webnovel

Bab 44

Brakkkk..

David membuka paksa pintu kamar Dinda yang tengah berbaring.

"Kamu tidak apa Dinda? Kemarilah aku akan membawamu pergi."

David menggendong tubuh Dinda dengan begitu ringan.

"Eh eh mau kemana?"

Dinda yang mengantuk itu hanya bisa pasrah ketika David menggendongnya dan membawanya pergi.

"Nyonya mau di bawa kemana?" teriak Daniar sehingga memancing keributan.

"Minggir kalian!!" teriak David yang emosi karena jalannya di halangi oleh beberapa pengawal.

"Minggir atau ku bunuh kalian!!"

"Tidak tuan, bisa-bisa nyawa kami terancam karena kelalaian kami dalam menjaga nyonya Dinda."

"Persetan dengan nyawa kalian. Dinda milikku sekarang."

"David sebaiknya kamu turunkan aku saja." bisik Dinda.

"Jangan takut, aku ada di sini. Mereka tidak akan bisa menggertak mu."

"Tapi mereka ada banyak, sedangkan kamu sendirian."

David menatap Dinda lekat dan tersenyum pada Dinda "Aku ini pria kuat. Aku janji akan membawamu keluar dari sini."

"David!! Lancang sekali kamu." tuan Arjun berteriak ketika tau Dinda ada di pelukan adiknya itu.

David tidak bergeming. Sama sekali tidak ada raut ketakutan di wajahnya. Justru yang ada ia semakin erat memeluk Dinda di dadanya.

"Turunkan Dinda. Berikan dia padaku David." tuan Arjun mendekati David.

"Tidak, sudah ku katakan. Aku tidak akan memberikan Dinda padamu lagi."

"Jangan gegabah David. Dia istriku." tuan Arjun masih mencoba sabar untuk menghadapi David. Walaupun di hatinya tentu sudah sangat marah karena istri kesayangannya itu berada di pelukan orang lain.

"Sekarang Dinda masih istrimu. Tapi kita tidak tau nanti."

Wajah tuan Arjun merah padam, emosinya sekarang sudah meledak-ledak.

Dengan cepat tuan Arjun hendak merebut Dinda dari gendongan David.

Adegan rebut merebut itu di saksikan banyak pasang mata di sana. Termasuk ketiga istri tuan Arjun Saputra yang lain.

"Kamu tidak boleh serakah mas, lihatlah kamu sudah punya banyak istri. Melepaskan satu istri seharusnya tidak masalah untukmu bukan. Bukannya dengan begini kamu bisa menikah lagi nantinya."

"Kamu adik kurang ajar!!" tuan Arjun Saputra berteriak.

Dinda yang berada di tengah-tengah tuan Arjun dan David tentu ciut nyalinya. Teriak-teriakan itu begitu membuat telinganya sangat sakit.

"David turunkan aku. Arjun benar, aku ini kakak iparmu. Tidak seharusnya kamu melakukan hal yang lancang begini." Dinda mencoba memperingati David.

"Dinda, ini bukan tempatmu. Kamu ini wanita yang bebas. Apa gunanya hidup di sangkar emas mas Arjun. Kamu lebih suka tinggal di kaki gunung kan? Dengan perkebunan teh yang sangat luas."

Dinda menunduk meresapi semua perkataan David. Memang tempat seperti itu yang sangat ingin Dinda tinggali.

"Kamu jangan terpengaruh dengan ucapan manisnya sayang. Aku suamimu."

Dinda menatap tuan Arjun Saputra dengan ekspresi bingung terpaut sangat jelas di wajahnya sekarang.

"Ayo kita pergi."

David yang tetap ngotot ingin pergi itu terpaksa tuan Arjun halangi sendiri.

"Tunggu David, biarkan Dinda saja yang memilih diantara kita berdua."

"Baik, Dinda kamu pilih aku kan?"

"Hah? Eh.." Dinda bingung.

"Dinda sayang, apakah kamu ingin hidup bersama dengannya?" tanya tuan Arjun Saputra.

Dinda mengangguk lalu kemudian menggeleng.

"Katakan Dinda.." David berusaha membujuk Dinda.

"Dinda ku mohon, aku akan memberikan segalanya asal kamu tetap tinggal."

"Hidup dengan cinta yang terbagi? Dinda, aku akan memberikan seluruh cintaku padamu." kata David.

"Stop..!!" Dinda berteriak.

"Jujur saja aku memang memimpikan tempat yang seperti David katakan tadi. Hidup dengan tenang dan damai, menua bersama dengan orang yang sangat ku cintai. Tapi David, kurasa ini juga tidak pantas. Aku ini kakak iparmu kan? Aku istri Arjun kakakmu. Bukankah ini namanya penculikan. Tolong lepaskan aku sekarang. Kembalilah ke rumah. Kita tetap bisa berteman sampai kapanpun."

"Dinda kamu jangan takut, tidak ada yang bisa menggertak mu sekarang."

David masih terus berusaha membujuk Dinda agar ikut bersamanya.

"Turunkan aku David."

"Tidak. Tidak akan menurunkan mu Dinda."

Tuan Arjun Saputra akhirnya merebut paksa Dinda. Dengan menatap tajam David ia mengambil alih tubuh istri kecilnya itu ke gendongannya, kemudian perlahan menurunkannya.

"Pulanglah ke ibu. Aku akan melupakan kejadian hari ini. Dan aku jamin ibu tidak akan mengetahui sikap lancang mu ini David." kata tuan Arjun tegas.

David menunjukkan ekspresi kecewa. Mendekati Dinda sekali lagi, tapi sialnya tuan Arjun Saputra dengan sigap pasang badan pada istri kecilnya itu.

"Aku tidak akan pernah menyerah Dinda. Cepat atau lambat kamu pasti akan menjadi milikku."

"Cepat kamu antar David ke mobilnya." perintah tuan Arjun Saputra pada pengawal.

"Tidak perlu, aku tau jalan keluarnya ada dimana."

David pergi dengan tangan kosong. Pujaan hatinya tidak berhasil ia bawa pulang bersamanya.

"Lagi-lagi aku mengalah mas Arjun. Tapi ini tidak akan berlangsung lama. Aku akan menunggu kesempatan itu datang lagi."

----

"Apa yang kamu siapkan untuk makan malam?" tanya Dona pada Denok.

"Ini sup kesukaan tuan, nyonya."

"Bagus, jangan sampai ada kesalahan rasa. Ingat untuk tidak menggunakan pada terlalu banyak."

"Baik nyonya."

Dona berkeliling mengawasi para koki yang tengah sibuk memasak. Bukan hanya untuk keluarga inti saja. Mereka juga menyiapkan makanan untuk para pengawal dan abdi dalem kediaman.

Sebagai penanggung jawab rumah tangga, Dona tidak ingin melakukan kesalahan sekecil apapun. Apalagi Nike sangat berharap untuk bisa merebut kembali tugas itu.

"Apa yang kamu masak ini?" tanya Dona pada salah satu koki.

"Ini adalah mie goreng kesukaan nyonya Dinda."

"Benarkah? Pantas saja aku baru melihatnya. Ternyata untuk si perusuh itu."

"Tuan Arjun Saputra yang memerintahkannya langsung nyonya."

"Ini sudah matang?"

"Ya nyonya, tinggal menunggu hangat saja nanti baru di sajikan."

"Kamu boleh melanjutkan pekerjaanmu yang lain." perintah Dona.

Dengan patuh koki itu pergi untuk memasak hidangan yang lain. Dona memberi kode pada Denok untuk mendekat.

"Ambilkan udang untukku."

"Untuk apa nyonya?"

"Sudah ambilkan saja."

Buru-buru Denok mengambilkan pesanan Dona. Dan memberikan padanya.

Dona mencincang halus daging udang ke dalam masakan untuk Dinda itu.

"Bukannya nyonya Dinda alergi dengan udang?"

"Jangan kencang-kencang kamu ini kalau berbicara. Nanti ada yang mendengarnya."

"Tapi nya.."

"Sssttt.. Aku hanya memberikannya satu udang saja. Ini tidak akan membuatnya mati."

Denok hanya khawatir, sebab tuan Arjun Saputra sangat sensitif jika ada yang menyakiti Dinda barang sedikitpun. Menjadi protective sekali jika itu berkaitan dengan Dinda.

Tanpa sengaja Nike dan Indri yang tengah melintas melihat perbuatan Dona. Nike tersenyum melihatnya.

Ketika Dona pergi, Nike datang menghampiri masakan itu.

"Kemarikan udang tadi." kata Nike memerintah Indri.

"Untuk apa?"

"Sudah cepat. Mumpung di sini sepi."

Gegas Indri memberikan kembali udang yang Denok simpan tadi.

Nike sengaja menambahkan daging udang cincang lebih banyak di makanan Dinda. Tersenyum menyeringai berharap rencananya akan berhasil.

"Rasakan kamu Dona. Kamu akan melihat kuasa Dinda yang sebenarnya. Kita lihat saja nanti murkanya tuan Arjun Saputra ketika tau kamu mencoba menyakiti Dinda."

次の章へ