"Baiklah, Sepupu! Mungkin sampai di sini dulu. Aku akan pergi ke kantor sekarang. Kau akan menyusul dengan Paman Herald, kan?"
"Ya."
"Kalau begitu, sampai jumpa! Dan titip salam sama Bibi!"
Sesampainya di rumah sakit, Fandrel memutuskan untuk pergi ke kantor lebih dulu. Dia bilang ada jadwal pertemuan yang harus ia hadiri pagi-pagi sekali membuat ia tidak bisa ikut ke rumah sakit. Jadilah Regan di sini sendiri, bersama beberapa pengawal yang setia mengawal dan mengantarkannya ke salah satu kamar yang dituju.
Selama perjalanan menuju kamar tersebut, wajahnya tanpa ekspresi. Regan tidak begitu bergairah menjalani kegiatan barunya sebagai pengusaha walau ke kantor saja belum.
Regan merasa, hanya membayangkannya saja ia yakin bahwa kehidupannya yang sekarang bakal kembali membosankan.
Sesampainya di depan kamar, Regan bertemu dengan ayahnya yang juga dikawal oleh beberapa pengawal, dan di sampingnya juga ada Xeriel yang setia menemaninya.
Sudah sangat lama Regan tidak bertemu dengan Herald, ayahnya. Setiap kali bertemu, interaksi mereka selalu berakhir buruk. Herald yang keras dan Regan tipikal pembangkang, sangat pas hubungan mereka untuk disebut sebagai keluarga kacau.
"Bagaimana keadaan Ibu?" Tanpa basa-basi, Regan langsung bertanya ke intinya.
"Keadaannya jauh lebih baik dari kemarin-kemarin. Hanya saja, masih belum dibolehkan untuk dibawa pulang," jawab Herald terkesan datar, "Kau boleh menjenguknya sekarang. Aku akan menunggumu di mobil."
Setelah pembicaraan singkat itu, Herald bersama para pengawalnya pergi meninggalkan kamar tersebut. Saat melewati Regan, Xeriel memberikan senyum sopan sambil membungkuk sesaat dan hanya dibalas oleh anggukan Regan.
Ya…. Walau ayah Regan tidak begitu ramah di awal pertemuan mereka setelah lama berpisah, setidaknya pelayannya saja yang bersikap ramah pada Regan sudah cukup.
Saatnya bagi Regan menjenguk ibunda tercinta. Sebelum ia masuk, langkahnya tertahan di depan pintu. Sudah sangat lama dia tidak bertemu dengan ibunya, pasti terasa sangat canggung pula. Ada rasa bersalah saat mengetahui selama ia pergi dari rumah, sang ibu mengalami sakit parah.
Kalau tahu akan jadi seperti ini, Regan pasti tidak akan kabur dan tetap berusaha menuruti kemauan Herald. Tapi mau bagaimana lagi? Sudah terlanjur. Setidaknya, Regan akan berusaha memperbaiki kesalahannya mulai dari sekarang.
Pintu kamar otomatis terbuka, memperlihatkan ruang kamar rawat yang bersih dan dihias oleh berbagai macam bunga pemberian dari kerabat-kerabat yang menjenguknya. Ketika memasuki kamar, Regan sudah disambut oleh senyum hangat dari seorang wanita yang tengah bersender di ranjang sambil merajut.
Tubuhnya terlihat jauh lebih kurus dari yang Regan ingat, rambut perak indah yang sama seperti milik Regan juga sudah habis karena kerontokan yang dialami. Namun dari itu, semangat hidup masih terpancar jelas dari sinar mata biru sejernih kristal itu.
"Regan, sudah lama sekali kita tak bertemu, Nak…," sapa ramah Annara, ibu Regan.
Regan menyunggingkan senyumannya. "Aku pulang, Bu."
Sesaat mereka saling berpeluk, melepas kerinduan mereka selama ini. Tak lupa Annara mencium kedua pipi Regan seakan-akan putranya masih anak kecil yang selama ini ia rawat dengan penuh kasih sayang.
"Bagaimana keadaanmu, Nak?"
"Baik." Regan mulai duduk di kursi samping ranjang. "Bagaimana dengan keadaanmu sendiri?"
"Jauh lebih baik," jawab ibunya dengan senyum bahagia. "Kudengar, selama ini kau belajar di Akademi AndroMega? Dan kau diterima bekerja di Organisasi NEBULA?"
Tak ingin menjelaskan panjang lebar karena merasa canggung, Regan hanya mengangguk dengan kepala tertunduk. Ia masih merasa bersalah akan keputusannya meninggalkan keluarga selama ini.
"Nak, itu berbahaya. Bekerja sebagai Agent jauh lebih berbahaya ketimbang menjadi tentara," jelas Annara cemas, "Ayahmu ingin kau menjadi penerus perusahaan kita, dan itu jauh lebih aman ketimbang menjadi Agent. A-aku… aku tidak mempermasalahkan kau ingin menjadi apa di masa depan. Hanya saja, aku khawatir dengan jalanmu untuk menjadi seorang Agent NEBULA."
"Jangan khawatir, Bu." Regan menampakan senyum untuk menghibur Annara. "Aku sudah memutuskan untuk berhenti dari organisasi dan fokus meneruskan usaha keluarga kita. Itu tak masalah, asal kita bahagia."
Senyum itu…. Annara tahu bahwa di balik senyum Regan, masih tersimpan rasa ketidaknyamanan di sana. Antara rasa bersalah, menyesal, dan sedih. Regan adalah putra kandungnya, darah dagingnya yang selama ini ia rawat dan ia besarkan, tidak sulit bagi Annara untuk mengetahui isi hati putranya sekarang.
Dengan lembut Annara memegang tangan Regan, membuat pria berambut panjang itu agak terkejut dan menoleh padanya. Annara menyambut tatapan mata perak itu dengan senyum yang takkan pernah pudar selama ia masih hidup dan bahagia bersama keluarganya.
"Apa… kau merasa bahagia dengan keputusanmu sekarang?"
Pertanyaan itu berhasil membuat Regan bingung. Kalau jujur, Regan sama sekali tidak bahagia dengan keputusannya menjadi seorang pengusaha. Dia lebih bahagia menjadi Agent dan berjuang bersama teman-temannya sampai mati.
"Kau tidak bisa menyembunyikan kebimbanganmu. Aku ini ibumu yang telah lama mengenalmu sejak dari rahimku sendiri. Jadi, aku bisa menebak jika saat ini kau tidak begitu bahagia dengan keputusanmu sekarang."
Regan masih diam, hanya menunduk tak berani bersitatap langsung dengan Annara sambil memainkan jarinya. Sekarang, Regan lebih terlihat seperti anak kecil yang malu-malu mengakui ke salahannya ketimbang pria tegas dan elegan. Tak masalah sampai Out of Character jika di hadapan ibunya sendiri.
"Katakan saja, Nak. Apakah menjadi pengusaha terasa membebanimu?"
Sepandai-pandainya Regan berusaha menyembunyikan perasaan tidak nyamannya, Annara tetap bisa mengenali jika sang putra sedang dilanda kebimbangan.
"Menjadi pengusaha adalah impian semua orang, Bu." Regan mulai memberanikan diri tuk menjawab, "Tapi, aku merasa sama sekali tidak tertarik dengan profesi ini. Hidup dalam lingkungan terpandang dengan tuntutan kerja ekstra. Setiap hari menghabiskan waktu di kantor, presentasi, kunjungan keluar kota hingga keluar negeri demi merundingkan bisnis, bertemu dengan pembisnis dan sosialita. Semua itu…." Regan menggelengkan kepala. "Benar-benar membuatku tidak nyaman."
Regan kembali melanjutkan, "Hidup di lingkungan mewah merupakan sebuah kepalsuan. Kalau saja kita bukan siapa-siapa, keluarga kita hanya akan dipandang rendah oleh para pengusaha lain, bahkan dari lingkungan masyarakat yang setingkat dengan kita. Contohnya saja Ayah. Dia menjadi sosok yang keras dan lebih peduli terhadap uang dan pekerjaan ketimbang keluarga sendiri. Aku tidak ingin hidup seperti itu. Aku lebih baik susah, asal bisa menikmati seperti apa hidup yang sebenarnya."
"Nak, apa kau menikmati bekerja sebagai Agent organisasi?"
Regan memberanikan diri untuk menatap langsung mata biru ibunya. Di pikirannya, selama menjadi Agent, Regan begitu menikmati setiap kebersamaannya dengan teman-temannya, dengan Kobra, Horu, Xeno, dan Rick. Mereka memang kumpulan orang-orang menjengkelkan, tapi suasana terasa lebih hidup ketika mereka bersama.
Walau dalam tugas dimana kematian selalu mengintai, mereka tetap bisa menikmati hidup dalam ketegangan.
"Bisa dibilang begitu." Regan tersenyum ketika mengingat kenangan selama dua minggu sebagai Agent. "Hidup dalam tugas yang menenggangkan bersama teman-teman gila memang merupakan momen yang tidak akan pernah terlupakan. Aku merasa lebih hidup, bisa merasakan sesuatu yang tidak pernah kurasakan selama ini sebagai anak konglomerat. Walau profesi itu terbilang berbahaya, aku… cukup menikmatinya, Bu."
Angin berhembus menembus jendela dan menerpa tirai putih di kamar. Suasana sunyi, tak ada siapapun yang memulai untuk bicara. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Sungguh canggung.
"Ayahmu sangat marah ketika tahu kau membawa pergi AndroMega-nya."
Regan tidak begitu terkejut mendengarnya. Ia sudah menduga kalau Herald pasti akan sangat marah Regan membawa AndroMega tersebut. Selama ini, AndroMega yang telah memuat Pedang Ekstensa hanya dijadikan pajangan di keluarga mereka. Tak ada satupun yang memakainya, bahkan Herald sendiri tidak pernah memakainya. Jadi, agar bisa diterima di Akademi, Regan terpaksa membawa pergi AndroMega itu.
"Aku tahu, pasti Ayah sangat marah. Lagipula, AndroMega itu tidak pernah dipakai oleh Ayah. Selama ini, Ayah hanya sibuk dengan urusan bisnisnya ketimbang—."
"AndroMega itu bukan milik ayahmu."
Spontan Regan terkejut. Ia hanya tahu bahwa AndroMega milik keluarganya selama ini dijaga dengan baik oleh Herald. Regan kira AndroMega itu milik ayahnya.
"AndroMega yang kau bawa itu adalah milik mendiang kakekmu," lanjut Annara, "Ayahmu pernah cerita bahwa sebelum kakekmu ikut meneruskan perusahaan keluarga kita, beliau adalah seorang prajurit relawan. Dulu belum ada organisasi-organisasi sejenis NEBULA yang didirikan oleh Serikat Galaksi. Saat itu, perang berkecamuk dan segala pemerintahan di bawah Serikat Galaksi mulai pecah. Kakekmu adalah salah satu prajurit yang bertarung habis-habisan demi mempertahankan Serikat Galaksi, dan senjata yang ia gunakan adalah AndroMega Esktensa."
"Aku sendiri tidak begitu tahu detail jelas permasalahan seperti apa yang terjadi pada saat itu. Perang yang terjadi ditutup rapat begitu saja oleh Serikat Galaksi." Annara menatap putranya sungguh-sungguh. "Yang pasti, AndroMega itu sangat bersejarah bagi mendiang kakekmu. Ayahmu berusaha untuk menjaganya dan berjanji tidak akan melibatkan semua keturunan Graciell ikut dalam pertempuran apapun."
Regan dengan seksama mendengarkan setiap cerita dari Annara. Ini menarik, tentang AndroMega yang ia gunakan ternyata selama ini milik mendiang kakeknya, disimpan apik oleh sang ayah yang tidak ingin keluarga mereka terlibat lagi dalam pertempuran.
"Mungkin itu alasan mengapa ayahmu bersikeras untuk menjadikanmu sebagai pengusaha dan melarangmu ikut dalam profesi yang berkaitan dengan pertempuran, seperti menjadi Agent dalam Organsasi NEBULA," jelas Annara kembali. "Aku tidak memaksamu untuk menjadi pengusaha. Mau menjadi pengusaha, Agent, atau profesi lainnya, itu hakmu."
Kedua tangan Annara menggenggam bahu putranya, semakin menatap lebih dalam sepasang mata perak itu, memberikan ia harapan, keyakinan, dan keinginan yang harus ditentukan oleh dirinya sendiri.
"Hidupmu adalah pilihanmu, hakmu. Kami, sebagai orang tua, hanya berkewajiban untuk membantu anak menggapai impiannya, dan Ayah hanya ingin yang terbaik untukmu. Jika kau tak ingin menjadi pengusaha, tak masalah. Kau bisa bicara baik-baik dengan ayahmu. Jangan kalian saling menjaga jarak lagi seperti orang asing yang tidak saling kenal."
Penjelasan ini membuat Annara yang masih sakit jadi lelah. Ia jadi ingat bahwa hubungan Regan dengan Herald sama seperti hubungan Herald dengan ayahnya, kakek dari Regan.
"Aku bingung…. Mengapa keluarga Graciell sulit untuk akur antara anak dan ayah?" Annara mengelus kepalanya. "Dulu, ayahmu juga sulit akur dengan kakekmu karena beda pendapat. Jadi, aku mohon, akurlah dengan ayahmu. Kau bisa bicarakan baik-baik jika tetap memilih untuk menjadi Agent ketimbang pengusaha. Tapi satu hal yang ibu harapkan, tolong, jaga dirimu baik-baik dan jangan memaksakan dirimu untuk berjuang sampai mati. Aku takut…."
Mendengar cerita, rasa cemas, serta perhatian ibunya membuat Regan merasa lebih lega. Ia menggenggam kedua tangan Annara, menatapnya dengan senyum cerah mengembang di wajah rupawannya. Kali ini senyum itu bukanlah senyum dibuat-buat, tetapi senyum yang benar-benar menunjukan bahwa sekarang ia merasa lebih baik setelah bicara lebih banyak dengan sang ibu.
"Tak apa, Bu. Aku akan berusaha melakukan yang terbaik bagi keluarga kita. Mau menjadi pengusaha atau Agent, kini bukan masalah lagi bagiku. Yang terpenting bagiku sekarang adalah… membahagiakan Ayah dan Ibu."
Annara tak mampu membendung air matanya. Ia menangis bahagia melihat putranya bisa sedewasa ini. Bisa bertemu dengan putranya kembali di masa penyembuhan adalah hadiah terbaik dalam hidup Annara.
~*~*~*~