Pemandangan kota cambridge saat malam tak jauh berbeda dengan kota lainnya. Diterangi cahaya lampu jalanan yang memancarkan warna jingga yang terang. Keramaian di setiap gedung-gedung tinggi serta ramainya arus lalu lintas.
Saat perjalanan pulang dari apartemen ilham, meri meminta di antar pulang ke apartemennya. Dia tak ingin andre sampai tahu jika dia belum sampai di rumah. Pesan dari andre yang memintanya pulang sudah ia baca.
Pesan itu tidak akan menimbulkan masalah jika ia membacanya sewaktu menunggu, tapi ia membacanya saat meri sudah mengetahui andre pergi bersama megan. Pesan itu nampak seperti sebuah kebohongan semata yang semakin memperburuk keadaan.
Dia sudah sering di bohongi, jadi itu bukan masalah besar baginya. Hatinya hanya sedikit terluka karena andre mengingkari janjinya demi wanita siluman rubah itu.
"apa kau tak ingin makan malam dulu sebelum aku mengantarmu?" ilham khawatir meri akan melewatkan makan malamnya lagi setelah mendapati andre bersama megan.
"tidak perlu. Aku akan makan di rumah"
Penolakan meri juga merupakan hal biasa bagi ilham mengingat saat ini perasaannya sedang tidak baik. Mereka bersahabat cukup lama dan hanya kepada ilham dan rido, meri menunjukkan jati dirinya yang bahkan andre atau orangtua nya sendiri tidak mengetahui apa-apa.
Dia seorang putri di depan keluarganya, tapi seorang wanita dengan semangat tinggi menjelajahi tiap sudut hutan dan gunung. Hobi ekstrem yang dia lakukan tak lepas dari pengaruh lingkungannya. Dia tak memiliki saudara perempuan untuk menjadi teman bermain boneka atau memasak. Dia hanya memiliki rido sebagai teman main bola atau permainan yang lazim di mainkan oleh anak laki-laki.
Ilham menyukai meri karena tahu meri bukanlah wanita biasa. Dia selalu bersikap manja dan menempelinya terus menerus saat ia pulang sekolah tapi di balik itu, ia justru sering membantu ilham menyelesaikan tugas atau penelitian. Ia bahkan pernah masuk ke hutan hanya untuk mencari jamur spesies langka sebagai hadiah untuk ilham.
Jika wanita lain lebih memilih mengirim coklat atau jam tangan dan yang lainnya sebagai kado. Meri memilih memberi sesuatu yang tidak hanya cukup di beli dengan uang. Pemikirannya yang berbeda dari wanita biasanya yang membuat ilham meletakkan hatinya pada meri.
Hanya sekitar satu minggu ia berkenalan dan ilham sudah menyukai kepribadiannya. Karena itulah dia bahkan tak merasa terganggu jika meri tiap hari mendatanginya di kampus hanya untuk meminta traktiran. Awalnya mereka lebih seperti kakak dan adik, hingga ilham memberanikan diri menyatakan perasaannya.
Saat itu meri tak menolak atau menerimanya. Meri memilih pergi menghindar dari ilham hingga beberapa hari dan tiba-tiba muncul dengan jawaban "iya" di mulutnya.
Tiba di depan apartemen. Meri turun setelah mengucapkan terimakasih kepada ilham karena sudah menjaganya selama ini. Dia tidak mengetahui jika ilham yang selalu menjaganya sejak berada di cambridge saat masih berada di paris. Tapi setelah berbicara langsung dengan soni, ia akhirnya tahu ternyata ilham adalah sosok pahlawan di balik layar.
"jangan lupakan makan malammu"
"baiklah. Berhati-hatilah saat berkendara" meri melambaikan tangannya mengantar kepergian ilham.
Dia melihat para security sedang asik bermain poker dan tertawa riang. Mereka sepertinya sangat bahagia dengan tugas yang mereka emban di bahu mereka. Setelah menyapa, meri masuk segera ke apartemennya.
Mandi dan memasak mie pedas untuk mengganjal perutnya malam itu. Dia sudah akan memasukkan sesuap mie saat ponselnya berdering.
📞"halo. ada apa?"
📞"apa kau sudah makan malam?"
📞"aku baru saja akan makan saat kau tiba-tiba menelfonku" jawab meri setengah menyindir.
📞"apa yang kau makan?"
📞"aku hanya bisa memasak mie untuk saat ini. Perutku sudah terlalu lapar untuk menunggu jika aku memasak" ujar meri berterus terang.
📞"pipimu akan bengkak jika makan mie di jam seperti ini"
📞"apa kau perlu mengatakan itu kepada seorang calon dokter?" meri tentu mengetahui makan mie bukanlah kebiasaan yang baik. Tapi memakan mie sekali dan membuat pipi menjadi bengkak terlalu berlebihan.
📞"aku serius. Apa aku perlu menjelaskan sisi medisnya?" pertanyaan itu seperti menantang. "ah sudahlah. Turunlah ke bawah. Aku membawa makanan untukmu"
Terkejut, meri langsung berlari ke bawah. Dia tak menduga ilham menunggunya di depan apartemen. Andre bisa saja pulang tiba-tiba dan melihatnya. Itu akan menimbulkan kesalah pahaman dia antara mereka..
"mengapa kau berlari" ilham melihat meri berlari mendekatinya dengan nafas terengah-engah.
"pergilah. Terima kasih makanannya" meri mengangkat makanan yang di berikan ilham kemudian melambaikan tangannya agar pria itu segera pergi.
Cukup mengerti dengan yang terjadi, ilham tak ingin berbicara banyak. Alasannya kembali hanya untuk memberi makan malam kepada meri dan tak ada maksud lain.
Mobil andre tiba di basement tepat saat meri akan menekan tombol lift untuk naik ke apartemennya. Dia segera menekan pintu terbuka saat melihat andre berlari ke arah lift karena melihatnya.
"kau keluar membeli makanan?"
"ah, tidak. Ini pemberian temanku"
Andre tak bertanya lagi. Mereka berjalan berdampingan menuju apartemen tanpa mengeluarkan sepatah katapun setelah itu.
Meri menata peralatan makan di meja dan memanggil andre untuk makan malam walau ia sudah tahu suaminya itu pastinya sudah makan malam. Ini sudah hampir jam sembilan. Waktu makan malam sudah lewat, dia terlambat karena sibuk mengurus megan.
Tak ingin mengecewakan istrinya, andre duduk menemani meri makan malam. Ia hanya bisa makan sedikit karena ia memang sudah makan malam sebelum pulang ke apartemen.
"bagaimana kuliahmu tadi?" tanya andre
"lancar seperti biasanya" jawab meri singkat.
Makanan itu terlihat enak, tapi melihat andre tak juga meminta maaf membuat meri kehilangan selera makannya. Dia akhirnya mengambil mie yang tadi dia masak. Itu sudah bengkak tapi meri tetap memakannya. Mengapa mereka selalu terlibat perang dingin karena pihak ketiga.
"meri, soal tadi siang.."
"tidak apa-apa" meri memotong karena tak ingin mendengar andre berbohong untuk kesekian kalinya.
Suaminya itu mulai terbiasa berbohong untuk menutupi kesalahannya, membuat meri seakan tidak percaya. Andre selalu berbohong jika itu tentang megan dan itu sangat melukai perasaan meri sebagai istri. Dia terus menjaga jarak dengan ilham karena ingin menjaga perasaan andre. Ia tahu betul sakitnya di khianati jadi dia tidak akan melakukan hal yang sama.
Jika dia merayu ilham yang berstatus sebagai kakak iparnya, maka tak akan ada bedanya antara meri dan megan. Walaupun situasinya sedikit berbeda yang mana ilhamlah yang selalu menggodanya, tapi saat ia memilih mengkhianati andre maka mereka tetap sama-sama pengkhianat.
Memikirkan dirinya akan menjadi seperti siluman rubah itu membuat meri menjadi mual. Dia berlari ke wastafel yang terletak di dapur dan mulai memuntahkan isi perutnya.
Andre mendengar suara meri mual segera berlari menghampirinya dan memijat pelan belakang leher dan punggung meri. Tangannya yang satu menahan rambut pendek meri yang terus jatuh ke pipi wanitanya itu.
"apa kau sakit?" andre menatap meri setelah mualnya mereda dan mulai memeriksa dahi meri sekaligus mengelap peluh di keningnya.
"aku baik-baik saja" meri melihat kekhawatiran di wajah andre jadi dia berusaha menenangkannya dengan senyuman yang sedikit di paksakan.
"masuklah ke kamar, aku akan membersihkan meja makan dan membawakanmu obat"
Meri mengangguk, tapi kemudian berbalik dan mulai muntah lagi. Dia sangat kesulitan karena hampir semua makanannya keluar. Andre berusaha tetap tenang menghadapi situasi seperti ini. Walau bagaimanapun keahliannya di bidang medis memaksanya untuk tidak panik.
"apa kau makan sesuatu yang salah hari ini?"
"aku tidak yakin. Aku cuma makan masakan korea tadi siang" jawab meri lemah seakan kehilangan tenaganya.
Andre memeriksa pergelangan tangan meri dan melihat ruam kemerahan. Tanda seperti itu sudah sering ia lihat saat meri masih di Los Angeles. Wanitanya itu memiliki alergi pada kacang panjang dan asparagus. Tapi sebagai calon dokter, meri pasti tahu berbahayanya memakan kedua sayuran itu.
"apa kau makan kacang panjang atau asparagus tadi?"
Meri menggelengkan kepalanya karena sudah enggan berbicara. Tapi kemudian menganggukkan kepalanya tak berdaya. Ingatannya terlintas para kumpulan sayuran bibimbap yang dia pesan. Dia tidak terlalu memperhatikannya saat makan siang bersama ilham dan memakan apa saja yang ada di depannya karena terburu-buru.
"alergimu tidak banyak tapi kenapa susah sekali menghindarinya" andre mengomeli kecerobohan meri yang ke sekian kalinya.
Tak merasa di posisi yang benar, meri hanya diam menerima kemarahan suaminya itu. Dia belajar satu hal saat di posisi salah sejak dia masih kecil, meminta maaf saat salah dan diam menerima balasan dari kesalahannya.
Melihat istrinya hanya diam dan menundukkan kepalanya, andre berhenti memarahinya. Dia memeluk meri, menepuk pelan punggung wanitanya itu.
"apa masih mual?"
Meri tak menjawab, ia justru mendorong andre dan mendekatkan wajahnya ke wastafel. Sudah tak ada lagi makanan yang tersisa, hanya air dan suara mual yang membuat kram perutnya semakin parah.
Andre mengambil obat untuk mengatasi mual meri dan memberinya air putih untuk meminum obat itu. Melihat meri duduk lemah di lantai tanpa tenaga dengan keringat yang mulai membasahi piyama dan rambut di sekitar wajahnya membuat andre merasakan sakit yang sama.
Sangat langka melihat meri merasakan sakitnya, ia lebih sering mendapati meri sudah tergeletak tak berdaya dan hanya bisa membawanya ke rumah sakit. Kali ini, ia melihat istrinya itu yang baik-baik saja beberapa menit lalu kemudian menjadi pucat tanpa rona merah di wajahnya.
Tak menunggu meri selesai dengan mualnya, andre mengangkat meri ke kamar dan membaringkannya di kasur dengan hati-hati. Dia keluar mengambil tempat jika meri mendadak ingin muntah. Bukan hanya baskom, ia membawa peralatan medis di tangannya.
"aku tidak mau" meri menatap andre dengan wajah hampir menangis melihat jarum suntik dan selang infus.
"kau akan kekurangan cairan jika terus saja muntah. Tahanlah sedikit hem" andre membelai lembut wajah istrinya itu, berusaha menenangkan dan memberinya kekuatan.
"beri aku obat saja, aku tidak suka di suntik" keluh meri berusaha meminta belas kasih suaminya itu.
Bukan hanya meri yang merasa tak ingin di suntik, andre bahkan lebih tak ingin melakukannya tapi tak ada yang bisa ia lakukan. Bahkan jika meri menangis, pilihannya hanya mengobati melalui infus.
"aku sudah memberimu obat tadi, tapi kau memuntahkannya. Kita tidak bisa mengobatimu melalui mulut karena mualmu. Jadi hanya bisa melalui vena. Tahanlah sebentar. Sakitnya tidak akan lama"
Meri memalingkan wajahnya tak ingin melihat andre yang mulai menusuknya dengan jarum. Dia sangat benci dengan jarum yang memasuki tubuhnya. Sejak kecil ia selalu saja merasakan jarum yang terus menembus kulitnya. Daya tahan tubuhnya yang lemah membuatnya sering mengalami demam malaria yang terkenal ganas di pulau tempat orang tuanya tinggal.
Karena kelemahannya itulah, meri selalu di haruskan berjauhan dari ibunya karena tak ingin meri terkena penyakit yang sama lagi. Dia sudah pernah menderita malaria tropicana dan akan sangat berbahaya jika ia sampai mengalaminya lagi.
Dia merasa sangat tidak berguna saat kondisi tubuhnya menurun drastis karena kelelahan. Andre menyadari kelemahan meri sejak lama, setelah seringkali mengantar meri pulang ke rumahnya karena kondisi tubuh yang drop.
Andre akan semakin khawatir mengingat musim dingin akan segera tiba.
Walau sudah bertahun-tahun tinggal di amerika, tubuh meri tetap sulit beradaptasi dengan cuaca dingin. Dia wanita yang menyembunyikan kelemahannya di balik keteguhan hati dan tekad.