webnovel

Bab 8

Unedited

31 panggilan tidak terjawab, 12 sms masuk dan 93 pesan whatsapp.

Sungguh orang yang keras kepala.

Delilah mendesah lantas memijat pelipisnya merasa frustasi pada tersangka utama yang dari tadi tidak henti-hentinya membuat Iphone X yang belum lama ini ia beli berbunyi dan bergetar.

Apa sih maunya?

Ingin rasanya Delilah memblokir nomor ponsel pria itu. Tapi itu terlalu kejam. Dan jujur saja, ada sedikit perasaan senang ketika melihat nama pria itu tertera di ponselnya.

Ya, walaupun mengabaikan semua whatsapp, telpon dan sms, bisa dikatakan kejam juga, tapi setidaknya menurut Delilah itu lebih manusiawi daripada memblokir nomor pria itu.

Sementara memikirkan pria itu, tiba-tiba bel apartrmen Delilah berbunyi.

Ting. Tong. Ting. Tong.

Ini sudah ia perkirakan. Tanpa menebak pun, ia sudah tahu siapa yang sedang berada di balik pintu apartemennya sekarang.

Dengan lemah Delilah menyeret kakinya yang panjang berjalan ke arah pintu apartement dan membukanya.

Hanya setengah saja.

"Kamu ngapain kesini?" tanyanya dingin pada Rafael.

"Aku pengen ketemu kamu, Del." suara Rafael sedikit bergetar. Delilah mengernyit ketika mencium bau alkohol keluar dari mulutnya.

"Kamu mabuk?"

"Nggak, aku nggak mabuk. A-aku minum sedikit. Hanya sedikit aja."

Rafael menjelaskannya dengan cepat. Dia tahu kalau Delilah paling tidak suka dengan orang mabuk. Dan dia dengan beraninya muncul di hadapan wanita itu dengan keadaan mabuk. Tapi ini salah Delilah hingga membuatnya seperti ini.

Dengan wajah serius dan sedikit mengintimidasi, Delilah menatap Rafael lekat. Memperhatikan wajah tampannya tanpa berkedip dan tanpa ekspresi.

Hatinya yang semula sudah ia persiapkan keras seperti tembok, melembut begitu melihat keadaan Rafael sekarang. Delilah memalingkan wajahnya karena tidak mampu menatap mata pria itu yang kelihatan begitu terluka.

'Del, ternyata kamu masih lemah juga di hadapan pria ini.' Batin Delilah mendesah dalam hati.

Dengan tatapan terluka dan memohon Rafa menatap Delilah seolah ingin memberitahukan isi hatinya. Dan, selamat, dia berhasil.

Desahan lemah pun keluar dari mulut Delilah. Dengan perasaan kacau balau dan pikiran berantakan, ia akhirnya membukakan pintu mengijinkan Rafael masuk.

Saat Delilah berbalik dan ingin berjalan masuk, kehangatan tiba-tiba menyelimuti tubuhnya. Rafael memeluknya dari belakang. Kedua tangannya yang kukuh, melingkari tubuh Delilah dengan erat. Saking eratnya, Delilah sampai bisa merasakan debaran jantung pria itu.

Bau citrus dan kayu dari parfum Rafael bercampur sedikit bau alkohol, menyelimuti hidung wanita itu.

"Kamu—"

"Shh, please, Del. Sebentar aja."

"Raf, lepasin. Lepasin, Raf."

"Please, Del. Biarkan aku memelukmu sebentar aja. Aku kangen kamu, Del." ujar Rafael semakin memperat dekapannya.

Tangan yang sudah setengah Delilah angkat, ingin mencoba melepaskan pelukan Rafael, berhenti begitu mendengar suara lirih Rafael. Delilah memejamkan matanya dan menggigit bibirnya.

Delilah dan Rafael sudah tak tahu sudah berapa lama mereka dalam posisi itu. Kedua orang itu sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

***

Rafael sedang duduk di ruang TV  sementara Delilah membuatkan teh panas untuknya. Jika Alex maniak kopi dan tidak bisa hidup tanpa minum kopi tiap hari, Rafael sebaliknya. Dia tidak bisa minum kopi. Rafael lebih memilih teh daripada kopi. Dia suka mencium aroma segar dari teh. Katanya, Aroma dari bau teh bisa membuat perasaan Rafael tenang.

Saat Delilah kembali ke ruang TV, ia menemukan Rafael sedang memejamkan matanya. Teh panas yang ia pegang, diletakannya di atas meja, di depan Rafael duduk.

"Rafa," panggil Delilah pelan.

"Hmmm.."

"Ini, minum dulu tehnya." Rafael membuka matanya dan menatap Delilah sejenak kemudian mengambil cangkir tehnya dari atas meja.

Dari samping Rafael, Delilah bisa melihat uap panas keluar dari cangkir teh yang sedang dipegang Rafael kini. Lelaki itu mengangkat cangkir teh tersebut dan mulai melakukan kebiasaannya. Mencium aroma teh sebelum menyesapnya.

"Kamu kenapa ngehindariin aku?" ucap Rafa sembari meletakan cangkir teh di meja.

"Kamu tahu alasannya, Raf..."

"Apa ini ada hubungannya dengan Melisa?"

"Mm."

Rafael melipat tangannya lantas memiringkan sedikit kepalanya, menoleh ke arah Delilah.

"Hubungan aku sama Melisa itu cuma temen biasa, Del. Gak lebih."

Delilah tertawa kecil.

"Temen biasa? Kamu sadar kamu ngomong apa, Raf? Kalian berdua itu bertunangan. Bertunangan, Raf!" suara Delilah mulai naik.

"Itu murni bisnis, Del. Bisnis. Aku bakal batalin pertunangan aku sama Melisa kalo kamu gak suka, Del."

"Rafa!!" teriak Delilah menghentikan ucapan pria itu tanpa sadar sudah berdiri.

Delilah mulai mondar-mandir di depan Rafa. Ia tidak percaya Rafael sampai berpikir untuk membatalakan pertunangannya itu hanya karena dirinya.

"Aku serius, Del. Tolong jangan tinggalin aku." pinta Rafa putus asa.

Wah wahhhh.... Gimana? Ada yang nebaknya bener. Semoga kalian suka. Chapter berikutnya diusahain secepatnya. Vote dan komennya ditunggu. xoxo

watermelondbestcreators' thoughts
次の章へ