setiap menit berlalu dengan ketegangan luar biasa. sibuknya tangan terampil dalam menyelamatkan meri seiring dengan dentuman detak jantung dari tiga pria yang tak henti berdoa untuk keselamatannya.
junior yang terbiasa dengan pembawaan yang tenang bahkan merasa gelisah setelah menunggu enam jam namun itu seakan penantian tak berujung.
sebagai anak yang baru berusia delapan tahun, sangat berat baginya menanti selama itu. Tapi ia akan lebih rela menunggu selama mungkin selama dia masih bisa berharap bahwa wanita di dalam sana akan terbangun suatu hari nanti. Dia tidak ingin penantiannya berhenti seiring berhentinya suara detakan di dada ibunya. itu akan sangat menyakitkan.
"junior, ini sudah waktunya makan. ayah akan membawamu ke kafetaria rumah sakit..."
"aku tidak lapar" potong junior.
"kita tetap butuh makan untuk merawat ibumu nanti. ibumu tidak akan senang melihatmu kelaparan" bujuk andre.
"ayah, apa ibu akan marah kalau aku tidak makan?"
mendengar pertanyaan itu, andre merasa bujukannya berhasil.
"Mmm, setiap ibu akan memarahi anaknya yang malas makan. ibumu juga seperti itu" jawabnya.
"jika begitu maka biarkan. dia harus bangun dan memarahiku karena aku tidak mau makan sebelum mendengar ocehannya"
tak di sangka hal tak terduga justru keluar dari bibir mungil itu. Orang dewasa akan berpikir bahwa ia segera mengalah namun faktanya ia ingin melihat ibunya memarahinya. bukankah untuk marah, ibunya harus bangun lebih dulu.
"kau bocah nakal" andre kehabisan kata bujukan dan memilih mengumpat. "ibumu akan segera bangun, kau lihat saja bagaimana dia akan memarahimu tapi sebelum kau, ibumu akan memarahi ayah lebih dulu"
"ibu..."
junior menatap ke arah pintu operasi seakan melihat seorang wanita yang di kenalnya berdiri di sana.
ilham yang sejak tadi tertunduk, mendongakkan wajahnya menatap ke arah yang di lihat junior namun itu hampa dan hanya pintu dengan kaca tebal.
andre yang tadinya juga membelakangi pintu operasi untuk membujuk junior seakan tertarik magnet untuk melihat ke belakang dan melihat pintu kaca itu masih tertutup dan tak ada seorangpun di sana.
"ibumu masih berada di dalam" ujar andre menenangkan putranya.
"tidak ayah. ibu berdiri di sana. dia melihatku, lihat dia melambaikan tangannya"
"junior tenanglah. lihat ayah" andre menangkupkan tangannya di wajah putranya untuk menahannya agar tak melihat ke arah pintu itu lagi.
junior menatap lurus ke mata ayahnya penuh keyakinan namun detik berikutnya melirik ke arah pintu dan masih melihat ibunya masih berdiri di sana dengan senyum di wajahnya.
"sayang, lihat ayah. jangan menatap pintu itu. itu bukan ibumu, itu ilusimu. ibumu baik-baik saja oke"
jari telunjuk mungil itu terangkat mengarah ke tempat di mana ia melihat ibunya berdiri.
"itu ibu. aku melihatnya ayah. aku tidak akan berbohong. itu benar-benar dia"
Dengan sekali sentakan, junior berakhir dalam pelukan ayahnya. terdengar suara tangisan tapi itu bukan dari bibir junior melainkan andre.
"kau menakuti ayah nak. junior, menangislah. jika dadamu sesak, kau boleh menangis. itu wajar karena kau menyayangi ibumu"
"bawa dia keluar, itu akan lebih baik untuk kondisinya" ujar ilham.
"kau sialan. lihat apa yang kau lakukan pada putraku"
saat pelukan itu terlepas sudah lewat lima menit dan bayangan meri sudah tidak berada lagi di sana.
sebagai seorang anak, junior tidak mengerti apapun tentang apa yang ia lihat. dia tidak mengetahui kondisinya dan hanya berpikir bahwa tadi ia benar-benar melihat ibunya berdiri lima meter darinya.
andre yang jelas mempelajari psikologi mengetahui dengan jelas bahwa bayangan itu hanya ilusi yang terbentuk karena harapan tinggi putranya dan menimbulkan fatamorgana.
apa yang ia khawatirkan adalah saat kondisi itu semakin memburuk, putranya bisa saja mengalami hal itu sepanjang hidupnya karena tekanan mental yang belum siap melepaskan ibunya.
"apa kau masih perlu di sini? bukankah seharusnya kau mengurus ayahmu" sindir andre.
"aku akan menunggu operasinya selesai terlebih dahulu sebelum mengurus ayahku"
seorang dokter bedah keluar dari ruang operasi dan menghampiri mereka dengan wajah yang menunjukkan kelelahan.
"apa operasinya sudah selesai? apa dia selamat?"
"ini lebih buruk dari yang anda prediksi, bukan hanya ia mengalami abortus dan cidera batang otak. tulang rusuk atasnya patah dan menekan jantungnya. waktu kita tidak banyak, selain berusaha menjaga agar itu terus berdetak kita harus secepatnya memperoleh donor untuknya" dokter paruh baya itu menjelaskan kondisi sebenarnya dengan sesingkat mungkin karena mereka berlomba dengan waktu.
"berapa lama waktunya bertahan?" tanya ilham.
"dengan bantuan alat, itu sekitar 24 jam dari sekarang"
"itu terlalu singkat"
"kami tadi sempat kehilangan dia selama tujuh menit. beruntung dia bisa kembali, jika ini terulang kemungkinan keberuntungan itu tidak akan terjadi lagi"
baik andre maupun ilham melihat kearah junior. putranya sungguh melihat ibunya tadi? itu mustahil untuk bisa di percaya.
"baiklah. aku akan mencari donor secepatnya" ujar andre mendahului ilham yang juga ingin mengatakan hal yang sama.