"Apakah kamu mencintainya Karin?" tatap Alea tepat di manik mata Karin.
"Aakuu, aku tidak tahu pasti. Tapi saat aku pergi dari rumah Aska, hatiku merasa berat saat meninggalkannya. Aska dalam keadaan tidur waktu itu kondisinya drop karena habis kemo, saat tiba d kota ini, terkadang aku selalu memikirkanya dan merasa kuatir akan keadaannya. Aku tidak bisa melupakan saat dia tersenyum bahagia jika aku memperhatikannya, atau kata-katanya saat dia merajuk manja padaku. Kamu tahu Alea dia orangnya sangat keras kepala dan sangat nekat, kadang aku sangat kesal dan marah padanya. Tapi itu tak bisa bertahan lama, aku terus yang selalu mengalah, aku tidak bisa marah padanya." cerita Karin panjang lebar.
"Sepertinya kamu telah mencintainya Karin, tanpa kamu sadari." ucap Alea lemah, merasa sedih mengingat perasaan kakaknya yang bertepuk sebelah tangan.
"Aku tidak tahu Alea, aku belum merasa yakin jika aku mencintainya." ucap Karin, tanpa menceritakan perasaan rindunya saat dia menyentuh kulit kening Aska.
"Kalau kamu belum merasa yakin, kenapa kamu bilang seperti tadi padanya? Apakah yang kamu ucapkan tadi adalah bohong?" tanya Alea mencari kepastian.
"Jangan bilang aku pembohong Alea, aku tidak tahu dengan apa yang aku katakan tadi, semua itu spontan dari pikiranku, aku hanya cemas padanya, karena dia lagi drop dan dia tidak mau pergi ke rumah sakit. Jadi aku harus berbuat apa, selain satu niatku, Aska harus ke rumah sakit bagaimanapun caranya." ucap Karin lelah teramat lelah dengan semua yang terjadi.
"Lalu bagaimana perasaanmu pada kak Edo, kamu sudah bertemu dengannya seharian kan?" tanya Alea berharap Karin masih ada perasaan cinta untuk kakaknya.
"Apakah harus aku jawab jujur?" tanya Karin balik bertanya.
Alea mengangguk sedikit ragu.
"Saat bertemu Edo, hanya satu di pikiranku ingin dia cepat sembuh dan itu akan ku lakukan dengan seluruh kemampuanku."
Alea menatap Karin sedih, matanya mulai berkaca-kaca.
"Bagaimana kalau Kak Edo masih menganggapmu sebagai kekasihnya? Kak Edo tidak ada kata putus padamu Karin?"
Karin menutup wajahnya, dengan kedua tangannya. Hatinya semakin resah, pikirannya semakin bingung,
"Aku harus bagaimana Alea? apa yang harus aku lakukan? jujur Alea, saat ini aku tidak bisa meninggalkan Aska, hidup Aska tidak bisa di prediksi sewaktu-waktu dia bisa meninggal, dan aku tidak ingin itu terjadi padanya, aku harus selalu di sampingnya Alea." ucap Karin berkaca-kaca.
"Lalu bagaimana dengan kakakku Karin? bagaimana dengan janjimu untuk membuat kakakku sembuh total? bagaimana jika kak Edo tahu kalau cintamu sudah bukan untuknya lagi!" teriak Alea tidak kuat menahan kesedihannya.
"Aku tidak tahu lagi Alea, aku sungguh tidak tahu harus bagaimana lagi? apa yang harus aku lakukan Alea? apa?" terisak Karin menahan dadanya yang terasa sakit,dengan masalah yang di hadapinya.
"Ddrrrrrtttttt...drrrttttttt"
Panggilan pak damar. Dengan cepat Karin menerima panggilan pak Damar.
"Ya pak damar, bagaimana Aska? apakah dia sudah sadar?"
"Sudah Non, lima menit yang lalu Den Aska menanyakan Non Karin, dan maaf saya bilang pada Den Aska kalau Non Karin lagi cari makan, tapi ini sudah lebih dari setengah jam Non, Den Aska menanyakan Non Karin lagi. Saya harus bilang apa Non?"
"Bilang Aska, sepuluh menit lagi aku sampai pak damar."
"Baik Non."
"Alea, aku harus pergi. Sebenarnya aku tadi ingin menemui Edo, tapi kamu mengajakku bicara jadi waktuku sudah habis Alea, Aska sudah sadar." jelas Karin dengan perasaan tidak enak terhadap Alea.
"Pergilah tidak apa, kalau ada waktu cepatlah kemari, kak edo juga menunggumu Rin." ucap Alea putus asa, melihat Karin lebih cemas pada Aska daripada ke kakaknya.
"Aku usahakan Alea, jika Aska tidur, aku pasti kemari, aku juga harus bicara sama Edo. Tolong jaga Edo ya Alea."
Tanpa menoleh lagi Karin berlari-lari memburu waktu, tiba di kamar Aska nafas Karin tersengal-sengal. Karin menghela nafas berkali-kali agar nafasnya kembali normal. Dengan sedikit tenang Karin masuk ke dalam kamar Aska, di lihatnya tubuh Aska meringkuk miring menghadap dinding.
Mata Karin menatap ke sekeliling ruangan mencari sosok pak damar yang tidak kelihatan.
"Aska." panggil Karin gerogi, sedikit malu mengingat dirinya yang terang-terangan mengungkapkan perasaannya tadi pagi. Panggilan Karin tidak ada balasan dari Aska.
"Aska." panggil Karin lagi. kali ini tangan kanan Karin menyentuh pundak Aska.
Di tariknya pelan pundak Aska agar mau membalikkan tubuhnya agar menghadap padanya.
Namun Aska menahan tubuhnya agar tetap pada posisinya. Karin menghela nafas, Aska ngambek!! Ingatan Karin kembali mengingat kejadian-kejadian saat Aska lagi ngambek, dan dirinya pasti akan kesal dan marah besar jika Aska masih saja ngambek .
Bibir Karin tersenyum, melihat Aska yang lagi ngambek sekarang, sifat yang tidak bisa berubah, dari seorang Aska. Dan entah kenapa kali ini tidak ada rasa kesal atau kemarahan di hatinya, selain rasa ingin tertawa melihat sikap Aska yang bikin hati Karin jadi gemas.
Karin mengambil cotton buds di dalam tasnya, dengan bibir tersenyum , karin ingin menggoda Aska kali ini.
Dengan gerakan pelan, Karin berdiri dan sedikit mendekat ke telinga Aska, di gelitiknya telinga Aska dengan cotton buds yang di pegangnya.
Kepala Aska terlihat bergerak tak bisa menahan gelinya. Karin menggelitik lagi sekarang di leher Aska, leher Aska pun bergerak reflek.
Karin menahan ketawanya, melihat Aska tetap kukuh dengan sikapnya. Karin berdiri kembali menatap Aska sambil berpikir cara jitu agar Aska tidak ngambek lagi.
"Menciumnya? akhhh...apa aku harus menciumnya?" tanya hati Karin, sambil menggaruk lehernya.
"Ayo Karin kita lihat sekarang apa Aska tetap bertahan atau meleleh mendapatkan ciumanmu." hati Karin menyemangati diri sendiri.
Berlahan Karin mendekatkan wajahnya ke wajah Aska yang matanya terpejam. Harum wangi leher Aska sangat menggoda Karin untuk segera mencium pipi Aska.
Dengan memejamkan matanya karena merasa malu, Karin semakin mendekatkan bibirnya ke pipi Aska,
"CUP"
Terasa kenyal dan lembab pipi Aska,
"DEG"
Mata Karin terbuka, di lihatnya wajah Aska sudah menghadap ke wajahnya dengan bibir Aska yang menyatu dengan bibirnya.
"Aaaakkkkkhhhhhhhh!" teriak Karin merasa kaget, hampir saja jantungnya berhenti.
Aska tersenyum dengan wajah pucatnya, melihat wajah Karin yang bersemu merah, menahan malu.
"Kamuuuu!" Karin ingin memarahi Aska karena telah membuatnya malu, namun bibirnya terkunci, tak mampu berkata-kata. Apalagi saat tangan Aska menariknya dan menjatuhkannya ke dalam dadanya.
Sangat terasa hangat berada dalam dekapan Aska.
Karin mendongak menatap wajah Aska. Terlihat Aska tersenyum.
"Aska, lepaskan. Nanti di lihat pak damar." mohon Karin karena rasa malunya, karena berniat mencium pipi Aska, namun malah bibir Aska yang kena.
"Aku ingin memelukmu Karin, sebentar saja. Aku sangat merindukanmu, aku takut kehilanganmu lagi." bisik Aska tepat di telinga Karin. Jantung Karin mulai tak karuan, kata-kata Aska membuat hatinya meleleh. Karin membiarkan Aska memeluknya dengan sangat erat.
Hati Karin merasa hangat dan nyaman di pelukan Aska. Karin tidak bisa mencerna lagi dengan sikapnya yang mulai berbeda terhadap Aska.
Entah karena perasaan hatinya atau karena apa. Karin hanya bisa mengikuti kata hatinya, karena Karin percaya hati tak bisa berbohong.
"Kamu ke mana tadi? saat aku sadar kamu tidak ada di sampingku, kata pak damar kamu cari makan, kenapa lama sekali? aku pikir kamu meninggalkanku lagi." ucap Aska menatap Karin setelah melepas pelukannya.
"Aku tadi memang mencari makan, kemudian aku bertemu dengan teman, jadi aku ngobrol sebentar." balas Karin dengan menggigit bibir bawahnya karena telah berbohong pada Aska.
"Oohh." ucap Aska, tanpa bicara lagi. Hati kecil Aska merasakan jika ada sesuatu yang di tutupi Karin, Wajah Karin tidak bisa berbohong.
"Pak Damar kemana Ka?" tanya Karin, mengalihkan suasana yang mulai tidak enak karena kebohongannya.
"Sedang mencarimu, aku sudah bilang tadi, aku pikir kamu meninggalkanku lagi, jadi aku minta Pak damar mencarimu." jawab Aska dengan sifat posesifnya.
Karin mengalihkan tatapannya ke arah pintu, dengan mata yang berkaca-kaca. Perkataan Aska, jawaban Aska sudah menunjukkan jika Aska sebenarnya sudah tahu kalau dirinya telah membohonginya.
Tangan Aska menyentuh dagu Karin dan memutarnya berlahan agar Karin bisa menatapnya.
Aska menatap mata Karin dengan lembut, dan mengusap air mata Karin yang mulai menetes.
"Jangan menangis lagi, aku selalu ada di sampingmu dan akan selalu mendukungmu, asal jangan kau tinggalkan aku. Kamu tahu Karin, aku sudah sangat bahagia bisa dekat denganmu, aku sudah tidak perduli lagi kamu menjadi milikku atau tidak, aku tidak akan memaksamu lagi. Aku hanya minta satu padamu, jika aku mati nanti aku ingin mati dalam pelukanmu. Jadi aku mohon jangan tinggalkan aku sampai waktu itu tiba."
Airmata Karin semakin mengalir, tangisnya pecah di sela-sela hatinya yang benar-benar sedih.
"Aska." tatap Karin lembut ke manik mata Aska yang terlihat sangat teduh.
Malem kk
Happy reading,.
Di chapter ini, Cinta Karin mulai terbentuk dengan sendirinya, Karin bisa merasakan perasaannya lewat kata hatinya,..Karin mengikuti semua kata hatinya,...yang hanya tertuji pada Aska.
Di saat Karin menyadari akan cintanya, di saat itu pula Aska melepas keinginannya untuk tidak memiliki Karin,..
Bagaimana lanjutannya Kak,....apakah karin akan berpaling ke Edo, karena Aska telah rela melepasnya,..?
Ataukah Karin akan bertahan dan membuktikan rasa cintanya pada Aska,...?