"Papa Dinda datang."
Tuan Arjun Saputra menggandeng tangan Dinda menuju ke dalam rumah itu. Memegangnya dengan erat seakan ingin memberitahu pada dunia jika Dinda adalah miliknya dan akan selalu begitu selamanya.
"Tuan." sapa dokter Raihan.
"Bagaimana keadaan papa mertuaku dok?" tanya tuan Arjun.
"Keadaannya masih kritis. Meski ada perubahan, namun perubahannya belum signifikan."
"Lalu bagaimana dengan racunnya?"
"Untunglah racunnya masih bisa di tekan. Anak buah anda membawanya tepat waktu kemari. Sehingga nyawanya bisa tertolong."
Dinda meremas tangan tuan Arjun begitu merinding ketika melihat ayahnya yang tidak berdaya diatas bangsalnya.
"Kenapa dengan papaku?" kata Dinda lirih.
Ingin menyapa namun tidak bisa, ingin memeluk namun tak lara. Dinda hanya bisa menahan tangisannya.
"Tidak apa sayang, papa akan baik-baik saja. Jujur, aku belum pernah melihat pria sekuat itu."
"Papaku memang orang yang kuat. Papa akan sembuh kan?"
"Ya, tentu saja. Bukankah kita akan mengantar papa ke tempat mama nanti."
Dinda memeluk tuan Arjun "Papaku Arjun.."
"Sebaiknya tuan dan nyonya pulang saja. Tidak baik sebenarnya pasien yang sedang keadaan kritis di besuk begini. Keadaannya yang belum stabil, hingga belum di izinkan untuk di besuk sebenarnya."
"Baiklah, kami akan pulang saja kalau begitu. Tolong pastikan papa mertuaku akan seperti sedia kala." perintah tuan Arjun.
"Baik tuan. Aku akan mengerahkan semua kemampuanku."
"Ayo sayang kita pulang." ajak tuan Arjun.
Dinda tidak menjawab, matanya masih begitu lekat pada sosok pak Ferdi yang sangat ia rindukan.
"Papa butuh istirahat sayang. Aku janji, setelah keadaan papa membaik. Aku sendiri yang akan mengajakmu kemari."
Dinda hanya mengangguk sedih. Berusaha untuk tetap tegar demi semua orang yang menyayanginya.
"Papa harus segera sembuh. Mama menunggu papa."
----
Rasa cinta yang begitu tulus tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata. Penjabaran cinta itu sendiri pun mungkin hanya hati yang bisa mengungkapkannya.
Dulu tuan Arjun Saputra mungkin begitu mencintai Dona karena kecantikannya. Dia gadis yang sangat pintar dan sangat manis perlakuannya. Memperhatikan tuan Arjun Saputra bak pangeran di negeri dongeng.
Tuan Arjun Saputra yang haus akan kasih sayang tentu sangat bahagia jika di perlakukan dengan penuh cinta.
Setiap hari tuan Arjun Saputra muda akan selalu menunggu Dona di depan gerbang. Dengan sepeda motor yang terbilang mewah sembilan tahun yang lalu tentu membuat pasangan itu gak couple of the year.
Namun siapa yang menyangka. Saat keluarga tuan Arjun Saputra bangkrut, sikap Dona turut berubah karenanya. Menjaga jarak dengannya dan memilih pergi dengan pria lain.
Tuan Arjun Saputra yang begitu mencintai Dona tentu tidak bisa menerima sikap yang tiba-tiba berubah itu. Berbagai cara tuan Arjun Saputra muda lakukan agar Dona tetap berada di sampingnya. Bahkan dia rela banting tulang kerja sampingan demi mencukupi gaya hidup Dona yang mewah. Meninggalkan dunianya demi gadis pujaan hatinya.
Menjanjikan kemewahan pada Dona. Tuan Arjun Saputra muda rela kerja mati-matian untuk membangun perusahaan keluarganya lagi dari awal. Sehingga menyebabkan waktunya yang tersita. Dona yang kesepian melampiaskannya dengan pria lain yang lebih kaya dari tuan Arjun Saputra.
Tuan Arjun Saputra begitu kecewa, sejak saat itu dia tidak percaya lagi dengan adanya cinta yang tulus seperti yang ia harapkan.
Menikahi banyak wanita untuk membuktikan jika ia bisa melupakan Dona. Dan menunjukkan padanya jika dia bahkan mampu menghidupi banyak wanita di hidupnya.
Dan saat itulah tuan Arjun Saputra yang kita kenal memutuskan untuk menikahi banyak wanita.
Bukan karena cinta. Melainkan untuk pembuktian pada dunia.
Tuan Arjun Saputra yang kaya raya selalu di kelilingi wanita cantik. Namun bukan berarti dia suka bermain dengan wanita. Mereka hanya di jadikan bahan pamer saja.
Sampai suatu saat ia di pertemukan kembali dengan gadis kecil cucu orang yang telah menyelamatkan hidupnya waktu kecil.
Dia adalah Dinda Adea Putri yang kini berhasil mencairkan karang es di hati tuan Arjun Saputra.
Dinda yang periang dan tidak suka dengan peraturan, lambat laun menjadi mentari di hidup tuan Arjun Saputra.
---
Tuan Arjun Saputra menggenggam tangan tuan Arjun Saputra dengan begitu erat. Menyandarkan kepalanya di pundaknya dengan santai. Setidaknya setelah melihat keadaan ayahnya, Dinda tidak begitu cemas. Ia yakin jika tidak lama lagi dia bisa kembali berkumpul dengan ayahnya seperti dulu.
"Sayang ini kita mau langsung pulang atau kita mau jalan-jalan dulu?" tanya tuan Arjun.
"Pulang saja ya. Aku sangat lelah. Ingin tidur."
"Oke. Ya sudah sayang."
"Oh aku hampir saja lupa, kemarin mbak Bella bilang ingin pergi ke kompetisi lukis. Apakah kamu bisa memberikannya izin keluar?"
"Dia ingin keluar?" tanya tuan Arjun.
"Jangan marah, dia hanya minta izin saja. Kalau tidak boleh ya sudah tidak jadi pergi."
"Boleh saja."
Dinda sedikit terkejut dengan jawaban tuan Arjun.
"Serius?" Dinda memastikan.
"Duarius sayang." tuan Arjun tersenyum.
"Aaaa makasih ya sayang." seru Dinda.
"Hussstttt jangan kencang-kencang dong sayang. Kasian yang di depan jomblo." tuan Arjun melirik Rendi yang hanya bisa tersenyum sinis.
"Apanya sih yang jomblo. Orang dia sudah punya gebetan kok om."
"Gebetan?"
"Iya, itu loh om orang yang di suka."
"Wah benar itu Rendi? Kenapa kamu tidak menceritakannya padaku."
"Hah? Nyonya hanya bercanda kok tuan."
"Halah, ngapusi."
"Ngapusi apa itu sayang artinya?"
"Bohong om.."
"Oh.. Sudah sayang, jangan di goda lagi. Kasian dia tertekan."
"Hemmmm jual mahal banget sih asisten kamu sayang."
"Dia memang agak mirip denganku. Bilangnya mah tidak, tapi aslinya butuh belaian juga. Hehe." sindir tuan Arjun.
"Ekheemmmm!!" Rendi tampak tidak nyaman.
Dinda hanya bisa terkekeh. Mendapati Rendi yang salah tingkah itu tentu saja menjadi hiburan sendiri untuknya.
-----
"Aaaaa akhirnya ketemu kasur juga." Dinda membanting tubuhnya ke kasurnya.
"Dari mana saja sih kamu?" tanya Daniar.
"Jalan-jalan dong. Hehe.."
"Enak ya bisa jalan-jalan terus?"
"Kamu pengin?" tanya Dinda.
"Ya iya lah. Sekali-kali melihat dunia luar kan seru."
"Kapan-kapan deh. Nanti aku akan mengajakmu jalan-jalan keluar."
"Wah, janji ya?"
"Iya Daniar."
Dug.. Dug.. Dug.. Dug..
Suara gedoran pintu membuat Dinda terkesiap.
"Siapa lagi yang gedor-gedor pintu."
Daniar yang sedang merapikan pakaian Dinda menawarkan diri untuk membukanya. Namun Dinda melarang, membiarkan Daniar menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu.
Dug.. Dug.. Dug.. Dug..
"Iya iya tunggu." kata Dinda kesal.
Cekleeeekk.. Byuurrrr..
Dinda baru saja membuka pintu saat itu juga seember air mengguyurnya.
"Apa-apaan ini!!" Dinda berteriak.
"Rasakan itu!!"
"Dona!! Kau.... Air apa ini!!"
Dinda merasakan panas di tubuhnya seketika kulitnya ruam kemerahan karenanya.
"Itu balasan karena kamu sudah yang terus saja mencampuri urusanku." Dona turut berteriak.
"Rencana yang mana? Kamu itu terlalu banyak rencana."
"Kamu kan yang sengaja membuang makanan itu kan? Apakah kamu tidak tau susah payah aku menyiapkan semuanya!!"
Dinda mendengus kesal, mendorong Dona hingga terjerembab ke belakang.
Sayang memang karena Dona tidak terjatuh. Keburu di tangkap Denok yang begitu setia menjaganya di belakang.
Dona balik mendorong Dinda, justru ia yang tersungkur. Daniar yang tau jika Dinda sedang di tindas segera datang dengan seember air yang di campur dengan tinta berwarna hitam.
Byuurrrr.... Tidak segan Daniar mengguyurkan tinta berwarna hitam itu pada Dona dan Denok.
"Aaaa.... Kau!!"
"Rasakan itu." kata Daniar.