Apakah aku harus memberitahunya tentang waktuku yang mungkin tidak lama lagi?
Kulihat wajah Aryo yang masih menyungingkan senyum indahnya.
Aku tidak mampu melakukannya. Memberitahukan hal ini akan membuatnya sedih dan bingung.
Lebih baik aku tidak memberitahunya.
"Apakah kau tahu kabar Dhayu dan Papa?"
"Apa?!" seru Aryo terkejut. Wajahnya berubah suram. Dia tampak ragu-ragu, sebelum berkata: "Aku tidak tahu... Aku tidak tahu mereka ada disana. Kalau saja aku tahu.. Aku.."
Ada nada sedih dan penyesalan.
"Aku sudah memberitahumu untuk menungguku di Batavia. Kenapa kamu kemari?"
"Daniel yang membawaku kesini. Dan aku merindukanmu. Aku ingin segera bertemu denganmu."
Aryo memiringkan kepalanya sambil menatapku penuh selidik.
"Bagaimana kau akan menemuiku lagi, dengan adanya pria brengsek itu dan anjing-anjingnya di sekitarmu?" tanyanya tajam, "Apa Noni cantik ini akan kembali membuat jangtungku lepas dengan memanjat dinding setinggi itu?"
Aku mencebikkan bibirku.
"Mungkin.." godaku.
"Jika saja waktu itu kau tidak melarangku, aku sungguh sudah akan melompat." katanya, "Baru kali ini disepanjang hidupku, melihat seorang wanita hamil memanjat dinding setinggi itu."
"Bukankah selalu ada yang pertama?"
"Ya... Tapi aku tidak berharap itu adalah istriku."
Bibirnya mengkerut tampak kesal.
Dan itu membuatnya tampak semakin seksi.
Kutelan ludahku, untuk menekan keinginanku merasakan bibir itu lagi.
'Dia masih terluka, Margaret!' seruku dalam hati, 'Sadarlah!'
"Margaret.." ucapnya, "Sepertinya ada yang ingin kausampaikan kepadaku, sehingga kau buru-buru kemari."
Apakah dia bisa membaca pikiranku?
"Aku.. Merindukanmu.."
"Bukan itu.. Ayolah, apa yang kau sembunyikan dariku?" desaknya, "Apa pria itu melakukan sesuatu kepadamu?"
Aku menggeleng
"Tidak, Daniel memperlakukanku dengan baik. Dia tidak menyakitiku."
"Lalu apa?"
"Aku..."
Terdengar derap kuda didepan pondok. Beberapa kuda.
Aku segera berdiri untuk melihat keluar.
Ada orang-orang dengan pakaian bangsawan Jawa dan pria yang mengantarku beberapa waktu lalu.
Pria bangsawan itu melewatiku begitu saja tanpa menyapaku. Sepertinya dia tidak menyukaiku.
"Apa kau sudah tidak waras, mencoba mencari orang ditengah kekacauan seperti itu!" serunya kepada Aryo begitu dia melihat Aryo.
Pria dibelakangnya juga hampir sama dengan dia. Aura kewibawaannya terpancar jelas. Dia bukan rakyat biasa ataupun anak buah Aryo.
"Dan kenapa kau bawa dia?!" hardik pria yang satunya lagi sambil menunjuk kearahku.
"Dia istriku." jawab Aryo singkat.
"Istri apa? Bagaimana mungkin seorang wanita memiliki dua suami?" lanjut pria kedua. "Bahkan dia hamil. Apa kau sudah tidak waras?"
"Itu anakku." jawab Aryo lagi.
"Kau sungguh sudah dibutakan! Jika kemarin kau tidak berusaha mencari entah siapa yang ingin kau cari, tentu kau tidak akan terluka seperti ini!" hardiknya kepada Aryo.
Siapa yang Aryo cari? Aku sudah diselamatkan. Siapa lagi yang ingin dia selamatkan?
Ya, Tuhan!
"Aku mencari pelayannya dan Meniir van Jurrien."
Aryo tertunduk dan tampak seperti seorang terdakwa yang menjalani persidangan.
"Kau sungguh bodoh!"
Dia tidak menyelamatkan anak buahnya, tapi dia ingin menyelamatkan orang-orang yang dekat denganku.
Dia memang seorang pria yang hebat. Aku terharu mendengar dia nyaris mati karena itu.
Aku tak bisa berkata apa-apa. Aku hanya ingin memeluknya.
Tapi orang-orang itu menghakiminya. Menyebutnya bodoh.
Pria pertama segera duduk dihadapan Aryo dan membuka buntelan yang dibawanya.
"Aku sudah diobati istriku." kata Aryo.
"Istrimu ada di rumahmu."
"Kang mas, dia istriku. Di perutnya ada anakku.
"Pria kumpeni waktu itu juga mengakui itu sebagai anaknya! Apakah dia memang melakukan dengan kalian berdua?!"
"Kangmas, Margaret tidak serendah itu! Itu semua salah paham."
"Sudahlah Kangmas, aku tidak ingin berdebat denganmu soal ini."
"Tapi dia tidak bisa disini." kata pria kedua. "Aku dengar Batavia akan mengirim pasukan besar untuk mengejarmu dan yang lain. Ibumu dan istri-istrimu sudah kuamankan di Jepara. Tapi dia!" ujarnya sambil kembali menunjukku, "Bagaimana dengan dia?"
"Apa kau akan membawanya bergerilya?" tanya pria pertama yang sedang mengobati luka Aryo
Aryo menggerang kesakitan saat pria itu menekan lukanya dengan ramuan yang dibawanya.
"Aku akan membawanya." jawab Aryo mantap sambil menatapku.
Aku senang sekali dengan jawaban itu. Aku tidak peduli semua resikonya. Waktuku terus berkurang dan aku hanya ingin bersamanya disaat-saat terakhirku.