webnovel

Ketahuan

Sudah waktunya makan siang saat meri menyelesaikan pekerjaannya. Dia mengingat junior, tapi kemudian merasa senang karena ilham yang menangani junior untuk saat ini.

Saat turun ke loby rumah sakit, meri melihat tatapan para perawat dan pengunjung lain seperti terpusat pada satu objek. Pandangannya kini juga menuju ke arah objek yang menarik itu.

"ibu" junior berjalan menghampiri meri yang baru mencapai anak tangga terakhir.

"kenapa ada di sini? Bukankah kalian seharusnya pulang ke rumah?" meri melirik ke arah ilham yang membawa junior ke tempatnya bekerja.

"kau sudah makan siang?" tanya ilham tak memperdulikan pertanyaan meri serta tatapan para wanita yang melihat ke arahnya.

Di usianya yang sudah menginjak 33 tahun, pesona ilham sama sekali belum luntur. Ia bertambah gagah dengan adanya junior di sampingnya. Para wanita dewasa seakan lebih tertarik pada pria yang menjadi pengasuh putranya saat ibu si anak sedang sibuk.

"belum" jawab meri.

"bagus, kami ke sini untuk makan siang bersama" ujar ilham.

Mereka kini berada di cafetaria rumah sakit, makanan di cafetaria tidaklah beragam. Hanya ada beberapa menu dan kebanyakan hanya menu pengganjal perut.

Meri memesan manti untuk mereka dan lahmacun sebagai tambahan. Untuk minuman ia hanya meminta air mineral. Benar-benar bukan makan siang yang enak atau istimewa. Hanya karena ada dua pria berharga di hadapannya, makan siang itu menjadi lebih istimewa dari makan sendirian di restoran bintang lima.

Sesekali, meri merobek lahmacun dan menyuapi junior yang tetap fokus pada manti di hadapannya.

Lahmacun adalah pizza ala turki dengan pinggiran yang tidak terlipat. Toping yang di gunakanpun beragam seperti pizza pada umumnya. Sementara itu manti lebih mirip pangsit yang di sajikan dengan saus khusus ala turki. Makanan yang sangat sederhana.

"aku juga mau menyuapimu" ilham mencubit lahmacun.

Meri mengira itu untuknya karena itu dia salah tingkah karena akan menjadi perhatian wanita lain yang sejak tadi memperhatikan ilham.

"apa kau tidak malu melakukannya di tempat kerjaku?" tanya meri.

"malu? Dia putraku jadi mengapa malu. Lagi pula kau tadi menyuapinya, apa aku tidak boleh?" protes ilham.

Seketika jantung meri seperti berhenti dan jatuh dari tempatnya. Darahnya berdesir panas mengalir hingga ke wajahnya. Ia sangat malu karena mengira suapan itu untuknya tapi ternyata untuk junior.

Dia sangat ingin menertawakan kepercayaan diri nya yang berlebihan tapi itu akan menambah rasa malunya di hadapan ilham jadi dia diam dan kembali menyantap makan siangnya tanpa berbicara lagi.

Anak dan ayah itu kini saling bersuap-suapan. Untunglah junior masih kecil dan imut, karena jika itu pria dewasa maka akan sangat menggelikan melihatnya.

Makan siang itu selesai setelah junior menghabiskan manti nya dan ilham menghabiskan lahmacun yang ia pesan.

Mereka kembali berpisah dengan meri ke kampusnya dan ilham kembali ke rumah bersama junior.

Di kampus meri menghabiskan waktu hingga menjelang malam. Ia terlalu lama menunggu dewan pengujinya yang datang terlambat. Setelah selesai, ia kembali ke rumah dengan rasa penat karena berlarian ke sana kemari di rumah sakit di tambah kejenuhan menunggu di kampus.

Setibanya di rumah, meri memanaskan semua masakan yang tadi pagi ia simpan di kulkas. Ia sudah sangat lelah tapi masih harus kerumah sakit untuk dinas malam.

Ilham menghampiri meri di kamar setelah memaksa wanita itu beristirahat dan ilhamlah yang mengambil alih tugas mencuci piring setelah makan malam.

"kau sepertinya kurang tidur. Apa tidak bisa shift malammu di tunda?" ilham merasa prihatin untuk istrinya.

"aku bukan anak pemilik rumah sakit itu jadi mana bisa mengubah jadwal shift sesuka hatiku" meri masih menelungkupkan wajahnya di kasur untuk meluruskan tulang belakangnya yang terasa sakit karena seharian duduk dan berlari.

"berhentilah bekerja dan tinggallah di rumah untuk mengurus aku dan junior" kata ilham

Meri membalikkan badannya menatap wajah suaminya. "apa aku mengabaikan kalian?"

"tidak. Tapi justru karena itu aku menjadi lebih tidak tega. Kau bekerja, mengurus kuliahmu sekaligus mengurusku dan junior. Itu sangat melelahkan"

"benar sekali. Itu sangat melelahkan tapi aku menikmatinya. Jika kau merasa tidak tega sebaiknya jangan melakukan hal seperti tadi pagi, gajiku harus di potong karena terlambat masuk" keluh meri kemudian kembali menelungkupkan wajahnya.

Shift malam dimulai pukul sepuluh. Ia masih memiliki waktu dua jam untuk beristirahat sebelum harus kembali ke rumah sakit. Ia lelah tapi inilah cita-citanya sejak awal. Menjadi wanita karir sekaligus ibu rumah tangga. Menjadi istri dan ibu yang baik tanpa mengabaikan karirnya sebagai dokter.

Saat ia sedang berusaha memejamkan mata, tangan kekar menyusup ke dalam bajunya dan mulai memijat punggungnya. Ia menggunakan T-shirt polos longgar karena itulah ilham dengan mudah memasukkan tangannya dan memijat lembut punggung meri yang terasa ditusuk-tusuk oleh rasa lelah.

"ahh.." meri mendesah merasa nyaman dengan pijatan itu. "di atas sedikit.. Mmm di situ. Hmm sangat enak" meri mengarahkan pijatan ilham ke tempat yang ia inginkan. Sesekali ia akan mengatakan "yang lembut" atau "kurang keras".

Tanpa sadar semua perkataannya itu mengganggu ilham karena merasa seperti di undang untuk melakukan yang lebih.

"meri" panggilnya

"Mmmm" jawab meri bergumam.

"apa kau sedang merayuku saat ini. Aku peringatkan, kau memancing harimau yang kelaparan dengan racauan mu itu"

Meri memiringkan tubuhnya untuk melihat ilham yang sepertinya salah paham dengan racauan kenikmatan yang ia ucapkan karena pijatan lembut di punggungnya.

"aku bukan memgundang. Pijatanmu memang enak dan apa yang ku katakan itu hanya spontan saja. Tapi kemarilah, kita bisa melakukan setengahnya dan menuntaskannya setelah periodeku selesai" kali ini meri memberikan undangan langsung pada suaminya.

Ia tidak akan mempertahankan sikap pemalunya karena ilham bukan pria agresif yang akan mengambil inisiatif berlebihan. Jika ia tidak bersikap nakal maka sudah dapat ia tebak malam pertamanya akan berlangsung kaku seperti tangan anak kecil yang baru pertama kali belajar memegang pulpen.

Ilham tentu dengan senang hati memenuhi undangan berharga yang di berikan wanita yang sejak lama di nantikannya.

Tubuh meri kini terlentang di selimuti tubuh ilham yang berada di atasnya. Meri menarik wajah suaminya itu mendekat, melingkarkan tangannya di lehernya dan mulai berpagutan. Keduanya saling memberi, menghisap dan menjelajahi mulut yang kini menjadi satu.

Perkiraan meri ternyata salah, ilham justru sangat agresif dan memimpin aktivitas itu dengan tangannya yang menjelajahi bagian tubuh meri yang bisa ia gapai. Tentu saja ia tidak akan kalah, ia sudah menahannya selama enam tahun dan hanya sibuk berfantasi tentang malam ini, jadi dia sangat mendominasi.

Tak hanya bibir, pipi dan keningnya. Leher dan tulang selangkanya menjadi sasaran kebuasan harimau lapar yang sudah lama mencari makanannya.

Suara desahan yang terlepas dari bibir meri seakan menambahkan minyak pada api gairah ilham yang sudah sampai di ubun-ubun. Saat meri mulai merasa terpanggil oleh gairah suaminya, pintu kamar mereka terbuka.

Meri dengan cepat mendorong ilham ke samping dan dengan gerakan secepat kilat meri duduk di samping ranjang dan ilham yang terkejut berbaring di kasur dengan wajah yang memerah gabungan dari gairah yang membuncah dan malu yang luar biasa.

"junior, ada apa?" tanya meri menghampiri anaknya yang berdiri diam memegang handle pintu kamar.

"dadi melupakan handuknya di kamarku. Dia bilang akan mandi di kamar ibu, jadi aku membawakan handuknya kemari" ujar junior polos menatap wajah ibunya sambil menyerahkan handuk di tangannya.

"oh, terima kasih sayang. Pergilah beristirahat di kamarmu, ibu juga harus mandi dan pergi ke rumah sakit"

Junior menganggukkan kepalanya dan berbalik meninggalkan kamar itu tanpa memandang dadi nya untuk kedua kalinya. Ia terkejut saat melihat apa yang di lakukan oleh ibu dan dadi nya walau hanya sekilas karena kesadaran ibunya kembali lebih cepat. tapi sebagai anak yang pengertian, ia memilih diam dan membiarkan keduanya.

Handuk di tangan meri menggumpal berbentuk bola dan melayang ke wajah ilham yang masih berbaring.

"kau harusnya mengunci pintu saat masuk ke kamar. Kita di rumah bertiga bukan di hotel berduaan" kata meri kesal.

Ia sangat malu karena memberikan tontonan tidak pantas pada putranya yang masih kecil. Untuk menghilangkan emosi dan gairahnya, meri memilih mandi lebih dulu meninggalkan ilham yang tersenyum kecut memikirkan apa yang baru saja terjadi.

Merasa perlu memberi penjelasan pada junior, ilham bangkit merapikan rambutnya yang acak-acakan karena ulah tangan meri dan bergegas ke kamar junior.

Di depan pintu, ilham menarik nafas dalam kemudian mengetuk pintu kamar junior.

"dadi? Apa masih ada yang tertinggal?" tanya junior dengan tampang polos seakan ia tidak melihat apa-apa tadi.

Ilham masuk dan duduk di kasur bersama dengan junior di pangkuannya.

"junior, apa dadi berbuat salah?" ilham memastikan apa mungkin junior melihatnya atau tidak. Karena jika tidak maka ia tidak perlu menjelaskan apapun.

"tidak"

Walau kata itu yang ia dengar, ilham sudah tahu bahwa ia sudah ketahuan oleh putranya. Putranya hanya terlalu pintar menyembunyikan kenyataan dan berpura-pura tidak tahu agar tidak membuat situasi menjadi canggung.

"apa yang kau lihat tadi sangat tidak pantas. Dadi minta maaf untuk itu, karena itu salah jadi jangan pernah mencontohnya kecuali pada pertemanan seperti yang dadi dan ibumu miliki. Apa kau bisa berjanji pada dadi?"

"Mmm, aku janji tidak akan mencontohnya"

"anak pintar. Sekarang tidurlah" ilham baru akan mengangkat junior saat junior menghentikannya.

"dadi?" panggilnya lembut dengan ekspresi datar.

"Mmm"

"kalian seharusnya mengunci pintu saat ingin melakukan hal seperti itu" ujar junior.

Mata ilham membelalak sempurna mendengar anak sekecil junior sudah tahu hal apa yang akan ia lakukan bersama ibunya.

"hahaha. Wajah dadi merah dan sangat lucu tadi" junior kini tidak bisa lagi menahan tawanya.

Ilham membaringkan junior dan mulai menggelitikinya sebagai hukuman karena mengerjainya lagi.

"aa. Aa, ampun dadi" teriak junior menahan geli bercampur tawanya.

"kau berani menggoda dadi lagi ya" ilham masih enggan berhenti.

"geli dadi, ampun. Ibu.." junior berteriak memanggil ibunya untuk meminta pertolongan.

"ibumu harus mandi karena mu anak nakal" ilham melanjutkan aksinya.

"oh dadi ampun, aku tidak akan melakukannya lagi" junior berusaha untuk bebas.

"janji?"

"iya, aku janji. Aahhh geli" junior menggeliat ke kanan dan ke kiri karena ilham terus menggelitikinya hingga sebuah suara menghentikan aktivitas candaan ayah dan anak itu.

"apa yang kalian lakukan?"

次の章へ