webnovel

Legenda Pitung Bule: Perang Indonesia - Australia (1)

Legenda Pitung Part I: Invasi eIndonesia

Saya adalah salah seorang penulis dan pengumpul arsip sejarah eIndonesia. Dalam arsip sejarah hanya ada satu paragraf mengenai seorang tokoh yang telah memberikan kesan begitu mendalam baik di lubuk hati warga eAustralia dan eIndonesia lebih dari 2 tahun silam.

Kisah ini, meski narasinya fiksi, didasarkan oleh kisah sejati yang diceritakan sendiri oleh legenda hidup ini. Sebelum kita mulai, biar saya ceritakan sedikit apa maksudnya disebut si Pitung. Si Pitung adalah ahli silat dari jawa yang menentang penjajah Belanda dengan cara melakukan perang gerilya melawan prajurit kumpeni yang memakai senjata api. Pitung menurut legenda begitu jagonya hingga ia bisa mengalahkan begitu banyak tentara sendirian, dan ia disebut-sebut juga memiliki ajian kebal peluru.

Karena itulah, laskar eIndonesia dalam perang eIndonesia — eAustralia memberikan gelar kehormatan tertinggi ini kepada prajurit ini: Kolonel Zaney, Si Pitung.

***

Bencana telah datang menerpa negeriku...

Banyak yang telah meramalkan sebelumnya ini akan terjadi…

Tapi lebih banyak yang tidak percaya ini sekarang terjadi...

Tanah airku diganyang penyerbu dengan kekuatan dan jumlah mengerikan…

Sekutu dan sahabat kami sedikit, musuh kami ribuan...

Dan aku terperangkap dalam medan tempur neraka ini... Sendirian….

Queensland, 13 April 2008.

Sehari sebelum Deklarasi Perang disiarkan antara eIndonesia dengan eAustralia, colonel pertama di New World sedang menyeruput kopinya sambil membaca koran. Tidak ada yang menarik di Queensland Herald, surat kabar favoritnya, hanya ada beberapa penawaran buat Pekan Raya Hari Minggu, berita mengenai lotere, beberapa gossip lama mengenai warga eIndonesia. Hari itu membosankan dan tanpa insiden, meskipun Kolonel merasa uring-uringan dan waswas: ada perasaan menggelitik di lehernya yang mirip dengan sensasi disentuh oleh bilah pedang yang tajam dan dingin tepat di urat nadinya. Itu adalah firasat kematian dan kehancuran.

"Zaney, Perdana Menteri memanggilmu…," sebuah pesan memecah keheningan hari itu via interkom.

Kopi mendadak terasa hambar di lidahnya. Jika Perdana Menteri memanggil, itu pasti berita buruk. Sangat buruk malah. Akhir-akhir ini belum ada berita yang bagus. Dan kalau berpikir bahwa media dan koran-koran belum mengendus adanya awan badai yang akan datang ini…

Asam lambungnya terasa bergolak. Ia mulai merasa mual.

Kol. Zaney telah lupa rasanya bagaimana berita baik itu, sejak berbulan-bulan lalu. Kecuali gelora euforia perang ketika ia menghancurkan laskar musuh dalam banyak misi luar negeri, ia telah lupa apa itu berita dan prestasi yang baik.

"Bilang kepada Pak Perdana Menteri agar menunggu. Aku harus berlatih dulu di Dojo." Ini adalah keputusan bijak, dan bahkan Perdana Menteri pun bisa menundanya dari kegiatannya itu. Latih tarung di Dojo selalu bisa menenangkan syarafnya.

Setelah ia selesai menghajar semua muridnya di Dojo dalam latih tarung tak seimbang, meninggalkan mereka menjadi satu tumpuk badan yang benjut-benjut, ia pergi meninggalkan Dojo setelah memberikan amanah singkat: "Masa depan negeri ini sedang dalam situasi genting. Lebih rajinlah berlatih dan bekerja!"

Siswa sekaligus bawahannya hanya bisa merintih namun bertekad mematuhi perintah itu.

Kantor Perdana Menteri tidak semewah yang pernah Zaney ingat sebelumnya. Ia melihat rak buku mahal, lampu gantung emas, bahkan permadani Persia sudah lenyap. Bahkan meja tulis Pak Perdana Menteri sudah diganti jadi meja kerja dari kayu murah, meja antik favoritnya dari zaman Edward itu... entah kenapa, ruangan itu jadi terasa terlalu luas saat ia duduk di kursi. Terlalu luas sekaligus terlalu muram.

Perdana Menteri bahkan tidak menawarkan cerutu dalam kotak. Firasat Zaney mengatakan bahwa tidak akan ada cerutu, atau bahkan rokok lagi di kantor Ia.

"Aku akan terus terang saja Kolonel…."

Zaney seketika tahu bahwa harapan mungil di lubuk hatinya telah kandas. Ia jelas akan menerima kabar musibah.

"eIndonesia akan menyerbu kita besok. Kongres mereka telah mufakat berperang melawan kita."

Punggung Zaney bergidik. Namun ia melihat sesuatu di balik nada pasrah Perdana Menteri, "Bapak! Bapak sudah tahu tentang ini sebelumnya?"

Perdana Menteri diam. Sebelum ia mengakui, "Ya. Presiden mereka mengirimkan surat peringatan… dua hari lalu."

"Kalau begitu kenapa kau tidak bilang kepada media!"

"Aku tidak mau membuat rakyat panik. Bisa saja itu cuma gertakan."

Kol. Zaney mengeluh panjang pendek, "eIndonesia tidak akan menggertak! Tidak sekarang-sekarang ini! Tidak saat dunia sudah jadi gila karena Module Perang diluncurkan!"

"Yah… apa boleh baut... Tapi tadinya aku berharap kita bisa bernegosiasi… Namun ternyata media mereka sudah mulai mengarang-ngarang alasan buat menyerang kita…" Tubuh kecil PM itu mulai gemetar.

Zaney merenungkan hal ini dengan muramm. eAustralia hanya punya 600 prajurit, bahkan sudah termasuk anak-anak dan perempuan, Tetangga mereka yang haus kekuasaan itu punya 2000 prajurit, bahkan satu battalion pasukan elit yang konon seperti Ninja. Batalion FUBAR namanya, yang bahkan ditakuti prajurit kerajaan suci Pakistan.

"Bagaimana dengan bala bantuan?"

"UK akan mengirimkan pasukan terjung payung elit mereka."

"Kalo Afsel? Bulgaria?"

"Sekutu-sekutu kita akan berusaha sekuat mungkin membela kita."

"Gimana dengan pasukan terjun payung lain? Amerika? Kanada? Swedia?"

Si PM hanya bisa mengubur kepalanya dalam kedua tangannya, menggeleng dengan putus asa. Zaney bisa merasakan kekesalan membuncah di kerongkongannya. Tiga negeri yang ia sebutkan terakhir bukan sekutu mereka, namun ia sering membantu mereka dalam medan perang. Sungguh menyakitkan. eAustralia dan sekutu-sekutunya masih tetap tak berdaya menghadapi raksasa yang akan datang seperti gelombang tsunami.

"eIndonesia mungkin akan mengalokasikan kekuatan mereka menjadi beberapa serangan simultan. Sasaran mereka pasti Queensland, Northern Territory, dan eAustralia Barat. Mereka berencana untuk membanjiri kita dengan jumlah dan menghancurkan banyak wilayah sekaligus."

Taktik yang cerdas, pikir Zaney. Harapan makin suram buat eAustralia.

"Kita akan bertempur sampai titik darah penghabisan, tunjukkan semangat warga eAustralia! Tapi, Zaney, engkau adalah bapak pendiri bangsa kita, sekaligus prajurit dan komandan kita yang terbaik. Kita mengakui kekuatan musuh yang mengerikan… Jadi, kami semua, warga eAustralia, setuju memberikanmu senjata rahasia. Kami percaya kamu akan menggunakannya dengan kebijaksanaamu." Perdana Menteri memberikan sebuah kunci perak berukir kepada Zaney yang terkejut.

"Apaan…?"

"Ini adalah kunci ke brankas nasional kita: 300 batang emas (gold), ribuan dolar australi (AUD), dan That is the key to our national coffer: 300 gold, thousands of AUD, dan satu gudang penuh senjata. Kami percaya hanya kamu seorang yang bisa menghentikan laskar Indo."

"Tapi…"

Perdana Menteri telah keburu mengangsurkan seperangkat alat yang kelihatannya mirip sekali dengan ipod. "Selama pertempuran, alat komunikasi internasional di-mana-saja-ada-sinyal ini akan membuatmu bisa memesan barang atau senjata apa pun dengan menjatuhkan kargo parasut dari LSM pro-perang (atau nama lain dari penjual senjata). Jadi, P3K dan senjata akan tersedia meski kamu ada di tengah hutan belantara atau entah di mana. Kami menggantungkan harapan kemerdekaan kepadamu, Zaney."

Zaney hanya bisa menelan ludah. Tanggung jawab di pundaknya terasa demikian berat. Ia hanya bisa mengangguk.

Rondo Kematian

Sementara itu, di Samarinda, Istana Kepresidenan saat itu: Isnuwardana tengah menunggui telpon hitam yang terpekur tak berbunyi di depannya dengan konsentrasi penuh.

Sepuluh detik berlalu... Dua puluh detik…

Telpon itu lalu berdering lantang. Pak Presiden menunggu sampai dering ketiga, sebelum ia mengangkatnya, "Ah oke... Jadi mereka semua mufakat… Kalau begitu…"

Ia memencet sebuah tombol di mejanya. Tiba-tiba peta perang interaktif bergulir dari dinding di hadapannya, sekaligus beberapa monitor membuka menampilkan wajah Kepala Staff ABeRI, ketua KERIS, dan Menteri Luar Negerinya via telekonferensi.

"Kalian sudah siap?"

"Siap, Pak! Kondisi luar negeri sudah diredam!"

"Lulz! Intelijen lapor bahwa eUSA dan eKanada tak akan ikut membantu."

"Bantai Pak!!" tukas Kepala Staff ABeRI.

Isnuwardana mengucapkan doa singkat sebelum ia memencet tombol Maju Perang.

"The die had been cast! Let's war!"

***

Kol. Zaney mengira pertahanan pantai Queensland akan menjadi neraka bagi setiap pasukan penyerbu. Ada banyak sekali bunker, senapan mesin, bazooka, dan pertahanan udaranya akan dijaga oleh AAF dan RAF . Pasukan infantry elit dari Bulgaria dan Afsel siap menyuguhi pasukan musuh dengan neraka dan mimpi buruk.

Ia tanpa sadar merapikan sabuk peluru yang menyilangi dadanya. Ranselnya penuh dengan batangan C4, cerutu, dan diet coke. Ia memilih minuman itu karena ada gosip sangat kecil bahwa minuman itu penuh Aspartame. Zat yang digunakan untuk membuat pil Berserker oleh perusahaan eMonsanto dan eAjinomoto saat mensponsori kru Ultimate Fighting Championship.

Tapi dugaannya salah. Pertahanan pantai Queensland sama sekali tak ada gunanya. Saat ia melihat udara dipenuhi pesawat musuh. Semuanya memiliki logo eIPTN dan bendera merah putih besar yang dikelilingi warna rimba militer. Seluruh cakrawala lautan dipenuhi dengan kapal perang. Musuh bahkan tidak melakukan pendaratan amfibi. Hanya pemboman keji ke pantai itu dari udara dan laut…

AAF dan RAF rontok dalam hitungan menit. Lalu musuh mulai menurunkan hujan pasukan terjun payung di seantero wilayah. Musuh berhasil melewati garis pertahanan dan melumpuhkan pertahanan Anti-Udara dengan begitu mudah! Pasukan eAustralia kini terjepit dan terkepung!

Marinir eIndonesia langsung membedil dan bertempur ganas seusai menjejak tanah eAustralia. Bahkan terjadi perang antar pasukan terjun payung eInggris dan eIndonesia di udara. Kol. Zaney memberikan perintah dan koordinasi perang tanpa henti, tanpa menyisakan sedikit keraguan, berupaya menyatukan pasukan pertahanan yang terkejut oleh gebrakan musuh. Namun pasukan eIndonesia menerjang bagaikan angin puyuh. Sementara kapal perang mulai mendekati garis pantai eAustralia dan menurunkan kapal-kapal pengangkut tank dan muatan.

Zaney mati-matian mengomando, namun satu demi satu markas pasukan pertahanan mendadak tak bisa dihubungi. Hingga pesan panik dari markas 9 membuatnya kehilangan kendali…

"Shit, what do you mean everybody is captured? Hello! Base 9! Answer!"

Tidak ada jawaban selama semenit penuh. Lalu, ada suara dalam bahasa asing kasar menjawab balik, "Siapa ini yang tereak-tereak? Udah mampus semua mester australi."

Zaney merasa bulu kuduknya merinding. Tanda bahaya! Pintu belakang ruang kendali terbuka. Zaney menembak ke belakang tanpa melihat, tiga kali. Tiga kopral eIndonesia segera terjengkang ke belakang, semuanya tertembak tepat di kepala.

"Sialan! Mereka sudah sampai ke sini!? Adakah yang masih bertahan?" rutuknya.

Sejentil harapan berkeroak: "Tolong! Aku dari RAF! Aku dikepung Indo…! Agh!.... bzzztt… (suara statik radio)."

Zaney langsung beranjak keluar dari ruangan itu. Kesadarannya menyerukan bahwa tinggal ia sendirian, namun anehnya ia tersenyum. Efek Aspartame mulai bekerja.

Dewa perang pun turun ke kancah pertempuran.

Senjata dan isi brankas ia habiskan bagaikan menumpahkan air keluar ember. Demikian juga diet coke-nya. Jumlah mayat pasukan eIndonesia bahkan melebihi jumlah peluru yang ia tembakkan. Ia bahkan mengutili senjata dan granat pasukan eIndo. Tapi pada akhirnya, kepungan musuh makin rapat. Zaney terpaksa kabur ke dalam hutan lindung Queensland.

Malam telah menyelubungi cakrawala. Zaney merawat luka-lukanya dalam diam, mengertakkan giginya menahan perih. Ia kehabisan amunisi, sementara mesin perang musuh masih berkeliaran dan melaju. Cahaya terang dari tenda-tenda dan markas sementara musuh mulai berpancaran, tentara eIndo mulai mengambil alih kantor-kantor dan barak eAustralia. Zaney hanya bisa menonton tanpa daya.

Meski ia sendiri bukannya tidak memiliki rencana balas dendam.

Beberapa prajurit eIndonesia sedang menjaga sebuah pos di tepian hutan.

"Walahh enak tenan ini… Kita bisa jalan-jalan sampe australi. Hidup eIndonesia!" Zaney mengendap makin dekat, tanpa terlihat, tanpa bersuara.

"Iya. Nyam-nyam."

Zaney bisa mengendus aroma aneh dari makanan yang dipegang prajurit itu.

"Makan apaan u?"

"Makan peyem dari rumah."

Zaney makin mendekat.

"Tae lu! Jauh-jauh ke Oztrali masih makan produk dalem negeri."

"Biar aje."

BUK! BAM! Tiga bacokan tangan Zaney dan dua tendangannya melesak ke dada prajurit di pos, ada jeritan pendek, lalu sunyi setelah Zaney menyempalkan peyem ke mulut prajurit terakhir. Akhirnya bisa menarik napas, Zaney mengawasi pos kecil itu: tiga prajurit dan satu letnan. Ia lalu menjilat hancuran peyeum di jemarinya. Rasanya enak… Ia pasti sudah sangat lapar.

Namun ia lebih lapar akan membantai musuh. Ini baru permulaan. Ia lalu mengarahkan senapan mesin di pos itu ke iring-iringan patroli eIndonesia. Beberapa prajurit tengah tertawa, beberapa menyanyikan lagu "genjer-genjer", dan beberapa bahkan melenggak-lenggok dangdut.

Tidak sadar bahwa neraka baru saja akan dimulai…

"Apa yang terjadi, prajurit? Empat puluh korban jiwa?! Semprul!" Jeverag, komandan tertinggi pasukan eIndonesia menerima laporan kekacauan dari garis depan Queensland yang tadinya sudah adem ayem. "Saya pikir semua prajurit musuh sudah ditumpas! Berapa musuh yang menyerbu?"

"C-c… cuma satu…"

All-x, manusia terkuat di eIndonesia tersenyum separuh gila separuh senang, "Itu pasti Zaney. Biar kami saja yang handle dia, Komandan."

Jeverag tapi meraih senapannya, "Kolonel sialan itu…. Tidak, all-x. Aku juga akan pergi bersama kalian. Pasukan FUBAR maju jalan! Bunuh Zaney!"

"Bagaimana kamu akan membunuhnya?"

"Gampang. Kita banjiri dia dengan prajurit rendahan dulu, bikin dia lelah, baru kita turun dan sapu."

"Cool."

Bersambung ke Bagian II...

次の章へ