Leon akhirnya tiba lebih dulu di bar Millenium tempat. Setelah ia memarkirkan motornya, ia segera menghubungi Nadia. "Lu udah sampai mana? Gue udah sampe di bar."
"Gue sebentar lagi sampai. Tungguin aja di depan pintu masuk bar," jawab Nadia.
"Okay." Leon kemudian menutup telponnya dan segera berjalan ke arah pintu depan bar tersebut.
Selagi ia menunggu kedatangan Nadia, ia memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang masuk ke dalam bar. Nampaknya bar yang akan ia masuki ini memang bukan sembarangan bar. Ia melihat semua orang yang datang mengenakan pakaian yang meski terlihat sederhana namun ia menebak harga pakaian tersebut pasti di atas harga rata-rata pakaian pada umumnya.
Ia sudah biasa melihat hal tersebut sehingga hanya sekali lihat saja ia sudah tahu bahwa orang-orang yang datang ke bar tersebut pastilah bukan orang-orang sembarangan. Leon menunggu Nadia sambil terus menatap jam tangannya. Tiba-tiba saja sebuah suara mengagetkannya.
"Leon," sapa Karina yang baru saja di bar tersebut.
Leon memperhatikan Karina yang datang bersama beberapa orang teman wanitanya. Ia membalas sapaan Karina dengan tersenyum simpul.
"Nadia mana? Bukannya dia yang paling semangat buat hangout," ujar Karina.
"Dia masih di jalan. Ini gue masih nungguin dia," jawab Leon.
Karina menatap Leon keheranan. "Kalian ngga bareng?"
Leon menggeleng. "Gue tadi naik motor."
"Oh," gumam Karina sembari menganggukkan kepalanya. Ia kemudian menoleh pada teman-temannya yang sudah menunggunya. "Kalian masuk duluan aja. Gue masih nunggu satu orang lagi."
"Jangan lama-lama," sahut teman-teman Karina bergantian. Mereka akhirnya masuk ke dalam bar. Sementara Karina menemani Leon untuk menunggu Nadia.
"Tumben banget kalian ngga bareng-bareng?" tanya Karina penasaran.
Leon tertawa pelan. "Gue di sini cuma sebentar aja. Cuma mau nemenin Nadia masuk, terus gue pergi ke tempat lain."
"Lu ngga mau minum bareng kita?" sahut Karina.
"Ya, gue paling minum segelas dua gelas aja," timpal Leon. Mata Leon kembali tertuju ke gerbang masuk bar tempatnya berada saat ini. Di kejauhan ia melihat mobil Mercedes-Benz yang dinaiki Nadia mulai melewati gerbang bar tersebut. "Nah, itu dia udah dateng."
Karina ikut mengalihkan perhatiannya ke arah gerbang depan bar. "Finally."
Mobil yang dinaiki Nadia akhirnya berhenti di depan pintu masuk bar Millenium. Tidak lama kemudian Nadia turun dari dalam mobilnya dan langsung menghampiri Leon dan Karina yang sudah menunggunya.
"Sorry. Gue lama, ya?" ujar Nadia.
Karina memperhatikan penampilan Nadia dari atas kepala sampai ke ujung kaki. "You look different, Nad. Gue hampir ngga ngenalin lu."
Nadia tertawa pelan setelah mendengar ucapan Karina. "Ini mode hangout. Yang sering lu lihat itu mode kerja."
"Kalo gitu gue lebih suka liat mode hangout lu," puji Karina. Ia kemudian melirik Leon yang berdiri di sebelah Nadia. "Lu beruntung banget punya Asisten kaya Nadia."
"She's more than just an Assistant," sahut Leon.
Karina mengerutkan keningnya. Sedetik kemudian ia tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Yuk masuk. Temen-temen gue udah nunggguin."
Leon merangkul pinggang Nadia dan berjalan masuk ke dalam bar menyusul Karina yang sudah lebih dulu masuk. Mata Nadia seketika terpesona dengan bagian dalam bar Millenium. Ia menyikut perut Leon dan berbisik. "Kayanya gue bakal sering ke sini."
Leon berdecak pelan sembari geleng-geleng kepala. "Dasar."
Karina menghampiri teman-temannya yang berada di sebuah sofa melingkar yang ada di bagian tengah bar. Ia segera memperkenalkan Leon dan Nadia pada teman-temannya. Sementara Nadia sudah mulai bercengkrama dengan teman-teman Karina yang datang dari berbagai latar belakang itu, Karina tiba-tiba mengajak Leon untuk menemui seseorang.
"Lu mau ngenalin gue sama siapa?" tanya Leon ketika ia dan Karina sedang melangkah menuju meja bar.
"Calon klien. Sumber gue bilang, perusahaan keluarganya mau buka anak usaha baru dan mereka lagi nyari penyedia layanan cloud yang bisa diajak kerjasama," terang Karina.
Leon menghela napas panjang. "Gue pikir lu ngajak kita ke sini karena mau hangout. Ternyata ada maksud tersembunyi juga."
"Itu yang namanya sosialisasi, Bapak Leon," sahut Karina. Ia kemudian melambaikan tangannya pada pria yang sudah berdiri di depan meja bar dan menghampirinya. "Hai, Dam."
Damar menganggukkan kepalanya. "Hai, Rin. So—" Damar melirik pria yang dibawa Karina.
"Oh, ya. Kenalin, Leon. Dia perwakilan dari A-Tell, perusahaan yang jadi partner gue buat buka layanan cloud," terang Karina. "Dia juga anak pemilik perusahaannya."
"Oh," gumam Damar. Ia segera mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Leon. "Damar."
Leon menyambut uluran tangan Damar dan berkenalan dengannya. "Leon. Gue denger dari karina, lu ini calon klien potensial kita."
Damar tertawa pelan sembari melepaskan jabat tangannya. "Lu orangnya to the point ternyata. Lebih tepatnya sepupu gue yang lagi cari perusahaan penyedia cloud yang bisa dipercaya."
"Did he comes with you?" tanya Leon.
"Of course, this is his favourite place," ujar Damar. Ia kemudian menepuk seorang pria yang duduk di belakangnya. Pria yang sedari tadi duduk di belakang Damar segera menoleh. Ia menatap Leon dan Karina bergantian. "Kenalin, ini sepupu gue, Bara."
Leon segera mengulurkan tangannya. "Nice to meet you. Leon."
Bara bangkit dari tempat duduknya dan menjabat tangan Leon. "Bara."
Leon dan Bara berjabat tangan sesaat sebelum akhirnya Bara melepaskan lebih dulu jabat tangan tersebut.
"Since Karina says that you would be our potential client, may I know your requirement?" tanya Leon tanpa berbasa-basi.
Bara tertawa pelan mendengar pertanyaan Leon. "We should not talk about that in here. But, I can tell you that I need a huge capacity for my cloud."
Leon manggut-manggut mendengarkan ucapan Bara. "Then you meet the right person. I can give you a huge capacity for your cloud."
"Okay, I like your confidence. I'll tell my Assistant to arrange our meeting." Bara kemudian menatap Karina yang sedari tadi berdiri di sebelah Leon. "Arga will call your Assitant, Rin."
"Okay," sahut Karina. "Semoga sebelum peluncuran perdana kita sudah bisa teken kerjasamanya," lanjut Karina.
"Will see," sahut Bara.
"Sorry, I've interrupt our conversation. I should go," sela Leon tiba-tiba.
Karina langsung mengernyitkan dahinya. "Kenapa lu buru-buru? Lu baru kenalan sama mereka berdua," ujar Karina sembari melirik pada Bara dan Damar.
"Kayanya tadi gue udah ngasih tahu, kalau gue cuma bisa sebentar di sini," sahut Leon pada Karina. Ia kemudian mengalihkan perhatiannya pada Bara dan Damar. "Sorry guys, I gotta go. I still have unfinished business."
"Oh, it's okay. Kapan-kapan kita bisa minum bareng," sahut Bara.
"Thanks," sahut Leon.
"No problem," timpal Damar.
Leon menganggukkan kepalanya sembari undur diri dari percakapan mereka. Ia masih harus pergi ke arena tempat Aslan bertarung. Sebelum pergi meninggalkan bar Millenium, Leon menghampiri Nadia yang sedang bersenang-senang bersama teman-teman Karina. Ia harus mengingatkan Nadia agar tidak terlalu banyak minum. Nadia hanya mengangguk-angguk mendengar peringatan dari Leon.
"Gue pergi dulu," pamit Leon pada Nadia. Ia mengecup lembut pipi Nadia.
"Hati-hati," ujar Nadia.
Leon tersenyum dan segera melangkah pergi meninggalkan Nadia. Mendadak Nadia terdiam ketika memandangi punggung Leon yang menjauh. Ada perasaan tidak nyaman ketika ia melihat Leon akhirnya keluar dari bar Millenium. Perasaan tidak nyaman itu mirip dengan yang Nadia rasakan ketika ayahnya pergi meninggalkan rumah dan tidak pernah kembali.
****
Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis cerita ini.
Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.
Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it.
Terus berikan dukungan kalian melalui vote, review dan komentar. Terima kasih ^^