"Baiklah, kalau begitu aku titip putriku padamu. Kau harus mengantarnya dengan aman sampai ke kantornya. Jika aku tahu kau sampai berani melakukan sesuatu yang buruk pada putriku.. aku tentu tidak akan membiarkanmu merasa aman begitu saja. Kau mengerti 'kan?" ucap Daddy dengan nada penuh peringatan sambil menampilkan seulas senyum yang penuh makna di baliknya.
Bryan menanggapi dengan santai. Sambil mempersilakan Monica untuk berjalan mengikutinya karena mobilnya telah menunggu di depan, Bryan meminta izin pamit pada Bramasta, dan berlalu.
"Kau sepertinya berhutang banyak penjelasan padaku. Apa tidak ada hal apapun, yang ingin kau katakan padaku?" tanya Bryan pada Monica dengan sikap dingin ketika keduanya telah berada di dalam mobil.
Monica yang awalnya hanya sibuk menatap keluar, mendadak berbalik. Ia menatap Bryan seperti merasakan sebuah dejavu.
Bukankah hal ini, dulu juga pernah terjadi?
Bryan jelas pernah menanyakan pertanyaan yang mirip seperti ini sebelumnya. Ketika itu Bryan juga sedang mengantar Monica. Bedanya, saat itu mereka sedang dalam perjalanan pulang menuju ke rumah Monica setelah keduanya makan malam bersama.
Dan sekarang pria itu kembali menggunakan pertanyaan yang sama padanya?
Monica memasang wajah tidak senang.
"Aku tidak berhutang penjelasan apapun padamu," tegas Monica, "Memangnya apa yang harus aku katakan? Kurasa... tidak ada!"
Monica menjawab sembari bermalasan. Bryan menjadi kesal.
"Kau punya 3 calon tunangan. Dan kau tidak mengatakannya padaku?" pertanyaan Bryan mengandung banyak sindiran dan juga penyangsian.
Pertanyaannya itu jelas menohok pikiran dan juga hati Monica, yang sampai detik ini, masih belum juga bisa menerima kenyataan yang harus diterimanya itu.
Monica bahkan sampai bisa merasakan lirikan penuh ingin tahu yang dilemparkan anak buah Bryan yang sedang menyetir di depan, akibat ucapannya itu.
"Aku bisa mengerti kalau kau mungkin sangat marah dan tersinggung sekarang. Tapi aku berani bersumpah, aku juga baru mengetahui ini tadi malam. Ini semua bukan ideku. Terserah kau mau percaya atau tidak," tegas Monica lagi.
Monica tidak peduli dengan bagaimanapun asumsi dan tanggapan Bryan soal perjodohan ini. Jika ia ingin marah dan menuntut, itu adalah haknya. Dan jika ia mau tidak peduli sekalipun, itu adalah haknya juga.
Monica sama sekali tidak berkeinginan untuk mencari tahu ataupun ikut campur. Sekalipun ini juga adalah masalahnya, Monica lebih memilih untuk tidak memusingkannya.
Bryan sebenarnya percaya dengan ucapan Monica. Wanita itu sejak awal sudah menentang perjodohan. Jadi tidak mungkin ia sampai memikirkan ide gila seperti menyelenggarakan perjodohan secara.. beramai-ramai??
Itu jelas mustahil!
Karenanya, Bryan mulai menurunkan kegusarannya.
"Apa ini semua ide walimu? Kakek dan juga orangtuamu?" tanya Bryan dengan segala usaha agar tetap terlihat profesional. Ia tidak ingin perasaannya terombang-ambing oleh hal yang dianggapnya tidak berarti.
Walaupun ia cukup terkejut dengan pemberitaan ini, ia jelas tidak bisa melakukan apapun. Masalah ini adalah urusan intern keluarga Monica. Dan sekalipun ia terlibat, Bryan tetap tidak bisa mencampuri masalah mereka dengan mengajukan tuntutan.
Kalaupun ia bisa melakukan sesuatu, itu hanyalah dengan mencabut diri sendiri dari perjodohan. Dan keputusan itu masih belum akan dilakukannya. Bryan masih harus membaca situasinya sekarang, lebih dalam lagi.
"Kau tidak perlu khawatir. Aku yakin sebentar lagi Kakek akan menemuimu dan memberitahukan semuanya padamu. Dan.. jika setelah itu kau jadi berubah pikiran dan ingin membatalkan perjodohan, kau bisa mengatakannya secara langsung pada Kakek. Aku yakin dia tidak akan mungkin mempersulitmu," papar Monica dengan senang dan penuh harap.
Bryan menangkap ekspresi itu dengan tidak senang.
"Kau sepertinya lebih senang dengan calonmu yang barusan," sindir Bryan tanpa memandang Monica.
"Apa?" monica terkejut sekaligus bingung.
"Berbeda dengan sikapmu padaku. Kau kelihatannya baik-baik saja saat berbicara dengan pria yang bernama Haila itu," seru Bryan penuh penekanan.
Monica mengoreksi.
"Namanya Haikal. Bukan Haila," balasnya kesal.
Bryan bersikap tak peduli.
"Ya.. Apapun namanya. Aku tidak peduli. Bagiku itu sama saja. Apa kau akhirnya akan memilih dia untuk menjadi calonmu?" tanya Bryan mencoba mencari tahu apa kiranya yang ada dipikiran Monica.
Monica menatapnya dengan alis yang terangkat sebelah.
"Kenapa kau bisa berkata seperti itu?! Aku jelas sudah pernah mengatakannya padamu. Aku menentang keras perjodohan ini tidak peduli siapapun pasanganku. Sekalipun dia adalah Haikal. Laki-laki sempurna yang bahkan tidak akan pernah aku temui lagi bahkan di kehidupanku yang selanjutnya, Aku tetap tidak akan mau dijodohkan. Tidak untuk saat ini ataupun nanti," terang Monica panjang lebar.
Monica jelas punya keinginan yang kuat untuk itu. Ia tidak suka jika keluarganya memaksakan kehendak mereka dengan seenaknya.
Mendengar itu, ekspresi wajah Bryan sedikit berubah. Ia tersenyum tipis. Monica kemudian menambahkan.
"Dan ini, juga berlaku untukmu. Sekalipun kau adalah satu-satunya pria yang tertinggal di bumi, ketika semua pria di dunia ini menghilang dan berpindah ke planet Mars atau planet lainnya, Aku tidak akan pernah memilihmu. Tidak kau. Dan tidak akan pernah!!"
Ucapan Monica bagai sebuah ultimatum. Persis seperti sebilah pisau tajam yang menusuknya sampai ke uluhati. Senyum Bryan seketika sirna. Wajahnya berubah cemberut.
Melihat itu, Sang Sekretaris yang saat ini tengah merangkap menjadi supir pribadi keduanya, dan telah dengan sengaja mendengar hampir seluruh percakapan yang dilakukan oleh kedua penumpangnya itu, mau tidak mau tertawa geli.
Daniel berusaha mencoba menahan segala gelak tawanya agak tidak berhamburan keluar, sekalipun ini sangat lucu baginya.
Pasalnya, selama ini belum pernah ada satupun wanita yang berhasil menolak bosnya dengan cara apapun. Bahkan dengan mentah-mentah seperti ini!!
Selama kurun waktu 10tahun lamanya ia bekerja pada bosnya, Bryan, Daniel tidak pernah sekalipun melihat kejadian yang langka ini sebelumnya.
Entah apa yang sudah terjadi pada keduanya, wanita cantik itu nampaknya tidak pernah sekalipun tergoda dengan penampilan bagus dan karir yang menjanjikan dari bosnya ini. Padahal selama ini, sudah tidak terhitung berapa banyaknya wanita yang mengantri untuk menjadi kekasih bosnya.
Jika bukan karena sikap dinginnya, Tuan Bryan pasti sudah menjadi seorang playboy kelas kakap.
Lalu sekarang, setelah ia melihat apa yang dilakukan oleh wanita yang ada di depannya ini pada bosnya, Daniel sebagai Sang Sekretaris hanya bisa terkesima.
"Daniel, selidiki segera segala hal tentang perjodohan itu. Dan cari tahu lebih lengkap seluruh data mengenai kedua calon yang lain yang ikut terlibat. Apapun itu.. aku ingin tahu," seru Bryan dengan mata berkilat dan ekspresi yang datar, ketika mereka telah mengantar Monica turun ke kantornya. Dan sekarang mereka telah berada dalam perjalanan menuju ke kantor mereka.
Daniel merasakan atmosfer yang sedikit berubah. Ia melirik atasannya itu dari kaca spion depan mobil.
Dengan perasaan tidak enak, Daniel menjawab permintaan bosnya itu segera.
"Baik, Tuan." Serunya.
***