"Tapi nyonya, itu banyak sekali."
"Apa perlu ku tambah pakaian pengawal juga."
"Tidak nyonya, ampun."
"Anggap saja itu pelajaran yang kamu dapat karena lancang membicarakan Dinda. Kamu bahkan tau sendiri arti penting Dinda untuk tuanmu. Jangan macam-macam dengannya."
Nike menatap Dona yang hanya bisa diam menyaksikan abdi dalem nya menderita. Dia tidak berkomentar sedikitpun saat Nike menyebut nama Dinda.
"Kamu mengerti kan Dona? Orang memang harus paham dimana posisinya berada bukan? Jangan terlalu tinggi bermimpi. Nanti jatuhnya sakit." bisik Nike di telinga Dona.
"Sepertinya kamu sangat mengkhawatirkan Dinda? Ku kira kalian tidak akur." sindir Dona.
"Ya, kami memang tidak akur. Kadang kala tingkahnya membuat darah tinggi ku kambuh. Tapi di banding denganmu, Dinda lebih berani. Bersaing secara sehat, bukan seperti seseorang yang mengandalkan tampang memelas di atas kursi roda."
Setelah mengatakan itu Nike segera pergi, meninggalkan Dona yang sudah pasti sangat kesal padanya.
---
Berbeda dengan kedua madunya yang sibuk bergaduh, Dinda justru tengah merasakan kedamaian yang selama ini jarang ia dapatkan.
Duduk di tepian perkebunan teh yang menyejukkan. Meski masih kelelahan, namun tidak mengurung niat Dinda yang ingin menghibur diri.
Hamparan hijau di sejauh mata memandang, dengan embun yang membasahi setiap lembar daun-daun teh di hadapannya.
"Piknik di waktu yang salah." kata Dinda.
Menghirup udara segar sebanyak ia bisa. Dinda kemudian mengelus perutnya perlahan yang masih rata.
"Hai anak kuat, apa kabar kamu di dalam perut ibu."
Walaupun belum bisa merasakan keberadaannya, sebagai seorang ibu tentu Dinda merasakan ikatan batin dengan calon buah hatinya.
"Walau kamu baru sebesar toge kecil tapi kamu toge yang kokoh sayang. Maafkan ayahmu ya nak, dia tidak bermaksud begitu. Tentang kapan ibu bersama ayah? Ibu juga tidak yakin. Ibu belum siap berbagi cinta dengan wanita itu. Tapi jangan khawatir, ibumu ini wanita yang kuat. Ibu akan memberikanmu cinta yang melimpah."
"Iya ibu.." Nurul menyela.
Dinda menoleh dan menjadi salah tingkah karenanya "Hehe apa sih mbak."
"Ya, Dinda yang ku kenal kuat kok. Jadi aku yakin pasti kamu akan jadi ibu muda yang tangguh nantinya. Namun tentang bersama tuan Arjun? Sepertinya kamu jangan dulu mendekatinya."
"Aku tau mbak, sekarang aku ingin fokus pada kehamilanku saja. Setelah itu baru memikirkan bagaimana caranya membalas perlakuan Gatot."
Nurul sedikit terhenyak saat Dinda menyebut nama itu "Kamu tau Gatot?"
"Ya, dia menghancurkan keluargaku. Papaku meninggal, mamaku gila, adikku di jebloskan ke penjara dan kakak sepupuku hamil dan batal menikah juga gara-gara dia."
"Maaf aku tidak tahu menahu soal itu. Kamu yang sabar ya."
Dinda tersenyum getir "Tidak apa mbak, oh ya apa mbak Nurul tau dimana keberadaan Gatot?"
"Dia tinggal bersama dengan ibu mertua."
"Hah? Jadi dia berlindung di sana?"
"Makannya tuan Arjun tidak bisa langsung mengeksekusinya meski tau perbuatan kejinya. Dia adalah adik semata wayang ibu mertua. Yang sangat di sayangi dan di percaya."
Dinda sedikit gentar, bagaimana caranya dia membalaskan dendamnya kalau Gatot masih tetap di sana.
"Banyak jalan menuju roma. Pasti banyak kesempatan aku membalaskan dendam keluargaku."
"Kamu jangan patah semangat ya Dinda, aku juga baru tau kalau mendiang ayahku di bunuh olehnya."
"Oleh Gatot?"
Nurul mengangguk.
"Entah sudah berapa banyak korban yang tewas di tangannya. Dia benar-benar pria jahat."
"Kamu harus berhati-hati pada Dona. Paman curiga dia adalah kaki tangan Gatot."
"Aku tidak kaget kalau itu benar adanya. Dona itu licik mbak."
"Sudahlah ayo kita pulang untuk sarapan. Sudah jalan paginya. Kasihan toge kecilmu itu. Dia butuh asupan yang banyak."
"Hehe iya mbak, Dinda juga lapar dari kemarin belum makan."
"Let's go."
Dengan ruang mereka kembali bersama ke rumah paman Nurul.
Melewati perkebunan yang sudah ramai dengan pekerja pemetik teh.
"Kalau saja boleh memilih, aku ingin tinggal di daerah yang damai seperti ini. Menua dan hidup bahagia bersama suamiku selamanya." kata Dinda di dalam hati.
---
Braaakkk.. "Bodohnya kalian. Mencari tau keberadaan seorang wanita saja tidak becus!!"
"Maaf tuan, kami benar-benar kehilangan jejak. Tidak bisa menemukan dia dimanapun. Di semua tempat yang sering ia kunjungi di masa lalu juga tidak ada."
"Aku tidak mau tau bagaimana caranya. Secepatnya kalian harus menemukannya!!"
"Baik tuan."
Bukan tuan Arjun Saputra, dia adalah David. Yang begitu murka saat Dinda belum kunjung di temukan.
"Kamu ini kenapa?" tanya Gatot.
"Tidak apa pak lik, hanya kesal saja pada mereka. Pekerjaannya tidak ada yang benar." David mencoba menyembunyikan pencarian Dinda pada pamannya itu.
"Kamu sedang mencari seorang wanita? Apa mau pak lik bantu?"
"Tidak perlu pak lik. Dia hanya kekasih yang tidak tau diri membawa sedikit hartaku."
"Baiklah, kalau kamu butuh bantuan pak lik jangan sungkan ya."
Gatot tidak menaruh rasa curiga sedikitpun pada David. Memang David suka berganti-ganti pasangan. Tentang David yang bertengkar dengan kekasihnya itu sudah menjadi hal umum yang sering terjadi.
Sejujurnya Gatot sangat menyayangi David. Hal itu sangat berbanding jika dengan kakaknya Arjun. Gatot dan Arjun adalah musuh bebuyutan dalam bisnis. Kalau David gampang di kendalikan, maka Arjun suka membangkang.
Pletak.. Gatot melempar cerutu nya hingga mengenai kening Bima yang merupakan adalah putranya.
"Apa kamu tidak ada pekerjaan lain selain menghamburkan uangku."
"Apa maksud bapak?! Sssshhhh.." Bima sedikit merasa perih di keningnya.
"Jangan kamu kira aku tidak tau, kamu baru kalah judi tadi malam. Dasar berandalan sialan."
Bugh bugh bugh bugh.. Gatot tidak segan memukuli tubuh putranya yang semerbak bau alkohol itu.
"Bocah sialan!! Mati saja kamu sana!!"
"Ampun pak ampun."
"Menyesal aku membesarkan mu, anak yang tidak menguntungkan sepertimu. Tau begini dari dulu semestinya kamu ku tenggelamkan saja di danau. Pergi dan dapatkan uangku yang kamu hamburkan itu cepat!!"
"Tapi pak, mana bisa begitu."
"Mana bisa?"
Duagh.. Gatot menendang Bima hingga ia terjatuh kesakitan.
"Aku tidak peduli mau bagaimana caranya. Kamu harus mengembalikan uangku yang kamu habiskan dalam semalam. Atau akan ku cabut ginjalmu, lalu aku akan menjualnya untuk mendapatkan uang!!"
Saat Gatot tengah memberi pelajaran Bima, seorang kaki tangannya masuk untuk memberi laporan.
"Ada apa?" tanya Gatot dengan menyeka keringatnya.
"Di bawah ada seorang wanita yang mengaku hamil tuan. Dia mau minta pertanggung jawaban tuan muda Bima."
"Kamu menghamili anak orang lagi?! Dasar bajingan!!"
"Ampun bapak, aku juga tidak tau. Bisa saja dia berbohong. Dia hanya ingin uangku saja."
"Sudah, kamu urusi saja wanita itu. Kalau perlu habisi saja nyawanya."
Bagi Gatot nyawa manusia memang tidak ada harganya di matanya. Menghabisi satu nyawa demi kepentingannya dianggap hal yang wajar terjadi.
Kapan dia mengakhiri kekejamannya? Mungkin saat Dinda melancarkan aksinya. Semoga saja.
Baru beberapa hari Dinda merasa hidupnya aman damai, tiba-tiba pagi ini Nurul mengejutkan Dinda yang masih tertidur lelap.
"Dinda bangun." Nurul mengguncang tubuh Dinda sedikit kasar.
Dinda terperanjat seketika "Ada apa mbak?"