"Tunggu.. Tunggu.." Aku memohon
Aryo tidak mendengarkanku.
Aryo menanggulku seperti karung beras dan menurunkanku dengan kasar didalam pondok
Lalu menutup pintu yang tadi ditendangnya, dan melepaskan jarik basah yang melilit tubuhku.
Dia mendorongku dan membuatku jatuh terlentang diatas pembaringan.
Pembaringan?! Hukuman macam apa ini.
"Aryo..."
Aku mencoba berbicara kepadanya.
Tapi tidak ada kesempatan bagiku. Bibirku terkunci oleh bibirnya. Lidahnya menyeruak kedalam rongga mulutku untuk mencari pasangannya. Lidah kami tertaut. Hanya bunyi decak lidah kami yang selanjutnya terdengar. Bahkan tidak kalah dengan suara gemericik air didepan pondok ini.
Aku benar-benar kuwalahan kali ini. Aryo tidak memberiku kesempatan sedikitpun kepadaku untuk melepaskan bibirku. Kami baru berhenti setelah kami hampir kehabisan nafas. Aku terengah-engah menatapnya dengan wajah memerah.
"Kau benar-benar..." geramnya dengan nafas terengah-engah.
Wajahnya saat marahpun masih tetap tampan. Bibirnya yang memerah karena ciuman sebelumnya tampak sangat menggoda. Pakaiannya yang basah menampakkan tubuhnya yang indah.
Keseluruhan penampilannya membuatku siap untuk dihukum dengan cara apapun.
Ketakutanku akan penyerangan sebelumnya berangsur terkikis oleh penampilan seksinya.
Aryo berbalik, mengambil sesuatu dalam buntelan yang entah siapa menaruhnya. Dia menarik kasar sebuah jarik kering dan membentangkannya diatas tubuhku.
Aku kecewa!
Sial! Apa yang sudah kupikirkan?!
"A.. Aryo?"
Aku bingung.
"Kau sangat liar! Apa kau sudah gila. Diluar sana masih banyak prajurit. Bagaimana kau bisa melepas seluruh pakaianmu begitu saja?!" geramnya
Ups!
Aku pun terkejut. Kupikir semua anak buahnya sudah kembali. Ternyata mereka mengikuti kami dari tempat yang tersembunyi, agar aku tidak merasa risih.
"Maksudmu..."
Haduh... Aku benar-benar tidak tahu. Bagaimana aku bisa harus merasa bersalah.
"Kenapa kau tidak memberitahuku tentang keberadaan mereka?!" tanyaku dengan nada jengkel. "Bagaimana aku tahu bahwa mereka masih mengikuti kita!" elakku.
"Kau... Benar-benar harus kuhukum." ucapnya lagi mengabaikan protesku.
Aku menelan ludahku dengan penuh kesulitan. Kutarik jarik yang menyelimuti tubuhku tinggi-tinggi.
Hukuman? Bagaimana?
Kenapa hanya satu yang terpikir di otakku?
Aryo membalikkan tubuhnya dariku. Dilepasnya pakaian basahnya satu per satu.
"Kenapa kau lepas bajumu...juga?"
Dia kembali mendekatiku.
Aaissh kenapa dia tampak seperti model yang sangat seksi. Titik-titik air berjatuhan dari rambutnya yang basah. Dadanya yang bidang dan mengkilat karena air telaga, membuatku harus memberi nilai sempurna.
Aku bersyukur hanya aku yang bisa menikmati pemandangan ini.
"Tentu saja aku harus melepas pakaianku karena basah." sahutnya. "Apa yang sedang kau pikirkan, istriku yang nakal?" cibirnya
Dia tersenyum geli melihat wajahku yang memerah karena malu.
"Hukuman macam apa yang kau inginkan, istriku?" godanya
Aku berdecak kesal menatapnya.
"Kenapa aku jadi seperti wanita mesum begini." gumamku.
"Wanita yang sangat nakal." katanya sambil memiringkan wajahnya. "Bagaimana bisa aku membiarkan tubuhmu dilihat orang lain?!"
Dia masih kesal.
Dipakainya pakaian kering yang diambil dari buntelan yang sama.
Lalu duduk disebelahku yang masih terbaring dengan berselimutkan jarik.
Jemarinya mengusap wajahku dengan lembut. Dikecupnya singkat bibirku. Lalu diusapnya dengan jarinya sambil memandang dalam mataku.
Aku benar-benar tidak tahu apa yang dipikirkannya. Bibirnya yang indah terkunci. Sorot matanya penuh duka.
Ada apa? Apa yang membuatnya sedih?
Kemudian, tanpa peringatan dia mengunci tanganku diatas kepalaku dan mencium seluruh wajahku yang berakhir di bibirku.
Ah, tidak. Itu tidak berakhir. Ciumannya turun ke leherku.
Tanpa sadar desahanku lolos begitu saja dari mulutku.
"Aaahh.. Aryo.." desahku.
"Hhmm?"
Ciuman itu terus berpindah hingga dadaku. Permainan lidahnya menjadi sangat memabukkan. Kuremas rambutnya yang basah dengan tanganku yang sudah dilepaskannya. Dan mendesahkan lagi namanya. Aryo membawaku menuju melayang ke indahnya cinta.
Tapi tiba-tiba Aryo menghentikan aksinya.
Kenapa? Aku merasa bingung dan bertanya-tanya dalam hati. Apakah ada orang yang mengintip kita?
Dia tersenyum. Senyum kemenangan. Lalu berdiri menjauhiku.
"Pakai pakaianmu." perintahnya.
"Kau?"
Dia tersenyum geli.
Wajahku terasa panas.
"Itu hukumanmu." ucapnya lagi. "Ayo kemarilah. Ini waktumu untuk makan."
Lalu dia berdiri sambil berkata, "Aku akan lihat apakah mereka sudah sampai."
"Siapa?" tanyaku
"Yang membawa makanan untuk kita." jawabnya.
Setelah makan siang yang sudah hampir sore itu, Aryo menjelaskan bahwa kita tidak pernah sendirian. Selama ini pengawalnya selalu ada disekitarnya. Biasanya Aryo akan memerintahkan mereka untuk berjaga dari jarak jauh. Jadi selama ini mereka tidak pernah berduaan saja.
Entah kenapa aku menjadi kesal mendengar informasinya.
Aku seringkali berlaku seenaknya. Bahkan saat bercinta didalam pondok, aku tidak pernah menurunkan volume suaraku.
Waah.. Betapa malunya aku membayangkannya! Betapa Aryo sudah sangat menyebalkan!
Aku memberengut.
"Kenapa?" tanyanya
"Kau menjengkelkan!"
"Hah?"
"Kenapa kau tidak menjelaskan dari dulu?!"
"Bukankah kau juga selalu dikawal? Setiap bangsawan selalu memiliki pengawal mereka."
"Tidak... Tidak. Aku tidak terbiasa dengan hal-hal itu. Di duniaku, aku hanyalah orang biasa." sahutku.
Aku berdecak.
"Ada apa?"
"Aku malu."
Aryo menatapku dengan pandangan penuh tanya.
"Aku malu. Karena mungkin aku terlalu berisik." ucapku cepat dengan wajah tertunduk malu.
Aryo tergelak.
"Harus aku akui bahwa suaramu memang sangat berisik. Tapi aku sangat menyukai itu." katanya. "Lalu apa masalahnya?"
"Yaa... Itu sangat memalukan." ujarku kesal
Rasanya ingin tenggelam saja.
"Mereka tidak akan berpikir apapun." jelasnya, "Seorang raja selalu ada pelayan dan pengawal yang menyertainya. Sekalipun didalam kamarnya. Seorang pengawal tidak perlu peduli apapun selain fokus pada keamanan."
Karenanya tadi Aryo sangat marah karena penyerang itu bisa menjangkau kami. Harusnya mereka sudah mengatasi para penyerang itu. Jadi aku tidak perlu tahu apapun. Mungkin karena itulah Aryo tampak sangat tenang.
Kami duduk didepan pondok menikmati sore yang indah.
"Apakah ini kejutan yang kau bicarakan?" tanyaku
"Bukan."
"Lalu?"
"Bersabarlah. Kita nikmati hari ini. Besok saya akan membawamu kesana."
Tempat seperti apa lagi? Padahal ini sudah sangat indah.
Malam itu kami habiskan dengan menikmati kebersamaan kami. Bercinta dengan segala rasa, sepenuh jiwa. Tubuh kami yang hanya berbalut peluh, berpelukan erat, merajut mimpi mengenyahkan setiap cemas.
"Aryo.." bisikku.
"Hmm?"
"Aku mencintaimu."
Aryo yang terpejam, kemudian membuka matanya. Memandang jauh kedalam mataku.
"Aku tahu istriku."
Air mataku tiba-tiba menetes.
Aryo mengusapnya dengan bibirnya.
"Jangan bersedih. Kita nikmati saja waktu kita." bisiknya lembut.
Kata-katanya semakin membuatku ingin berteriak. Aku merasa takdir sudah mempermainkanku. Kenapa aku harus dipertemukan dengan dia, jika akhirnya hanya ada kesulitan yang berujung pada perpisahan.
Dieratkannya pelukannya dan dikecupnya keningku.
"Tidurlah. Besok aku akan membawamu ke suatu tempat."
"Kejutan lagi?" tanyaku
Aryo mengangguk dan tersenyum.
Perjalan berikutnya relatif mudah. Sampai di suatu lembah, datang pengawal yang membawa dua ekor kuda.
"Apa kau yakin tidak masalah jika berkuda?" tanya Aryo ragu-ragu.
Aku sendiri tidak yakin apakah wanita hamil diperbolehkan untuk berkuda.
"Eemmm.. Kalau kita pelan-pelan, kurasa itu tidak masalah." jawabku.
"Baiklah."
Kami berkuda hampir seharian. Dua kali Aryo mengajakku untuk beristirahat. Hingga kita sampai pada suatu bangunan. Dari luar tampak seperti rumah biasa.
Aryo mengajakku turun ke semacam ruang bawah tanah. Itu semacam sel-sel penjara.
Ada orang-orang yang terkurung di dalamnya. Kita terus berjalan hingga mencapai ujung.
Sel itu lebih luas. Ada sebuah kursi di tengah-tengahnya. Dan seorang wanita duduk diatasnya. Seorang wanita tua. Bajunya sangat lusuh. Rambutnya terurai awut-awutan.
Siapa dia?
Seorang penjaga membukakan pintu sel untuk kami. Aryo masuk kedalamnya. Aku mengikutinya bersama dua penjaga yang lain.
"Ini kejutan untukmu."