu sebabnya mengapa Kapten Golden menunjuknya sebagai ketua tim kami. Lagipula, dia akan melakukan tugasnya dengan maksimal kalau ingat upahnya."
"Oh?"
Ozkov hanya menanggapinya dengan datar. Kalau dari cerita anggota tim Golden, Rick memang dikenal sebagai Agent paling matre. Jadi, dia tidak begitu terkejut mendengarnya. Tapi, agak jengkel saja.
"Maaf membuat kalian menunggu."
Mereka semua menoleh pada seorang pria yang baru saja keluar dari ruangan. Pria itu terlihat menyunggingkan senyum ramah pada mereka.
"Nama saya Rogie Alamsyah, pimpinan divisi IT. Kalian diperbolehkan masuk sekarang. Lewat sini," kata pria berkacamata itu memperkenalkan diri sambil mempersilakan mereka masuk.
Ketika mereka sudah masuk, mereka dibuat takjub dengan ruang IT itu. Luas dengan dipenuhi berbagai macam komputer canggih beserta mesin-mesin futuristiknya. Ada satu monitor utama yang terpasang di bagian paling depan masih belum diaktifkan.
Kali ini, mereka akan siap menjalankan tugas mereka.
"Oke!" Ozkov meregangkan jari-jemarinya. "Kita mulai bertugas."
~*~*~*~
Beralih ke Rick dan Kobra yang sudah sampai di salah satu lantai paling atas gedung. Keduanya jadi pusat perhatian karena Kobra menyeret Rick saat pria pirang itu malah dengan santainya memainkan ponsel.
"Rick, mending kau jalan sendiri aja, deh," ucap Kobra datar, namun perasaannya cukup jengkel dengan sifat malas Rick.
Rick yang masih anteng diseret tetap fokus pada ponselnya. "Aku capek…! Pergi dari lobi sampai lantai paling atas sini bikin kakiku pegal."
"Padahal kita naik elevator, kok bisa pegal?"
"Terlalu lama diajak berdiri, makanya pegal," rengek Rick.
"Meh~ Alesan…. Kita sudah sampai di depan ruang direkturnya, tuh."
"Eh?"
Buru-buru Rick berdiri ketika menyadari bahwa mereka sudah sampai di depan ruang direktur. Hampir saja Rick ingin langsung melangkah menuju ruangan tersebut, namun Kobra menarik kerahnya menuju meja sekretaris yang berjaga di depan.
"Selamat siang, Tuan-Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanya sang sekretaris dengan senyum ramah.
Kobra bertanya, "Pak direkturnya ada?"
"Sayangnya, Pak Direktur ada urusan di luar hari ini. Tapi, kalian bisa bertemu dengan Pak CEO yang kebetulan ada di dalam. Saat ini tidak bisa diganggu. Mungkin sebentar lagi beliau bisa ditemui. Anda dipersilakan menunggu di situ," jawab sekretaris, mempersilakan mereka berdua duduk di sofa yang ada.
Keduanya hanya bisa menunggu urusan sang CEO kelar sambil menunggu di sofa, pasalnya CEO itu juga termasuk klien mereka untuk tugas ini.
"Jadi, berapa lama kita menunggu?" tanya Rick sambil bersender santai di sofa.
Kobra melirik sekilas, masih jengkel dengan kelakuan malas Rick yang dibuat-buat tadi. "Entah. Kita tunggu saja sampai sekretarisnya ngasih tahu."
Sekitar 15 menit berlalu, pintu otomatis ruang direktur terbuka, menampakan dua sosok pria beda usia keluar dari sana. Yang satu sudah berumur tapi postur tubuhnya masih terbilang bagus, sedangkan yang satunya lebih muda dengan rambut panjang terikat terkesan mencolok.
Sekeluarnya kedua orang itu, otomatis Rick dan Kobra berdiri. Rick memicingkan matanya kala ia bertemu pandang dengan sosok yang tidak asing baginya itu, begitu juga dengan orang itu terlihat agak terkejut melihat kehadiran Rick dan Kobra.
"Rick? Kobra?"
"Regan?!"
~*~*~*~