webnovel

17, XVII or VIXI?

Tiga bulan kemudian ...

Setelah kecelakaan Dean, Tiara memutuskan untuk mengambil beberapa bulan cuti kuliah. Karena kondisi Dean yang harus di rawat secara intensif. Hari ini juga menjadi kesibukan Tiara karena urusan rumah sakit yang berhubungan dengan Dean, mengambil beberapa hasil scan radiologi untuk medical chek up selanjutnya. Semua untuk Dean.

"Den.. Aku pulang..", katanya pada Dean yang sering kali terlihat duduk di kursi roda sambil memandangi pemandangan landscape dari jendela kamarnya. Ia menghampirinya dan memberikan kecupan hangat di pipi kirinya seperti biasa.

"Selamat datang..", sahutnya dingin.

"Kak, kamu baik-baik saja kan?", tanya Tiara.

"Iya.."

"Baiklah, aku mau mandi dulu ya."

"Hm."

Ia hanya menganggukkan kepalanya, mengiyakan kata-kata Tiara.

Tidak lama suara bell rumah berbunyi.

Tinung..Tinung..

"Ya..ya.. Sebentar..", Tiara membuka pintu dan terlihat di depannya ada seorang pria berbadan ideal dengan senyum yang ramah.

"Paket."

"Hmmm?? Oke. Tandatangan dimana ya???"

Seingat Tiara, Ia tidak pernah belanja online. Tapi terlihat dari resi pengirimannya di beli oleh Dean.

"Terima kasih.", lanjutnya seraya menutup pintu.

"Siapa..?? Tir??", kata Dean yang keluar dari kamarnya sambil mendorong kursi roda perlahan menggunakan kedua tangannya.

"Oh, paket nih. Buatmu."

"Thanks.", Dean meraih paket dan membelokkan kursi rodanya.

"Kapan kamu beli itu, Den? Kita baru aja seminggu di rumah. Setidaknya kasih tau aku sih kalo kamu mau belanja."

"Bukan urusanmu sih Tir.", jawabnya ketus.

Hati Tiara rasa tertusuk mendengar jawabannya. Tetapi, Dean sudah kembali ke kamarnya. Pikirnya, mungkin ini efek dari kecelakaan. Apalagi dengan kaki yang tidak bisa berjalan seperti biasanya. Ia pun juga kembali ke kamar mandi. Saat menyalakan air, terdengar suara orang mengetuk pintu. "Ya ampun siapa lagi...", gumamnya kesal.

Tok, tok, tok! Tok, tok, tok!

"Yaaaa. Sebentar...!"

Tok, tok, tok!!

Suara ketukan itu semakin nyaring setidaknya ada tiga kali berbunyi. Setelah Ia membuka pintu kamar mandi, suara ketukan pintu itu terhenti. "Ah, pasti anak-anak usil."

Tiara berjalan mengambil langkah cepat untuk segera menuju pintu depan rumah.

Tapi, apa yang di lihatnya saat ini?

"Ehh..?? Kok.....", Tiara melihat Dean, berdiri di depan pintu ruang tamu membuka pintu. Sekitar lima menit sang kakak berdiri seperti menerima sesuatu. Tak lama membalikkan badannya kembali ke kamar.

"Tir??"

"Tirrrr..????","Tiaraaa..???"

"Eh???", mata Tiara melirik ke arah suara dan mulutnya melongo kebingungan.

"Are you 'kay??"

"Loh???"

"Apa 'Loh'?

"Tadi ada yang ketuk..pintu..?"

"Aku dari dapur ambil minum."

"Oh.. 'Kay.."

Dean mendorong kursi roda dan ketika itu Ia bertanya, "Tir, aku sudah lama gak ketemu Brenda. Nomor rumahnya ada di meja kamarku. Bisa gak kamu kerumahnya?? Di Apartemen Orchid. Bisa kan??"

"Oh? O..kay.."

Tiara masih tertegun karena melihat khayalannya beberapa menit lalu. Ya, itu hanya khayalannya.

Tapi Ia masih bertanya-tanya. Apa Ia salah mendengar dan melihat atau itu hanya ilusi.

"By the way, who's Brenda?"

---

Tiara mengambil secarik kertas yang berada di atas meja Dean.

"Ini ya Den?"

"Iya di situ.", katanya yang sembari tiduran memejamkan mata.

"Gak apa-apa ku tinggal kamu sendirian?"

"Aman.."

"Okey. Betewe. Brenda ini siapa, Den???"

"Den??"

"Elah, cepat banget ketidurnya. Aku berangkat Deeen.. Jam Tujuh malam Jeni sudah di rumah..."

Jeni asisten rumah tangga yang di perintahkan orang tuanya untuk menjaga dan merawat mereka berdua selagi mereka bekerja.

Tiara menghubungi Arumi dan Ferdana untuk menemaninya ke Apartemen Orchid.

Tut... Tut...

Klak. "Ya? Umi disini! Kenapa yarakuuu??"

"Idih. Temanin ke Orchid."

"Hah?? Mau ngapain??"

"Ini ada permintaan dari Tuan Dean yang terhormat."

"Ih. Gitu tu yah. Kakakmu. Orang sakit juga."

"He-em. Dia minta aku kesana. Untuk nanyakan kabar Brenda."

"Siapa??"

"Who-knows?"

"Yauda. Aku jemput ya."

"Na,na,na.. Aku aja yang kerumahmu. Dana dimana ya?"

"Oke lah. Dana lagi ada kelas.."

"Oh, yauda. Berdua aja. O-tewe."

"Kay! Careful!"

Ia bergegas masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin mobilnya untuk segera menuju rumah Arumi dan langsung menuju Orchid Apartemen Residence.

---

Setibanya di Orchid, Tiara memarkirkan mobil dan langsung ke dalam apartemen.

"Umi, kok sekarang disini sepi ya?", katanya pada Arumi.

"Gak tau juga. Eh, eh sudah liat berita belum?"

"Apa?"

"Wah, kudet nih."

"Apaan kudet??"

"Serius Yara.. Baru tiga bulan.."

"Ih apaan sih. Ngeledek."

"Haha. Eh.eh.. Gini loh....", belum sempat Arumi menyelesaikan pembicaraannya, mereka di cegat security yang ada di lobby Orchid.

"Permisi, Pak.", katanya Tiara sopan.

"Ya? Anda berdua mau kemana ya?"

"Oh, ini pak. Saya di minta kakak saya untuk menanyakan seseorang yang stay disini. Namanya Hilary Brenda. Dan alamatnya ada di salah satu lantai di sini pak."

"Baik, saya boleh lihat?"

"Ini pak."

"Baik. Silakan lewati lift yang kanan ya."

"Baik pak. Terima kasih."

Mereka berdua berjalan menuju lift dan memasuki lift tersebut. Menekan tombol angka tujuh belas yang berada dalam lift. Sesampainya di lantai tujuh belas, mereka melihat beberapa pintu yang terekat dengan police line.

"Sepi ya mi. Aku kok takut ya?", katanya pada Arumi.

"Hush!"

"Serem mi.."

"Ada aku nyonya..."

Perjalanan menuju pintu utama lantai tujuh belas Hilary Brenda sangat mencekam. Mereka tepat di depan pintu utama, ketika ingin mengetuk pintu, tiba-tiba ada seorang security yang sedang patroli menanyakan keberadaan mereka.

"Hey! Apa yang kalian lakukan??"

"Tidak pak. Ini saya mau ketemu orang yang stay disini.", Tiara memperlihatkan secarik kertas kepada security tersebut.

"Kalian di larang untuk kesini."

"Pak, tapi ini alamatnya. Security yang dilobby juga memperbolehkan."

"Hmm.. Dia itu baru mulai bekerja di sini."

"Maaf pak. Kami kan tidak tahu.", sahut Arumi.

"Saya jelasin ya. Di larang ke lantai tujuh belas."

"Loh, kenapa? Bapak ini security atau polisi? Di sini cuma ada perekat police line tapi gak ada tuh larangan boleh mampir atau tidak.", kata Arumi lagi.

"Saya pertegas sekali lagi. Kalian tolong turun sekarang. Demi keamanan. Akan saya jelaskan di lobby."

"Oo..Okayy..", sahut Tiara.

Di perjalanan menuju lift mereka berjalan perlahan. Tiara yang mempunyai telinga sensitif mendengar suara ketukan dari bilik pintu. Kali ini lebih perlahan.

Tok..Tok...Tok....

Tok..Tok...Tok....

Tok..Tok...Tok....

Bulu tengkuknya berdiri dan Ia melangkahkan kakinya cepat menuju lift. Arumi yang melihatnya langsung mengejar.

"Yar! Tunggu!","Bapak sih, teman saya jadi takut kan?!"

Security itu menggelengkan kepalanya dan mengikuti mereka berdua menuju lobby.

"Kita sudah sampai. Silakan duduk disitu dulu ya."

"Ya.. Pak.."

---

"Yar, aneh gak sih?"

"Iya aneh. Tadi kamu mau bilang apa mi??"

"Ah, gak.."

---

Security yang di lobby menghampiri mereka dan meminta maaf karena ketidaktahuannya sebagai karyawan baru.

"Baik. Di sini akan saya jelaskan kenapa dan mengapa lantai tujuh belas tidak boleh di kunjungi. Anda berdua sudah melihat rekatan police line dan itu berarti tanda bahwa masih ada jejak kasus di tempat tersebut.", jelas seorang security yang menemani kami sebelumnya tadi.

"Pak, kami ini gak tau apa-apa soal begituan.", sahut Arumi kesal.

"Iya. Maka saya beritahu. Lantai tersebut sudah tidak di gunakan lagi karena pemilik sebelumnya meninggal dunia."

"Brenda???, tanyaku.

"Kami mohon maaf tidak bisa memberikan infomasi lebih lanjut. Tapi pemilik sebelumnya seorang gadis yang bernama Hilary B. Keinz. Wajahnya saya juga kurang tau, karena saya jarang bertemu dengannya."

"Meninggalnya karena apa pak??", tanya Tiara penasaran.

"Anda berdua bisa melihat artikel berita di tanggal tersebut. Tanggal tujuh belas tiga bulan yang lalu. Mungkin sekian informasinya."

"..Baik pak. Terimakasih.."

Dua security tersebut sudah meninggalkan kami, melanjutkan pekerjaannya.

Tiara dan Arumi juga kembali berjalan menuju parkiran dan memasuki mobil. Tiara menoleh ke arah Arumi.

"Umi? Kenapa?"

"Ah.. Aku keinget sesuatu aja Yar.."

"Apaan?", sambil menyalakan mobilnya.

"Itu.. Tiga bulan lalu bertepatan dengan Dean.."

"Dean?? Kecelakaan Dean???"

"He-em.."

"Terus??"

"Ada berita..",

"Aku pas lewat sini.",

"Hemm... Jadi saat itu ramai. Ada kecelakaan juga disini.", jelas Arumi.

"..Oh..Terus??"

"Iya.. Kasusnya bukan kecelakaan sebenernya."

"Jadi??"

"Bunuh diri."

"Seriussssss????!!!! Siapa yang bunuh diri??"

"Gak begitu jelas sih.. Yang jelas seorang wanita.. Seumuran mungkin sama kita.. Aku ada nonton berita saat di kantin rumah sakit."

"Terus?"

"Aku gak tau jelasnya, Yar. Aku ada liat dan baca koran setelah kejadian itu di rumah sakit. Artikelnya ya cuma sekilas. Aku liat tempat kuliahnya ajasih.."

"Astaga..", Tiara teringat dengan beberapa kejadian di rumah sakit, "Mi. Inget gak waktu yang di rumah sakit?"

"Maksudnya??"

"Iya. Pas kamu baru datang. Inget???","Korban yang langsung dibawa ke UGD. Sehari setelah kecelakaan Dean. Hari dimana Dean sudah sadar."

"Oh, iya! Bener! Itu dari Orchid. Aku sempat tanya ke perawat yang ngambil gelang kah atau kalungnya."

"Bener. Firasatku bener. Itu kalung by the way."

"Apa ini berhubungan, Yar??"

"Tunggu. Tempat kuliahnya dimana??"

"Siapa??"

"Ituuu.. Artikel!"

"Oh. Iya! Di Univ Kedokteran.... VM."

"Lebih baik tanya Dean."

"..O..Kay. Apa gak apa? Coba kamu pikir, ini gak masuk akal."

"Masuk akal kalau benar itu Brenda yang di tanya Dean.","Gini. Dean di Univ VM juga. Sama kan?? Kita tanya apa Brenda di Univ VM juga."

"Iyasih. Nanti dulu mi. Kita ke asrama Dana. Dia ada simpan artikel yang berhubungan dengan itu."

"Oke. Kalau bener.. Kasian Dean.. Aku penyebabnya.."

"Gak masuk akal deh Yar."

"Ya, bisa jadi Brenda pacarnya. Calon istri, tunangan, atau apalah itu. Dean tiba-tiba minta aku datang ke Orchid. Cuma untuk menanyakan yang namanya Hil..lary.. Brenda..?? Sudah jelas Dean ada hubungannya."

"Sudah deh, nyetir ajaa.."

"Yah.. Mungkin aku cuma khawatir. Semoga yang bunuh diri bukan Brenda. Aku cuma bingung ngejelasin ke Dean. Kan kamu tau.. Pfft.."

"Yayaya... Kita liat dulu artikelnya ya..", Arumi mencoba menenangkan Tiara. Dalam keadaan Dean yang shock, Ia gak mungkin memberitahukan kabar buruk kepadanya. Bahkan, kabar orang tua mereka berduapun belum terdengar sama sekali. Jelas saja Tiara khawatir apapun yang terjadi nanti. Bagaimanapun, keluarganya saat ini hanya Dean.

---

Sesampainya di asrama Ferdana, seperti halnya mereka melakukan ritual sapaan kepada security di asrama pria.

Tok-Tok-Tok..

"Dan??","Kamu di dalam??", kata Arumi.

"Dana gak ada.", sahut Alvian, teman sekamar Ferdana.

"Boleh gak kami masuk??", Tiara menanyakan lagi.

"Ya, masuk saja."

Klak.

Dengan terburu-buru di liputi rasa penasaran yang campur aduk. Tiara masuk ke kamar Ferdana duluan. Mencari artikel tiga bulan lalu. Sekitar setengah jam, artikel tidak di temukan.

"Cari apaan?", tanya Alvian.

"Cari artikel tiga bulan lalu tanggal tujuh belas.", sahut Arumi.

"Oh, ada sama aku nih.", katanya lagi sambil mengambil di tumpukan koran bawah laci mejanya.

"Astaga! Kenapa gak bilang daritadi kek..", jawab Tiara sangat kesal.

"Selow dong, Non.."

"Miiii.. Sini.", Tiara menunjukkan nama yang tertera di artikel koran.

"Mana???"

, ujar Arumi menarik artikel yang di pegang Tiara.

"Wah.. Yar.. Bener nih..."

"Hilary Brenda Keinz. Univ VM, gadis berumur tujuh belas tahun....."

"Tewas bunuh diri.", kata Tiara terdiam yang terduduk di kasur Ferdana.

"Yups. Coba kalian lihat artikel di bulan mendatangnya setelah itu terbit. Beritanya jatuh dari lantai tujuh belas. Jatuh dari kamarnya lagi. Tapi, sebelum Ia jatuh, ada seorang pria mendorongnya. Jadi, bukan bunuh diri. Who knows sih ya. Konspirasi Sesat.", jelas Alvian.

Mata Arumi dan Tiara langsung menuju ke Alvian.

"Wait? Kalian berdua kenapa??", tanyanya.

"Ada artikelnya??", sahut Arumi dan Tiara bersamaan.

"Searching ajasih. Sosial media rame kok."

"Kampret lah."

"Jadi, sebenarnya Brenda ini siapa buat kalian? Kenapa tiba-tiba? Sudah lama lagian. Kamu juga baru keliatan Tiara? Terus apa hubungannya dengan tanggal tujuh belas, stay di lantai nomor tujuh belas? Ini seperti bukan suatu kebetulan. Belum lagi dengan keyakinan orang Italia. Angka tujuh belas. - Hidup saya sudah berakhir.-", Alvian menaikkan pundaknya tidak yakin.

"Sudah deh. Ini cuma buat pelajaran tambahan kuliah. Semacam pelajaran psikologis gt deh. Ya kan, Yar?"

"Masa? Emang di arsitek ada gitu pelajaran psikolog? Ngawur deh."

"Iya seperti itu lah. Thanks, Alv.","Yuk mi. Sudah mau malam banget."

"Okay. Dah, Alvi."

"Dah~"

---

Tiara dan Arumi kembali melanjutkan perjalanan dan membincangkan hal ini di mobil.

"Aku harus bilang apa ya ke Dean?"

"Hmm.. Jujur aja."

"Iya, tapi pasti Dean sangat terpukul."

"Coba saja dululah.."

"Iya, aku juga mau tanya. Brenda ini siapa."

"Iya, itu lebih baik.",

"Ingat. Jangan bohong lagi.", kata Arumi sembari Tiara mengikuti ucapannya.

----

Tiara yang sudah mengantarkan Arumi pulang bergegas untuk melanjutkan perjalanan lagi.

"Dah Umi..!"

"Careful, Yar!"

"Okay!"

Lima belas menit perjalanan, telepon Tiara berdering..

Kring...

"Yes, Jen. What's up?"

"Sudah di mana?"

"Ten minute, In front of the door."

"Well."

Klak..

(Pintu rumah yang sudah di buka oleh Jeni langsung di sambar pertanyaan Tiara)

"Kenapa, Jen?? Baru juga aku sampai. Tumben sudah bukain pintu.", katanya sambil tersenyum.

"Dean aneh, Tir.. Feel weird! So, I don't believe he's sick.", katanya Jeni berbisik.

"Ya.. I see..", Tiara membuka pintu kamar Dean. Ia sedang tertidur pulas di kasurnya.

"Den?? Sudah makan??"

"Nein..", sahut Dean dengan suara pelan yang artinya Tidak.

"Hmm.. 'Kay.. Guten abend.."

Jeni yang daritadi mengikutiku menanyakan, "How's he?"

"Yah, you can see that? Doin well na?"

"..Well.. Hope soo.. Night, Tiara.."

"You too"

---

Tiara masuk kedalam kamar tidurnya, menyalakan komputer dan mencari tahu tentang asal usul dan kematian dari Brenda a.k.a Hilary Brenda Keinz.

Di depan layar monitor dengan cahaya yang tajam, keyboard yang terus mengetikan nama Hilary Brenda Keinz, dan mouse yang berwarna warni menerangi ruangan Tiara.

"Nah!", "We will see, who are you and what's your relationship with my brotha.."

Klik!

:: Real or Fake ::

Suicide, Misguided Conspiracy, or Covert Murder by Someone??

A woman named Hilary Brenda Keinz or Brenda, seventeen years old, died after jumping from the 17th floor of Orchid Apartment Residence. Brenda is suspected of suicide. But, the motive is still unclear. Because there is a veiled conspiracy with number seventeen, is it related to Italian beliefs about number seventeen, or a murder committed by someone?

From the date of his death and his residence, hour of death and all related matters. Caused a number of conspiracies about Brenda's death.

(Asli atau palsu :: Bunuh Diri, Konspirasi Sesat, atau Pembunuhan Terselubung oleh Seseorang?

Seorang wanita bernama Hilary Brenda Keinz atau Brenda, tujuh belas tahun, meninggal setelah melompat dari lantai tujuh belas Orchid Apartment Residence. Brenda diduga bunuh diri. Tapi, motifnya masih belum jelas. Karena adanya konspirasi terselubung dengan nomor tujuh belas, apakah itu terkait dengan kepercayaan orang Italia tentang nomor tujuh belas, atau pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang?

Dari tanggal kematiannya dan tempat tinggalnya, jam kematian dan semua hal yang terkait. Menyebabkan sejumlah konspirasi tentang kematian Brenda.)

---

Maaf kan kalau bahasa inggrisnya ada salah nih gess, soalnya lagi belajar :')

btw, who's Brenda???

Mau adain giveaway tapi.. soon ya!!

Terimakasih dukungannya :)

rocketmarycreators' thoughts
次の章へ