webnovel

Pencuri Tingkat Tinggi

Mengintai dari kegelapan

Tempat tetirahnya rahasia

Mengacak demi memancing kegundahan

Semoga kegundahan menggiring empunya

Memeriksa kembali tempat rahasia tersembunyi...

12 Februari Tahun 622, Penanggalan Sang Pencipta

Satu hari sebelum pertempuran Tensh'a Ibril terjadi, Wander sedang berdiri tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun di tengah kamar Gurunya. Ia berusaha mencerna yang harus ia bereskan terlebih dahulu. Kaca di jendela harus diganti, begitu juga gagang pintu yang jebol… Juga kasur yang robek dan kapuknya juga harus diganti, demi Divara.

Dari posisinya berdiri, segalanya tampak serba kacau. Meja, lemari, bahkan meja belajar semuanya hancur berserakan dan isinya bertumpahan di lantai. Baju, tinta, pena, kertas, bahkan kapuk serta kepingan kayu berserakan di mana-mana. Pencurian itu terjadi tepat saat ia sedang berada di rumah orang tuanya.

Para pelayan dan pembantu tidak mendengar suara sedikit pun, yang jelas sangat aneh. Mereka baru tahu esok paginya, ketika Wander kembali dan melihat pantulan cahaya di jendela kamar Gurunya terlihat aneh, dan saat itu ia menyadari salah satu kacanya lenyap! Sekarang ia berdiri di tengah kamar itu dengan perasaan campur aduk.

"Kenapa hanya kamar Master?"

Wander mendadak merasakan sebuah kehadiran yang sangat halus, sedang mengamatinya dari jauh. Sensasi itu begitu halus, tapi bagi Wander terasa cukup nyata. Pencuri itukah yang sedang mengamatinya dari bangunan sebelahnya?

Kenapa? Pikiran Wander bekerja. Jawabannya muncul dalam hatinya. Aksi pencurian itu gagal, tetapi kamar itu sengaja diacak hingga berlebihan, meski sebenarnya tidak perlu. Mungkinkah ia yang sengaja hendak dibuat sebagai pemandu menuju barang yang hendak dicari pencuri itu.

Wander meninggalkan ruangan, memanggil para pelayan untuk membersihkan ruangan Gurunya. Tapi di dalam kepalanya, ia sedang memikirkan sebuah rencana. Sementara ikut membersihkan kamar itu, Wander membisikkan sesuatu ke penjaga pintu rumah itu dan temannya: Pel.

Malam perlahan makin larut ketika bulan sudah berada tinggi sekali di angkasa. Bayangan yang merayap di atap rumah di seberang rumah besar itu mengamati sebuah kamar di lantai pertama. Seseorang baru masuk. Kemudian kamar itu sejenak terang oleh nyala lampu minyak. Setengah jam kemudian, lampu minyaknya sudah padam dan sosok itu mendengar penghuni kamar itu sudah naik ke peraduan. Setengah jam kemudian, ia telah mendengar suara napas yang teratur. Tuan muda itu rupanya sudah tertidur.

Ia sedang mengevaluasi situasi sekali lagi, ketika ia mendengar suara dari belakangnya, "Aku sarankan cari di gudang dulu, tapi aku kira tidak ada yang berharga di sana…"

Bayangan itu merasa jantungnya seolah meloncat keluar dari mulutnya! Ia masih bisa mendengar suara napas halus dari kamar di kejauhan itu, tapi ia tidak merasakan apa pun di belakangnya sampai suara itu terdengar! Ia berbalik dan melihat Wander yang sedang tersenyum ke arahnya!

"Ah… K-kalau begituw… ini semua Cuma sawah paham, twan yang baik! Pewmisi!" Takjub dan ngeri, bayangan itu berkata sambil melompat mundur dan berkelebat kabur.

"Kenapa tidak mampir dulu buat secangkir teh, tamu yang baik? Kita bisa bicara lebih jelas daripada di tempat gelap begini!" Wander mengejar sambil berseru.

"Tewima kasih. Tapi 'ku tak bisa tewima undangan baikmu. 'ku sudah cukup kenyang buat hawi ini," bayangan itu menyahut, dan larinya semakin kencang.

Wander terus berujar, "Bagaimana kalau aku memaksa, Tuan," Ia mendadak menjentikkan sesuatu. Dua utas pita bagaikan lidah ular naga menyambar, berusaha mengikat tangan dan kaki bayangan itu cepat sekali!

"Sungguh twan tewlalu demawam mengundang wong jelek ini, Twan muda," bayangan itu menyahut agak panik. Tapi mendadak sosoknya seakan melorot dan ia berbalik arah demikian cepat hingga terhindar dari kedua pita tadi. Bayangan itu meluruk turun ke jalan raya, di mana ia menghilang di serangkaian gang-gang sempit dan gelap.

Wander berdiri di atas atap dengan kekaguman dan pengetahuan baru. Sekarang ia tahu bagaimana Gurunya dulu bisa melorot juga seperti tadi waktu latih tanding. Kemampuan yang sama dengan sosok pencuri itu: Ilmu Menggeser Tulang dan Melipat Sendi yang terkenal itu!

Bayangan itu diam tak bergerak sambil mengatur napasnya.

Kemampuan macam apa itu… Bagaimana mungkin seorang muda bisa menyusup ke belakangnya sampai dekat begitu… Masa Kurt mengajarkan ilmu bela dirinya…?

Ketika ia baru memikirkan hal itu, pemuda itu sudah mendarat begitu lembut. Bagaikan sambaran burung hantu tanpa suara, seanggun dan sehalus bulu yang mendarat tepat di sampingnya.

Pencuri itu tergagap panik, tapi ia bukannya tanpa persiapan.

Tangannya menyambit cepat bagaikan cambuk, melemparkan sesuatu ke tanah. Segera bunyi ledakan disertai kepulan asap hijau berbau tengik dan memuakkan memenuhi gang itu.

Wander terbatuk-batuk dan mengutuk sambil mengibas-ngibaskan tangannya berusaha menghalau asap itu, "Blah! Pah! Sial, jadi ini baunya bom asap… Puah!"

Wander bergumam seraya membungkuk dan memanggul pencuri yang sudah roboh di tanah itu!

Tepat setelah ia melempar bom asapnya pukulan Wander sudah mendarat di perutnya.

Wajah pencuri itu pucat bagai tak berdarah, kaget sekali dan lumpuh, saat menyadari bahwa ia bahkan tidak sempat lari.

Wander membawanya ke atap terdekat yang udaranya lebih segar. Rambut berwarna teh pemuda itu bersinar perak di bawah rembulan, senyumnya jelas menjengkelkan sekali bagi pencuri malang itu, "Sekarang… Siapa namamu, tuan tak diundang? Apa yang kau cari di kamar Guru?"

Pencuri itu tetap bungkam. Wander mencabut topeng pencuri itu dan segera bengong melihat wajah aneh kakek-kakek itu. Wajah paling lucu yang pernah ia lihat, karena betul-betul menyerupai kucing, lengkap dengan misaim halus di kedua sisinya. Untuk sesaat Wander bengong, mencubiti pipi orang tua tadi, sebelum ketawa ngakak.

"Buaiklah, tuan muda! Kaw menang, 'ku kalah. 'ku dipanggil Kucing Tua, dan kaw?"

Wander berusaha menguasai dirinya untuk tidak ketawa lagi. Aksen pencuri ini juga sengau seperti kucing, "Namaku Wander. Apa urusan tuan Kucing di kamar Guruku kemarin malam?"

"'Ku cuman pencuwi biasa, mencawi barang buat dijual… demi seiwis roti."

"Ya, itu yang akan kau lakukan jika kau mengambil uang dan perhiasan. Tapi kau tidak!"

Si pencuri hanya bersiul pura-pura cuek. Wander menambahkan, "Dan kau mengacak-acak kamar buat memancingku mengecek di mana barang yang kau inginkan disimpan. Karena itu kau mengawasiku dari kemarin, bukan?!"

Kucing Tua terkekeh. Lagaknya memang meyakinkan jika saja Wander tidak membaca gerak matanya, "Omong kosong… 'Ku Cuma pencuwi biasa!"

"Pencuri biasa yang punya ilmu ringan tubuh begitu luar biasa!"

"Owang muda biasa juga tidak punya Awts setinggi ini! 'Ku tak pernah dengar Tukang Kebun Wambut Emas punya muwid!"

Selama percakapan itu, Kucing Tua diam-diam berusaha mengumpulkan daya Khici buat melepaskan totokannya, tapi gagal total. Ia bahkan tidak bisa mengangkat jarinya. Pemuda di depannya betul-betul memiliki kemampuan tinggi.

Wander nyengir, "Ia memang tidak mengajarkanku Rijeennya. Tapi aku memang muridnya. Nah, sekarang jujur saja dan katakan… atau….!" Wander mengangkat tangannya yang dipenuhi Khici ke atas wajah pencuri itu.

Pencuri itu bisa merasakan sengatan panas dan dingin yang datang dari arah tinju itu.

"'Ku mana bisa bilang, anak muda! Mati lebih baik dari gawgal."

Senyum Wander tambah lebar, "Ah! Artinya kau dikirim seseorang. Siapa?"

Sialan! Kenapa anak-anak akhir ini tambah pintar saja?! Rutuk pencuri itu. Ia lalu bungkam total

bagaikan kerang. Wander menanyakan beberapa pertanyaan lagi tapi hanya dibalas tatapan tajam berwujud kucing itu.

Wander berjongkok dan menyeloroh, "Guruku sudah tidak berhubungan dengan dunia luar belasan tahun lamanya. Ia seperti petapa yang damai, harta apa lagi yang ia punya selain bunga dan tamannya?"

Kucing Tua tidak bisa menahan dorongan buat menukas, "Kaw pikiw orang punya rumah gedung segede ini tak punya rahawsia satu barang dua?"

Wander menukas balik, "Guruku memang agak misterius. Jelas aku tidak bakal tahu apa pun kalau kau tidak memberi tahu barang satu atau dua petunjuk?"

"Che! Kaw jelas taw sesuatu… ataw tidak. Lepaskan saja orang wendah jelek ini… dan kuwa-kuwa tua ini janji tidak bakal mengganggu lagi. 'Ku janji!"

Wander langsung suka pada cara bicara blak-blakan dan tidak kenal takut orang tua itu. Lagipula wajahnya begitu lucu. Ia agak menyesal tidak bertemu dengan pencuri ini dalam situasi normal. Tapi ada kemungkinan bahwa pencuri ini mata-mata musuh, "Maafkan aku. Aku juga tidak bisa tinggal di rumah Guru setiap hari. Jadi harus ada yang bisa mengawasimu lebih baik dari aku."

次の章へ