webnovel

Lima puluh tiga

Hari Minggu yang tenang. Sangat tenang sampai-sampai terasa seperti ketenangan sebelum badai.

Fritz sampai di rumahnya ketika hari sudah siang. Bahkan dia tidak memberitahukan asistennya untuk menjemput di bandara. Keinginannya hanya satu, dia ingin cepat-cepat sampai rumah dan bertemu dengan adiknya. Memastikan dengan mata krpalanya sendiri bahwa adiknya baik-baik saja.

Setelah menggeledah rumahnya dan mendapati Freya sedang menikmati pemandangan di halaman belakang, Fritz langsung memeluk adik tersayangnya. Rasanya Fritz memyesali tindakannya yang tega meninggalkan adiknya sendirian di rumah. Melupakan fakta bahwa dia bisa saja dengan tiba-tiba kembali merasakan depresi yang menimpanya beberapa tahun belakangan ini.

"Maaf, maafin kakak." kalimat itu terus terucap hingga membuat Freya merasa semakin sedih. Jauh di dalam hatinya, Freya tidak mau kakaknya menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi padanya.

"Seharusnya aku yang minta maaf. Aku udah melakukan kesalahan. Aku seharusnya cerita dari awal ke kakak." tangisan Freya kembali pecah.

Oke ini tangisan yang keberapa? Kenapa sekarang dia menjadi cengeng?

Mendengar adiknya mengungkapkan apa yang ada di hatinya, Fritz memeluk adiknya dengan erat. Dia memang penasaran dengan apa yang dimaksud Freya, tapi dia menahannya. Menunggu saat yang tepat bagi Freya untuk menceritakan kepadanya tanpa pemaksaan.

Benar saja, setelah keduanya berpelukan erat yang pada akhirnya membuat Freya merasa tenang, gadis itu lalu menceritakan semua hal yang selama ini dia sembunyikan. Hal-hal yang membuatnya merasa tertekan dan gelisah.

Awal mula pertemuannya dengan Troy dua tahun lalu yang menguntitnya, hingga akhirnya mereka bertemu di jalan karena Troy merasa penyamarannya sudah diketahui oleh Freya. Pertemuan mereka yang terjadi di awal semester baru kemarin karena Troy menjadi dosen pengganti. Bahkan cerita beberapa hari yang lalu tentang Freya yang memutuskan untuk mabuk dan berakhir di apartemen Troy. Dan yang paling membuatnya putus asa adalah hubungannya dengan Troy yang tidak pasti. Beberapa kali Troy menyebut bahwa mereka belum resmi berpisah. Padahal sebelum Freya memutuskan untu mengikuti kakaknya, dia sudah menandatangani surat perceraian mereka.

Berkali-kali Fritz hanya bisa mengatur napasnya. Berusaha agar dia tetap setenang mungkin meski dadanya dipenuhi dengan gemuruh amarah. Dia tidak ingin lepas kendali dihadapan adiknya, yang hanya akan memperkeruh keadaan. Yang paling fatal, membuat Freya ketakutan dan semakin menyalahkan dirinya sendiri.

Andai saja waktu itu dia lebih cepat menemukan adiknya dan memutuskan untuk mengungkap identitas Freya, ini semua mungkin tidak akan pernah terjadi. Adiknya tidak akan pernah merasakan sakit hati yang terlalu dalam karena perbuatan laki-laki yang tidak bertanggungjawab itu.

Oke, sekarang dia sudah mengetahui pokok permasalahannya. Berarti dia tahu harus berbuat apa untuk menyingkirkan hama yang menggerogoti hidup adiknya. Tekad itu membara karena amarah dan juga balas dendam.

Hampir tengah malam ketika akhirnya Fritz meninggalkan adiknya di kamar. Bahkan dalam tidurnya pun Freya tidak merasa tenang karena beban pikiran yang ditanggungnya.

Dalam keheningan kamarnya, Fritz menghubungi sekretarisnya untuk dibuatkan janji makan siang dengan seseorsng. Sangat penting sehingga besok dia sudah harus bisa bertatap muka dengan orang penting itu. Paling tidak, saat ini dia bisa dianggap penting.

...

Jadwal kuliah troy hanya hari Rabu, tapi entah kenapa dia sangat ingin datang ke kampus dan menikmati suasana kampus yang sebentar lagi akan dia tinggalkan. Betapa aroma buku dan semangat para kaum muda itu membuat jiwanya kembali bergelora? Troy duduk di bangku taman sendirian, mengingat masa kuliahnya yang sudah terlewat 12 tahun lamanya. Wow 12 tahun?

Ketika sedang menikmati suasana tensng di kampus, tiba-tiba ponselnya berdering. 'Bagian Akademik' meneleponnya. Untuk apa?

"Halo?"

"Maaf, Sir, apa anda ada waktu hari ini?"

"Ya ada."

"Hari ini ada yang mencari anda, meminta anda untu bertemu dengan beliau saat jam makan siang. Apa bisa?"

"Siapa?" Troy penasaran. Selama tinggal di Canberra, dia sebisa mungkin tidak memiliki kontak dengan banyak orang. Kecuali mereka yang berhubungan dengan perusahaannya.

"Tuan Fritz Mayer."

Kejutan yang mencengangkan. Oke mungkin seorang Fritz Mayer akan dengan mudah menemukan keberadaannya, tapi dia tidak menyangka bahwa orang sesibuk itu ingin menemuinya.

"Oke. Beri aku nomornya, aku akan menghubunginya secara pribadi."

Setelah memberika nomor kontak Fritz Mayer, Troy segera mengontaknya. Dia penasaran, apa yang membuat orang paling berpengaruh di Australia itu mencarinya. Yah meskipun Troy sudah bisa menebak, bahwa mereka hanya akan membicarakan satu hal, Fenita.

Dan disinilah Troy sekarang, menunggu kedatangan orang penting sembari makan siang. Sekitar 10 menit setelah kedatangannya, Fritz Mayer datang seorang diri.

"Kehormatan bisa berjumpa dengan anda, Sir." Troy bersikap ramah, bahkan dia menyambut Fritz dengan uluran tangan yang sempurna.

Sayangnya Fritz hanya memandangnya dan langsung duduk di kursinya, menghadap ke arah Troy.

"Langsung ke intinya saja. Apa maumu? Apa perpisahan itu belum cukup?" dengan wajah dingin yang tanpa ekspresi, Fritz langsung menuju inti pembicaraan yang langsung dipahami oleh Troy apa yang dia maksudkan.

"Perpisahan?" pertanyaan itu begitu menggelikan di telinga troy. "Asal anda perlu ketahui, Mr. Mayer, aku masih suami sah Fenita. Ah, maksudku Freya."

Sikap sopan yang tadi ditunjukkan oleh Troy langsung hilang begitu saja. Digantikan dengan sikap mempertahankan diri dan keinginannya yang kuat.

Troy sangat puas dengan apa yang baru saja dia ucapkan. Fakta itu akhirnya diketahui oleh laki-laki yang dengan licik membawa dan menyembunyikan istrinya. Ditambah lagi dia malah mengganti identitas istrinya agar sulit diketemukan.

"Kalaupun kalian masih suami-istri, apa itu banyak berarti untukku? Asal anda tahu, Mr. Darren, pengadilan akan dengan mudah mengabulkan perpisahan kalian kalau mereka tahu bagaimana anda memperlakukan istri anda." nada penuh ancaman itu terdengar.

Bahkan Troy tidak habis pikir, laki-laki tenang itu ternyata menyembunyikan banyak amarah dan kebencian.

Sejenak Troy merasa ragu, antara dia akan tetap mempertahankan diri dengan angkuh atau harus mengakui bahwa hidupnya bergantung dengan istrinya. Peikirannya berputar cepat agar dia tidak kehilangan kesempatan lagi.

"Aku mengakui kesalahanku. Dan aku bersedia merubah sikap, jadi biarkan Fenita kembali bersama ku." pada akhirnya Troy membuang jauh-jauh keangkuhannya.

"Maaf, aku tidak mengenal Fenita. Yang aku kenal adalah Freya."

"Ijinkan aku bertemu dengan Freya, sekali saja. Untuk yang terakhir kalinya. Aku hanya ingin menjelaskan semuanya tentang hubungan kami. Kalau dia dengan iklas mau menerimaku, aku harap kamu melepaskan dia. Tapi kalau dia sudah memilihmu, aku akan melepaskan dia senang senang hati."

Troy akhirnya mengambil keputusan. Dia memang sangat ingin kembali bersama dengan istrinya, tapi pada akhirnya dia sadar bahwa memaksakan kehendak itu bukan pilihan yang tepat. Mungkin dia akan kembali bersama dengan Fenita, tapi kalau gadis itu tidak menginginkannya, tentu itu hanya akan membawa penderitaan. Padahal yang diinginkan troy adalah kebahagiaan istrinya. Itu yang utama.

Terlihat Fritz Mayer ragu-ragu. Dia terlihat tidak rela kalau perempuan yang disayanginya harus bertemu dengan Troy. Iya, laki-laki mana yang mau melihat orang tersayangnya bersama demgan laki-laki lain?

"Apa aku akan mempercayai perkataanmu? Aku bahkan tidak mau membayangkannya. Dan satu lagi, suka tidak suka, aku akan terus ada dalam hidup Freya, tak peduli bagaimana kamu berusaha sekuat tenaga untuk memisahkan kami." setelah mengatakan perkataan yang penuh dengan nada sinis, Fritz Mayer bangkit dan meninggalkan Troy di mejanya.

Bisa dibilang inti dari pembicaraan kali ini adalah Troy gagal membujuk seorang Fritz Mayer agar membiarkan dirinya berbicang dengan Fenita. Bahkan bila itu hanya untuk yang terakhir kalinya.

Dengan penuh frustasi Troy mengacak rambutnya yang tertata rapi. Bukannya membuat dirinya terlihat acak-acakan, Troy justru terlihat menawan dalam messy hair-nya. Dia terlihat seperti model dalam balutan jas mahalnya. Beberapa mata tak melepaskan pandangannya dari Troy, ketika lelaki itu keluar meninggalkan restoran.

次の章へ