webnovel

SIAPAKAH AYA

Selesai membuat semangkuk bubur panas, Nicky segera membawanya ke kamar Bagas. Dia sudah menelpon seorang dokter yang nomornya dia dapatkan dari salah satu pegawai hotel yang di lobby.

Dokter tiba tidak begitu lama, setelah memeriksa keadaan Bagas, dokter terpaksa memberikan sebuah suntikan pada Bagas, karena demamnya di anggap terlalu tinggi. Selain memberian suntikan dokter juga memberikan Nicky sebuah resep yang harus di tebusnya di apotik terdekat.

Nicky mengucapkan terimakasih dan memberikan sesuatu di amplop putih saat dokter meminta ijin untuk pamit karena tugasnya telah selesai.

Nicky kembali duduk di samping tempat tidur Bagas. Di rabanya kening Bagas.

"Masih panas, kapan redanya panas bagas?" keluh Nicky dalam hati.

Dia sudah memilih untuk berada di samping Bagas sampai Bagas tersadar dan panasnya menurun.

Di tatapnya wajah Bagas lekat-lekat nampak kesedihan yang sangat, ada kesakitan di wajah pucat itu.

Nicky menjadi takut dan kuatir lagi, saat Bagas mulai bereaksi lagi, menggumam dan mengigau tak jelas.

Nicky kembali memegang jemari Bagas dengan erat, dan membelai kening Bagas yang berkeringat.

Berulang-ulang Bagas meracau dengan mengumam sesuatu.

"Jangan pergi... jangan pergi... Ayaaa!! jangan tinggalkan aku sendirian!! Ayaaa!!" Bagas menggemam erat tangan Nicky dan terus meracau.

"Bagas...bangun Gas." Nicky mengguncang pundak Bagas berkali-kali. Karena Bagas mulai tersengal-sengal lagi nafasnya, Nicky kembali menarik tubuh Bagas untuk di peluknya, biar Bagas merasa tenang saat di usap punggungnya.

Dan itu memang sangat membantu, karena saat Nicky memeluknya erat, Bagas nampak mulai tenang dengan nafas kembali yang teratur.

Nampak ada airmata di ujung mata Bagas yang masih terpejam. Walau sudah tidak gelisah Bagas masih bergumam pelan dan dengan jelas masih bisa di dengar Nicky. "Jangan pergi Ayaa? siapa Aya? " tanya Nicky dalam hati. Dalam tanda tanyanya, Nicky masih terus menenangkan Bagas dengan memeluk dan mengusap pundak Bagas. Mungkin karena pengaruh obat yang di suntikan dokter sudah bereaksi Bagas tertidur dalam pelukan Nicky.

Merasa beban yang agak berat, Nicky merebahkan kepala Bagas di tempat tidur semula.

Di sekanya wajah Bagas dan leher Bagas yang berkeringat. Badannya sudah mulai dingin. Nicky baru bisa bernafas lega. Di tungguinya Bagas yang masih tertidur lelap.

Nicky masih memikirkan sebuah nama yang selalu di panggil Bagas dalam sakitnya.

"Aya?? kenapa nama itu tidak asing di telinga dan di kehidupan masa lalunya.

Tapi Nicky dengan cepat memutuskan itu tidak mungkin.

"Aisshh, sampai lupa dengan buburnya, pasti sudah dingin." Rutuk Nicky.

Bergegas dia mengambil bubur tersebut dan membawanya ke dapur untuk di panasi lagi. Bagas harus segera mengisi perutnya karena dari siang dia belum ada makan sama sekali.

Dengan hati-hati Nicky meletakkan mangkuk bubur di atas nakas di samping tempat tidur Bagas.

Di usapnya pelan kening Bagas, sudah terasa dingin. Nicky membangunkan Bagas dengan pelan.

"Gas, bangunlah... kamu harus makan."

Merasakan ada yang memanggilnya dan ada usapan lembut di keningnya Bagas membuka matanya berlahan.

Bagas belum sepenuhnya sadar, dia menoleh ke sekeliling kamar. kenapa dia berada di kamarnya. Bukankah tadi dia ada meeting dengan beberapa patner kerjanya.

Bagas melihat Nicky yang berada di sampingnya. Nampak wajah Nicky yang tampak kelelahan dan terlihat mata Nicky sembab.

Bagas mencoba menggerakkan tubuhnya , untuk duduk, tapi segera Nicky membantunya. Nicky tersenyum lega, melihat Bagas sudah sadar.

"Kamu sudah sadar Gas? kamu tadi pingsan di antar sama Pak johan. Kamu demam Gas, dan terpaksa aku panggil dokter kemari karena demammu tidak turun-turun." nicky menjelaskan ke Bagas yang masih kelihatan bingung dengan keadaannya.

"Benarkah Nick?" tanya Bagas yang masih belum percaya.

Nicky mengangguk pelan. Namun dengan cepat Nicky menepis kebingungan Bagas.

"Sudahlah jangan di pikirkan...sekarang kamu harus makan bubur ini ya? dari siang perutmu belum terisi." lanjut Nicky sembari memegang mangkuk bubur.

Bagas tidak menolak saat Nicky mulai menyuapinya, karena Bagas memang merasakan lapar yang sangat.

Tidak terasa semangkuk bubur sudah habis masuk ke perut Bagas. Di letakkan kembali mangkuk itu di nakas, dan di ambilnya segelas air putih, dan di minumkan pelan di mulut Bagas.

"Sekarang kamu istirahat lagi Gas..semoga besok kamu sudah sehat dan kita harus balik ke Bandung." ucap Nicky menaruh gelas yang sudah kosong.

Di bantunya Bagas untuk rebahan lagi, di betulkannya selimut yang sudah tidak pada tempatnya karena gerakan Bagas yang meracau tadi.

"Trimakasih Nick." kata Bagas dengan suara parau. Tatapan mata Bagas sangat masuk ke relung hati Nicky.

"Ada apa lagi ini?" celetuk nicky dalam hati. Nicky berdiri dan mengusap kening Bagas pelan.

"Sebagai saudara, tidak ada ucapan kata terimakasih Gas. Mama kamu, mamaku juga." balas Nicky.

"Baiknya sekarang kamu tidur, aku akan kembali ke kamarku. Aku sudah mengantuk juga." lanjut Nicky.

Mata Bagas dan Nicky saling bertatapan, saling bicara, tapi tidak ada lagi yang bisa di ucapkan.

"Malam Gas, besok pagi sebelum subuh aku akan kemari." Nicky beranjak keluar kamar, seraya menutup pintu.

Bagas mengangguk pelan.

"Tidur yang nyenyak Nick." balas Bagas dengan suara pelan.

Dalam hatinya ada sesuatu yang bergejolak. terasa ada sebuah rasa yang sangat menenangkan. Sebuah rasa yang pernah dia rasakannya di masa kecilnya. Di mana dia sangat merasa tenang jika bermain dengan gadis kecil yang bernama AYA.

次の章へ