Bila menyeret Edwin dengan segera, sambil berjalan ia terus menggerutu tentang sikap Edwin.
"Kak....ga gitu juga kali, aku tahu kak Edwin ga suka sama Caca, tapi paling ga hargai sedikit lah perasaan Caca".
"Ogah amat, cewek kaya Caca tuh ga bisa dikasih hati barang sedikit" Edwin terus berkilah setiap kali Bila mencoba memberi pengertian "dasar prempuan ular".
"Kakak, kita pulang aja yuk kak" Bila mengajak Edwin untuk pergi "sekarang kita temui kak Frans, pulang aja".
"Good idea sayang, ternyata kamu memang pengertian ya sama aku".
"Udah, diem" jawab Bila ketus karena kesal.
Setelah berpamitan pada Frans mereka segera meninggalkan acara, bertemu Caca benar-benar membuat mood Edwin menjadi buruk.
Sementara Caca masih mengorek informasi tentang Edwin, dari apa yang ia ketahui saat ini Edwin dan Bila baru saja memulai hubungan mereka lagi.
"Oh...lagi cinta-cintanya ternyata" Caca berkata pada diri sendiri.
"Caca" sapa Frans dari belakang sambil menepuk pundak Caca.
"Frans, selamat ya semoga sukses" Caca memberi selamat atas peresmian restoran Frans sambil mencium pipi Frans.
"Thankyou, tambah cantik kamu Ca, kemana aja?" Frans memberondong pertanyaan pada Caca.
"Aku kuliah dan kerja di Bandung, jarang pulang sih emamg, tapi karena undangan kamu aku berencana balik aja lah".
"Wo....karna aku?" Frans menggoda Caca.
"Ya....karena kamu aku ketemu Edwin,dan aku sudah memutuskan untuk mendapatkan Edwin" Caca berkata pada Frans dengan percaya diri.
"Ca...aku cuma ngingetin ya, kamu kan tahu Edwin sudah punya Bila, jangan rusak lagi lah hubungan mereka, kasian mereka".
"Enak aja, apa yang aku mau harus aku dapatkan dengan cara apapun" jawab Caca teguh.
"Ya elah Ca, nih didepan kamu ada cowok se keren aku Ca, buka mata kamu girls, masih banyak cowok keren selain Edwin" Frans mencoba memoengaruhi Caca.
Caca tak menjawab ia hanya melempar senyum simpul pada Frans seolah mengejek.
Mengetahui mood Edwin yang buruk saat ini Bila yang tadinya berencana untuk memberitahukan tentang keputusan ayahnya ahirnya mengurungkan niatnya.
Ia takut jika ia tetap memberitahukan hal tersebut Edwin akan berbuat nekat, dengan mendatangi ayahnya atau mengancam putra pak Baroto.
Bila tidak ingin hubungan baiknya dengan pak Baroto rusak hanya karena emosi Edwin.
"Kak kita mau kemana?" Bila mencoba mencairkan situasi hening sejak awal perjalanan mereka.
"Aku ga tahu Bil" jawab Edwin datar.
"Kalau gitu kita ke rumah Fani aja yuk kak!".
"Apa, ke rumah Khafiz?" Edwin berkata dengan kesal, ia masih saja jelous jika ada sesuatu yang berhubungan dengan Khafiz.
"Ya....ke rumah Khafiz" Bila tahu apa yang Edwin rasakan "tapi aku mau ketemu Fani, heran kakak masih aja cemburu sama Khafiz".
Bila kesal dengan sikap Edwin, dan ahirnya iapun merajuk seperti yang Edwin lakukan.
"Kalau kakak ga mau ya udah, aku turun depan, biar aku ngangkot ke sana, tapi" Bila terdiam sejenak sambil melirik Edwin "tapi nanti kalau aku pulang sama Khafiz ga boleh cemburu ya!".
"Wuis....enak aja ayo aku anter, nyari kesempatan kamu ya?".
"Daripada yang nganter manyun terus, males banget".
"Ya....aku ga manyun lagi deh nih" Edwin memasang muka senyum yang dipaksakan "udah senyum nih, jangan ngambekin aku ya sayang!" pinta Edwin pada Bila.
Bila tersenyum sambil mencubit gemas pipi Edwin yang mulai cubby "anak manis, gitu dong" dengan lembut Bila menghibur Edwin.
Edwin tersenyum dengan perlakuan Bila, setelah, baru kali ini ia mendapat perlakuan manis dari Bila.
"Bila... kalau setiap aku ngambek kamu.gitu, aku mau ngambek terus ah" Edwin mulai menggoda.
"Emang kenapa?" Bila belum sadar dengan apa yang ia lakukan.
"Aku mau dong dicubit lagi pipinya sama kamu" tanpa alih-alih Edwin berkata.
"Ih kakak" wajah Bila segera memerah mendengar ucapan Edwin.
Seketika suasana hati Edwin berubah, hanya karena cubita mesra dipipinya.
Mereka sampai disebuah rumah yang bergaya klasik, dengan halaman yang luas dan tanaman yang tertata rapi membuat rumah itu terlihat asri.
Bila segera mengetuk pintu dan sesaat kemudian Fani membuka pintu, setelah Fani membuka pintu Bila tersenyum melihat Fani yang kelihatan lebih gemuk dengan perut sedikit membuncit.
Saat ini Fani telah mengandung buah cintanya dengan Khafiz, dan usia kandungannya sudah hampir tiga bulan.
"Bila....." Fani terlihat bahagia ketika tahu tamu yang datang adalah Bila.
"Fani.....kangen" Bila langsung memeluk Fani.
Sementara dua prempuan yang lama tak bertemu itu sedang berpelukan seperti lala dan poo, mata Edwin tertuju pada perut Fani yang sudah terlihat membuncit.
"Fan...kamu hamil?" tanya Edwin.
"Ya kak" Fani menjawab dengan malu-malu.
"Wih....Bil kamu ga pengen tuh?" kembali Bila mendapatkan serangan.
"Ya ga lah, orang aku belum punya suami masa hamil, enak aja" Bila mencoba menghindari godaan Edwin.
"Kalau aku pengen menghamili kamu". dengan lugas Edwin berkata tanpa malu.
"Ih kak Edwin apaan sih, dasar ga tahu malu" Bila langsung berubah galak "Fan kamu sendirian?".
"Ga kok, Khafiz lagi di rumah, masuk yuk" Fani memjawab sambil tersenyum melihat tingkah Edwin dan Bila "masuk yuk".
Bila masuk bersama Fani diikuti Edwin, yang tiba-tiba menggandeng Bila.
Khafiz keluar dari kamarnya, ketika melihat temannya datang Khafiz langsung menyapa mereka.
"Eh ada tamu" sapa Khafiz sambil menyalami Bila dan Edwin.
"Selamat bro, lu udah terbukti laki-laki 100%" sifat tengil Edwin kembali muncul.
"Makasih" Khafiz hanya mampu menjawab singkat karna merasa canggung " duduk Win".
Mereka kemudian duduk dalam satu ruangan, yang berada di bagian samping agar nyaman karena samping rumah Fani dan Khafiz memang dikhususkan untuk tamu dekat dan. keluarga.