Saat hari menjelang petang, dokter dengan pakaian bedah bergerombol keluar dari ruang operasi di ikuti dengan suara langkah kaki dari dalam ruangan itu.
Seorang dokter yang menjadi asisten dokter charles menjelaskan keadaan meri dan anaknya dengan rinci kepada ilham dan rafa.
"kapan kemungkinan dia akan sadar?" tanya rafa.
Ilham yang sudah tahu apa yang terjadi hanya bisa menarik nafas berat dan memegang bahu rafa seakan memberi kekuatan kepada kakak meri.
"dia saat ini dalam keadaan koma, belum bisa di pastikan kapan dia akan bangun. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin dan hanya bisa menyelamatkan satu bayinya. Dokter ilham, saya dan segenap rekan lainnya turut berduka atas meninggalnya anak anda" ujar asisten dokter itu kemudian berjalan menjauh.
Kalimat terakhir yang di ucapkan oleh asisten itu seakan mewakili perasaannya yang juga berduka karena salah satu anak meri meninggal. Dia ingin mengatakan itu bukan anaknya, tapi jauh di lubuk hatinya ia merasa senang bahwa di saat terakhir anak meri, dialah yang berdiri sebagai ayahnya.
Operasi itu berjalan lancar walau hasilnya tak terlalu memuaskan. Pendarahan hebat untuk kedua kalinya di tambah komplikasi yang dialami meri menyebabkan otaknya seakan mati.
Rafa terduduk lemah di kursi tempat ia menunggu kabar baik dari dokter namun malah sebaliknya. Bagaimana dia akan mengatakan kepada keluarganya di Indonesia bahwa meri koma dan salah satu anaknya meninggal.
Satu-satunya yang ia syukuri adalah adiknya masih hidup walau dalam keadaan koma, dan dia masih memiliki salah satu anaknya walau itupun dalam kondisi kritis karena efek dalam pendarahan pada bulan ke tujuh kehamilannya.
Saat ini, ilham hanya bisa bersyukur karena wanita itu masih bernafas sekalipun hanya dengan bantuan alat yang menempel di sekujur tubuhnya.
Setiap hari di sela jeda jam kerjanya atau saat ia selesai menangani pasien, ilham dengan setia mengunjungi meri untuk merawatnya atau sekedar berbincang dengannya.
Ayah dan ibu meri sudah berada di cambridge sejak hari kedua meri menjalani masa komanya. Mereka akan bergantian saat malam, ilham yang akan begadang menunggui meri dan saat siang keluarga meri yang akan menjaganya.
Sekalipun ia sangat ingin berada di samping meri dengan harapan menjadi orang pertama yang akan di lihat oleh meri sejak tidur panjangnya, ilham tetap harus menjalankan kewajibannya sebagai dokter dan dosen di kampus itu.
Junior sudah bisa di bawa kembali setelah satu bulan berada di rumah sakit dan menjalani perawatan intensif. Bobot tubuh yang hanya 2,5 kilogram membuat bayi mungil itu memerlukan perhatian ekstra karena tampak rapuh dan sensitif.
Sebagai ibu, tugas merawat junior di jalankan oleh ibu meri dan di bantu oleh maria saat ibu meri harus ke rumah sakit untuk menjaga meri.
Andre hanya muncul sesekali dan tak berani melangkahkan kakinya ke dalam ruangan meri. Dia hanya akan berdiri di depan pintu menatap meri yang terbaring lemah seakan tertidur pulas tanpa tahu kapan dia akan bangun.
"dokter ilham. Ini sudah larut malam, biarkan saya yang menjaga nyonya dan anda pulanglah beristirahat" ujar seorang perawat yang merasa kasihan dan khawatir dengan kesehatan atasannya itu.
"tidak perlu. Saya akan menjaganya dan bisa tidur di sini" tolak andre.
Itu bukan penolakan yang pertama yang di terima oleh perawat itu. Sejak dua bulan masa koma meri, tak ada satu malampun ilham melewatkan shift nya untuk menjaga meri. Saat siang hari, dia kan kembali bekerja dan sesekali mengunjungi meri yang di temani ibu dan ayahnya. Terkadang rafa dan maria yang berjaga tapi saat malam, ilham meminta mereka semua pulang dan membiarkan ia sendiri yang menjaga meri.
"meri, ini sudah yang ke 79 hari kau tertidur. Apa kau begitu kelelahan sampai belum berniat untuk bangun" ilham menggenggam tangan putih wanita yang terbaring di ranjang itu dan tak henti menciumnya.
Alasan mengapa ia selalu mengajak meri berbicara adalah untuk merangsang kerja otaknya yang seperti terkurung dan tak ingin bebas.
"bangunlah. Kau ingat andre mengirimkan surat cerai pada hari ke 100 dia pergi? Aku akan memberimu surat nikah di hari ke 1000 jika kau berhasil bangun. Bukankah kau ingat janjiku? Aku pernah mengatakan akan menikahimu setelah kau bercerai dengan andre. Jika kau tak ingin bangun karena tak ingin melihatnya lagi, aku akan membawamu pergi jauh sejauh mungkin hingga tak seorangpun bisa menemukan kita. Hanya kau, aku dan junior. Jadi ku mohon bangunlah"
Kepedihan hatinya melihat wanita pujaannya hidup di alam bawah sadar membuat tekanan berat bagi psikis ilham. Dia selalu menangis setiap waktu saat mengingat wajah pucat meri seperti boneka manekin yang menjadi pajangan di toko pakaian.
Ilham bahkan harus melakukan konsultasi dengan dokter psikolog karena rasa sedih mendalam yang ia rasakan saat melihat darah. Dia seorang dokter spesialis bedah saraf, darah seharusnya menjadi sahabat baginya. Tapi setelah insiden di apartemen meri , dia selalu sulit mengendalikan emosinya agar tak meneteskan air mata.
Maria dan rafa sibuk mengawasi perkembangan junior di rumah. Mereka bekerja sama dengan baik merawat keponakannya selama sang ibu masih belum sadarkan diri.
Malam itu, tepat hari ke 99 meri terbaring koma. Ilham baru menyelesaikan pekerjaannya dan berjalan turun menuju ruangan meri.
Di dalam ruangan, ibu meri dan rafa di kejutkan dengan keajaiban. Meri akhirnya membuka matanya yang sekian lama tertutup rapat. Dokter bahkan menyarankan memcabut alat bantu pernafasan meri karena tak melihat perkembangan pada kondisinya. Tapi bukan rafa atau ibunya, ilham lah orang yang berdiri menentang usulan itu. Dia masih bisa bertahan menunggu keajaiban datang tak perduli itu sebulan lagi, setahun atah sepuluh tahun. Selama jantung wanita itu masih berdetak, maka ia akan tetap menunggu.
Dokter masuk dan memeriksa keadaan meri. Setelah mengecek alat vital meri yang menunjukkan perkembangan pesat, dokter juga mengecek syaraf motorik dan memastikan kondisi koma selama tiga bulan lebih tak membuat saraf-saraf nya menjadi kaku.
Melihat respon yang baik, dokter mengucapkan selamat kepada rafa dan ibunya karena berkat kesabaran mereka, meri akhirnya bisa kembali. Tepat saat ibu meri dan rafa berbicara dengan penuh kebahagiaan, suara meri menjadi sambaran petir yang menghancurkan kebahagiaan itu.
"ibu, andre di mana?"
Rafa menatap meri dengan ekspresi terkejut. Jantungnya hampir berhenti mendengar nama pria itu kembali di sebut.
"meri, mengapa kau menanyakan tentang dia?" rafa lebih dulu menjawab karena merasa nama laki-laki yang harus ia sebut adalah ilham atau jika tidak dia seharusnya menanyakan tentang junior.
"kakak, kepalaku terasa nyeri. Sepertinya orang yang mengikutiku itu memukul kepalaku dengan benda keras" keluh meri sambil memegang kepala bagian belakangnya.
Ibu, rafa dan dokter yang masih berdiri di ruangan itu saling melempar pandangan. Tatapan mereka sama anehnya dengan ucapan meri yang melantur.
"nona meri, apa bisa kau ceritakan hal terakhir yang kau ingat?" pinta dokter yang merasa terjadi sesuatu yang salah dengan ingatan meri.
"pagi itu aku terbangun, karena masih terlalu pagi dan suasana gelap jadi aku keluar untuk berolahraga dan meninggalkan suamiku yang masih tertidur di kamar. Aku merasa ada orang yang selalu mengikutiku, saat aku berbalik mulutku di bekap dan kepalaku terasa dingin. Pandanganku gelap setelah itu aku tidak ingat lagi"
"suami?" tanya rafa memastikan siapa yang di maksud oleh meri.
"Mmm, suami. Kakak, ibu. Aku minta maaf karena menyembunyikan ini. Tapi aku dan andre saling mencintai, aku memutuskan menikah diam-diam dengannya dan akan memberi tahu kalian nanti setelah kuliahku selesai atau saat aku hamil nanti"
Ibu meri menjerit histeris melihat putrinya bahkan lupa ia pernah hamil dan memiliki seorang anak. Hatinya bahagia melihat putrinya sudah siuman, tapi bukan ini yang ia harapkan. Dia hanya ingin meri bangun dan melanjutkan hidupnya bersama putranya. Tak masalah dia ingin hidup sebagai wanita tanpa suami atau memilih salah satu antara ilham dan andre.
Melihat ibunya histeris, meri berkali-kali meminta maaf karena merasa bersalah telah menyembunyikan pernikahannya. Dia merasa bersalah karena menentang perintah ibunya agar menjauhi andre.
"ibu tenanglah. Biarkan dokter menanganinya" rafa memeluk ibunya yang tak berhenti menangis.
Sementara itu, dokter menanyakan beberapa pertanyaan kepada meri untuk memastikan apakah itu amnesia lakunar atau transient global. Setelah berbicara banyak dan mendengarkan cerita meri, dokter meminta berbicara berdua dengan keluarga pasien. Rafa meminta ibunya untuk tenang dan tinggal menjaga meri sedangkan dokter itu keluar untuk membicarakan hal penting bersama rafa.
"berdasarkan apa yang dia ingat, meri mengalami amnesia pasca trauma. Amnesia ini cukup sulit di deteksi penyebabnya, tapi berdasarkan rekam medisnya trauma lama karena luka pada bagian kepala saat kejadian setahun lalu membuatnya melupakan memori setelah itu. Ingatannya tak ingin menerima peristiwa setelah itu. Ada beberapa faktor penyebab itu semua. Adik anda sepertinya mengalami kejadian buruk setelah itu dan menolak menerimanya, atau dia sejak awal merasa kejadian saat itu adalah kunci dari kejadian buruk setelahnya. Dia menolak membuka kunci itu dalam ingatannya" dokter menjelaskan kondisi meri yang sebenarnya. Dia tidak terlalu bisa menggunakan istilah medis karena rafa bukan dari jurusan itu, berbeda jika itu ilham.
"apa dia akan terus seperti itu dokter?"
"itu tergantung seberapa besar keinginannya untuk mengingat kejadian yang terpotong dalam ingatannya. Tapi sebagai dokter, saya menyarankan untuk saat ini biarkan dia seperti itu. Kondisinya akan semakin buruk jika kita memaksanya mengingat apa yang ingin ia lupakan. Sepertinya itu terlalu menyakitkan baginya" jawab dokter itu.
"lalu bagimana dengan anaknya dokter? Dia tidak boleh melupakan anaknya begitu saja" rafa memikirkan bagaimana nasib keponakannya itu jika meri sampai menolak mengakui junior.
"saya hanya menyarankan untuk tidak memaksanya mengingat, perlahan kita bisa memberi tahunya mengenai anaknya. Untuk hal lain yang menjadi penyebab traumanya, sebaiknya hindari atau kondisinya akan kembali menurun. Biarkan dia berusaha mengingat sendiri karena itu artinya, hatinya mulai bisa menerima kenyataan pahit yang secara teknis ingin di lupakan oleh otaknya"
Rafa terdiam berusaha mencerna semua perkataan dokter yang sudah tiga bulan ini setia merawat meri. Pikirannya kacau dilanda kebimbangan antara membiarkan ingatan meri terikat pada andre atau mengatakan bahwa ilhamlah yang selalu setia berada di sampingnya selama ia koma.
Kesehatan meri adalah yang terpenting, tapi bagaimana bisa dia membiarkan andre kembali kepada meri setelah tahu semua kejahatan pria itu. Di tambah lagi ia memikirkan perasaan ilham yang akan terluka karena meri bahkan tidak mengingatnya dan menganggap mereka tidak pernah bertemu setelah berpisah saat meri masih di bangku SMA.