webnovel

Mereka berdua Mirip

Dari GPS yang melacak IP yang berada pada telinga Alisya, tampak bahwa Alisya berada pada jalur yang searah dengan perginya rombongan penjahat, pemotor, serta orang-orang yang ber jas hitam tadi. Adith terus berdoa dalam hati semoga Alisya baik-baik saja, namun ia tak bisa berhenti memikirkan bahwa mungkin saja Alisya, telah di culik oleh mereka.

Adith mengejar menggunakan mobil sport mewahnya melewati padatnya kendaraan perkotaan. Dari jauh ia masih bisa melihat mobil yang dikendarai oleh orang-orang berjas hitam tersebut. Dengan seketika ia menginjak gas, mempercepat laju mobilnya mengejar. Dari jauh Adith melihat bahwa lampu merah sebentar lagi akan menyala. Ia segera mengganti persenelan, lalu menginjak gas memacu mobilnya lebih cepat agar bisa melewati lampu merah.

Lampu merah menyala dengan jarak yang cukup dekat pada beberapa orang pejalan kaki yang akan menyebrang. Adith dengan sigap menginjak rem dan menarik rem tangan sehingga mobilnya berputar 360 derajat sekali lalu dengan mulus terparkir di sisi jalan. Beruntunglah di tempatnya berhenti mobil lain belum ada sehingga tabrakan pun terhindarkan.

Adith menghela nafas dalam lalu membuka kaca jendela dan meminta maaf. Meski berhati dingin, Adith sangat menghargai nyawa orang lain. Para pejalan kaki sempat merasa kaget dan marah, namun begitu melihat bahwa itu Adith, beberapa wanita berteriak kagum sedang para laki-laki hanya bisa terdiam sambil berlalu pergi.

"Sekali lagi, lacak lokasi Alisya." Perintah Adith kepada GPS pada Handphonenya yang bertekhnologi tinggi.

Melihat ke peta yang ditampilkan oleh GPS, tempat dimana Alisya berada sudah menuju kerumah neneknya. Ia bingung, namun kemudian memacu mobilnya menuju ke arah yang sama untuk memastikan begitu lampu hijau menyala.

Sesampainya di pintu rumah nenek Alisya, Adith membuka mobilnya dan akan menyerbu masuk sebelum akhirnya ia mendengar bunyi motor dibelakangnya. Adith sangat terkejut melihat Rinto sudah memboncengi Alisya, sedang pada GPS harusnya ia sudah berada di rumah neneknya bukannya berada di belakangnya.

"Bagaimana bisa kamu bersamanya?!" Adith yang marah langsung menggenggam lengan Alisya dengan kuat.

"Ummhhh... Adith, aku tadi di selamatkan oleh Rinto sewaktu kamu masih mengambil mobilmu. Aku tidak bisa bertahan lebih lama disana, untunglah Rinto datang tepat waktu." Alisya menjelaskan dengan sedikit menahan sakit. Mendengar hal itu Adith melonggarkan pegangannya.

"Maafkan aku, aku hanya khawatir kamu dalam bahaya." Ucap Adith setelah melepaskan genggamannya.

"Para penembak tadi, sepertinya mereka adalah begal atau teroris yang akhir-akhir ini berkeliaran! Mereka sudah seringkali melakukan penembakan salah sasaran. Sebaiknya kamu berhati-hati." Terang Rinto mengingatkan Adith.

"Kau tak perlu mengkhawatirkan aku!" Nada Adith tampak memberikan tantangan kepada Rinto.

"Aku hanya mengingatkanmu!" Tambah Rinto pasrah.

"Dimana Yogi dan Karin? Kenapa mereka tak bersamamu?" Adith bertanya setelah mengingat kalau mereka tadi bersama.

"Yogi sudah mengantarkan Karin kerumahnya." Alisya menengahi ketegangan diantara keduanya.

"Mereka berdua baik-baik saja!" Timpal Rinto.

"Kalau begitu kamu masuklah Alisya, aku akan menyuruh beberapa pengawal mengawasi rumahmu untuk malam ini. Aku juga akan menyelidiki kejadian malam ini untuk memastikan saja."Adith masih belum bisa menghilangkan rasa khawatirnya.

"Sebenarnya aku tak masalah, tapi kamu harus mengobati lukamu terlebih dahulu." Alisya khawatir dengan darah segar yang mengalir di tangan kiri Adith.

"Aku baik-baik saja. Ini cuma luka kecil." Adith meyakinkan Alisya mengenai kondisinya.

"Masuklah biar aku coba obati, aku punya peralatan P3K di dalam rumah nenek." Alisya mendorong tubuh Adith memasuki pagar rumahnya.

"Hati-hati dijalan. Terima kasih sudah mengantarku." Ucap Alisya kepada Rinto.

"Tidak masalah. Aku pulang dulu." Rinto segera memacu motor hitam besarnya.

Adith berpikir kalau motor hitam dan jaket yang dikenakan oleh Rinto, sedikit mirip dengan motor yang dikenakan oleh orang yang disebut tuan Ali tadi. Namun motor dengan jaket seperti itu cukup banyak yang menggunakannya. Selain itu, ia tidak begitu jelas melihat ciri-ciri si pemotor tadi. Jadi dia tidak bisa menarik kesimpulan begitu cepat.

"Masuklah..." Suara Alisya membangunkan Adith dari lamunannya.

"Permisi... " Suara Adith cukup pelan takut membangunkan nenek Alisya.

"Beri salam yang benar!" Nenek Alisya menggetok kepala Adith menggunakan sendok sup plastik yang dalam.

"Aaahhh... Maaf Nek, Assalamualaikum!" Ucap Adith setelah meringis kesakitan. Ia tak menyangka nenek itu masih terjaga dan sudah berada tepat dihadapan mereka berdua.

"Wa Alaikum salam!"Jawab neneknya lembut.

Alisya hanya bisa tertawa lalu mengangkat jempolnya kepada neneknya dan masuk kedalam rumah setelah memberi salam.

Melihat nenek Alisya, Adith kemudian melihat kesamaan keduanya yang terkesan tangguh namun galak.

"Mereka berdua mirip. Sama-sama galak!" Gumam Adith pelan.

"Tangan kamu terluka?" Nenek Alisya bertanya setengah panik melihat darah segar di tangan Adith.

"Nenek..." Alisya hanya memberi tanda yang dimengerti dengan mudah oleh neneknya. Diapun segera kebelakang lalu memanaskan air dan beberapa peralatan lainnya.

"Duduklah dan buka bajumu!"Perintah Alisya mengagetkan Adith.

"Apa kau sudah gila?" Adith memelototi Alisya tak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Kau mau buka sendiri atau aku sendiri yang akan merobek bajumu!" Alisya mengambil posisi seolah-olah siap untuk merobek baju Adith.

"Ti.. tidak! Aku bisa membukanya sendiri, tapi setidaknya beri aku handuk untuk menutupi tubuhku!" Adith menyerah dengan ancaman Alisya.

Setelah membuka bajunya di toilet, Adith keluar dengan potongan handuk kecil berwarna putih melilit tubuhnya.

Melihat itu Alisya dan neneknya saling pandang dan tertawa lepas.

"Sial!!! Kau sengaja yah?" Adith merasa kesal.

"Itu balasan buat kamu yang suka memerintah diriku!" Alisya masih berusaha menahan tawanya.

"Duduklah, aku akan membersihkan darah yang mengalir ditubuhmu dengan air panas agar kau tidak mengalami infeksi." Nenek alisya menarik Adith dengan lembut.

Saat nenek Alisya sedang membersihkan lukanya, Alisya dengan sigap mengambil alkohol menungkannya di atas luka Adith, lalu dengan lihainya Alisya menjahit luka Adith dan membalutnya dengan kain kasa.

Adith tak menyangka keterampilan pengobatan seperti ini bisa diketahui oleh Alisya. Terutama luka karena bekas tembakan yang tidak bisa ditangani secara sembarangan.

"Aku sudah menelpon asistenmu untuk menjemputmu." Ucap Alisya ketika selesai mengencangkan balutan luka Adith.

"Bagaimana kau tau nomornya?" Adith bertanya dengn bingung.

"Handphone kamu!" Alisya menujuk Hp Adith menggunakan keningnya.

"Kau tahu sandi HP ku?" Adith memandangi Alisya dengan terkejut.

"Tentu saja tidak, aku melihat kamu membukanya di atap." Alisya berbohong kepada Adith. Alisya bisa dengan mudah meretas alat yang ada di telinganya, jadi bukan hal sulit jika hanya membuka sandi HP Adith yang bisa ditebaknya.

Adith memiliki IQ yang cukup tinggi, namun dengan EQ ny yang tidak terlalu tinggi membuat Alisya bisa menebak Adith dengan mudah.

Adith segera pulang begitu asistennya Dimas, datang menjemputnya. Malam itu Adith mengerahkan seluruh bawahan dan koneksinya untuk mencari tahu dibalik kejadian yang sudah mencelakainya malam itu.

Adith merasa ada sesuatu yang ganjal mengenai kasus penembakan itu. Ia hanya merasa heran, karena seluruh Indonesia tentu saja bisa mengenalinya dengan mudah dan tak satupun yang berani mencari masalah dengannya, namun di malam itu ia malah mendapatkan tembakan, meski tak telak mengenainya. Hal ini menyebabkan ia ingin menyelidikinya sampai bisa menemukan benang merah dari kejadian tersebut agar tidak terulang kedua kalinya, yang dapat membuatnya menyesal seumur hidupnya karena kehilangan seseorang yang berharga baginya.

次の章へ