webnovel

Guru

Kami mematung mendengar suara itu.

Rasanya, seluruh tubuhku mati rasa. Aku terlalu takut untuk bergerak.

"Siapa yang dia maksud?" pikirku.

Suara langkah kaki terdengar mendekat dengan suara samar yang mantap.

Entah kenapa, aku tau orang itu memegang rak persembunyian kami sebagai penopang tubuhnya saat ia melihat balik rak.

Aku dapat merasakan cengkraman Leta yang semakin erat di pergelangan tanganku.

Aku memberanikan diri untuk menatap wajah orang itu.

Wajah tirus yang pucat, bibir pucatnya melengkungkan senyum yang terlihat ganjil. Matanya menatap datar kepada kami.

Ia berdiri sempurna. Kalau dikira-kira, tinggi orang ini sekitar 189 cm dan termasuk kurus. Ia memakai tudung hitam untuk menutupi bagian belakang rambut hitamnya.

"Wah, wah, wah..." Dia tampak antusias.

"Na, dia siapa?" bisik Leta ketakutan.

"Aku enggak tau, Let," desisku lirih.

Yang terlihat tenang hanya si biang kerok itu, Leo. Dia bahkan nyengir ketika meliat rombongan orang aneh itu.

"Kamu gak takut apa, Le?" Leta menyikut Leo.

"Ngapain takut?" Leo mengangkat bahunya. "Palingan mereka cuma rombongan sirkus yang nyasar."

Kalau situasinya tidak begitu mencekam, aku akan memukul kepala biang kerok itu.

Sosok di depanku ini menyipit ketika meliat Leo. Senyum ganjilnya berganti menjadi seringai mengejek.

"Sayangnya, aku tidak meminta pendapat kaum sampah sepertimu, Nak," ucapnya dingin. "Kaum kalian itu adalah kaum paling hancur yang pernah kulihat."

"Dia ngomong apa, Na?" tanya Leo. "Kaum sampah apaan? Dia lagi ngejek aku, ya, Na?"

"Aku tidak tau, Le," desisku sebal. "Kenapa kamu malah nanya ke aku coba?"

"Aku mau pulang..." desah Leta pasrah.

Senyum mengejek itu menjadi garis datar ketika menatap Leta.

"Dan aku tidak tau kamu kemegahan bisa berjalan di tanah dengan santai, tanpa rusuh," ucapnya. "Kaum yang menggelikan."

Aku tetap tidak berani mengucapkan sesuatu pada lelaki di depanku ini.

"Kamu harus ikut, Nak," ucapnya.

"Kenapa aku harus ikut kamu, huh?!" seruku.

Aku menyesali nada bicaraku yang terdengar menantang itu.

"Karena kamu tidak pantas di sini," jawabnya. "Terlebih lagi, bersama 2 kaum yang tidak setara dengan kita. Itu hanya akan merusak reputasimu, Nak."

"Reputasi apaan?!" seruku sebal. "Aku Kanna. Hanya Kanna. Aku tidak punya reputasi apapun kecuali pelajar dan anak dari mama dan papa."

Cengkraman Leta semakin mengencang ketika rombongan di belakang merangsek maju ke arah kami.

"Kamu Kanna... Hanya Kanna..." Orang itu tertawa. "Luar biasa, Nak! Luar biasa! HANYA Kanna! HANYA!"

"Dia ketawa karena namamu, Na?" tanya Leo. "Namamu berarti lucu banget, ya?"

Aku menginjak kaki Leo.

"Aduh!" Leo meringis.

"Kamu lebih dari sekedar Kanna, Nak," ucap orang itu. "Ikutlah denganku."

"Aku tidak mau! Ini tempatku! Kenapa aku harus pergi bersamamu?!" sewotku.

"Baiklah," Orang itu mengangguk. "Kalau gitu, aku akan memaksamu..."

Leo melompat ke depanku. Bergaya seperti pahlawan.

"Kamu tidak boleh menculik temanku!" serunya tegas.

"Menculik?!" Orang itu mendelik kepada Leo. "Kaum kalian yang menghancurkan segalanya, Wahai Makhluk Sampah!"

Orang itu mengibaskan tangannya. Entah darimana, rantai muncul. Melilit Leo dan membantingnya ke belakang hingga menabrak dinding.

Tumpukan barang roboh.

"Leo!!!" pekik Leta. "Enggak keren banget!!!"

"Berisik!" seru Leo yang berusaha keluar dari timbunan benda-benda.

Leta mengarahkan tangannya ke orang itu. Petir-petir keluar dan menghantam lelaki itu, membuatnya mundur beberapa langkah.

"Seharusnya, kamu bisa membunuhku, Nak," ucapnya. "Yang tadi, cuma bisa menggelitiki!"

Dia menerjang maju. Rantainya kembali membuat Leta terlempar, menabrak Leo yang baru bisa bangkit. Mereka berguling-guling dan menabrak dinding.

Pasukannya merangsek ke arahku.

"Gunakan kekuatanmu, Nak," kekeh lelaki itu.

Jaring hitam terlempar keluar entah darimana, ke arahku. Memuatku otomatis menutupi wajah dengan tangan.

Tapi, tidak ada yang terjadi.

Ketika aku membuka mata, jaring itu telah menjadi debu.

"Hmm.... Lumayan, Nak..." Lelaki itu mengangguk antusias. "Tapi, apakah kamu bisa menahan yang ini?"

Lelaki menyeringai. Tangannya menebas ke arahku.

Rantai muncul dan menebas ke arahku. Diam, seolah tertahan di udara.

"Ah... Aku melupakan 2 pengganggu di sini..." decak orang itu sebal.

Seruan Leta membuatku terpenjat.

"Mr.Theo! Ms.Lena!" seru Leta.

次の章へ